Guru Prakarya Smamda pun Jadi Jurnalis, Liputan Alfi Faridian, Guru Smamda Sidoarjo, Peserta Diklat Jurnalistik 2023.
PWMU.CO – Guru harus bisa jadi jurnalis alias wartawan. Itulah salah satu tujuan digelarnya Diklat Jurnalistik 2023 oleh SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (28/1/2023).
Seperti disampaikan Kepala Smamda Sidoarjo Muhammad Zainul Arifin SKom MM saat membuka acara tersebut. Dia mengaku masih perlu memperbanyak jumlah guru dan karyawan yang menjadi wartawan. Tugasnya menulis kegiatan sekolah untuk diterbitkan di website Smamda dan PWMU.CO.
Selama ini baru ada tiga guru yang terbiasa menulis berita sekolah. Dua Wakil Kepala Sekolah (Siti Agustini dan Moh. Ernam) dan satu Pembina Klub Literasi dan Ekskul Jurnalistik (Arief Hanafi). Dan itu perlu diperbanyak untuk memberitakan seabrek kegiatan—baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
“Website kita masih perlu banyak informasi tentang berbagai kegiatan sekolah. Semua proses yang berlangsung di sekolah dapat ditulis di website agar diketahui masyarakat luas,” kata Pak Je, sapaan akrabnya. Dengan banyaknya wartawan—yang biasa disebut kontributor—dia berharap seluruh kegiatan bisa diberitakan, baik di web sekolah maupun di PWMU.CO.
Oleh karena itu, 27 guru dan karyawan dilatih keterampilannya dalam menulis berita. Maka, tak tanggung-tanggung, acara ini langsung mengundang Pemimpin Redaksi PWMU.CO Mohammad Nurfatoni sebagai narasumber.
Bukan Jurnalis
Sebanyak 27 peserta Diklat Jurnalistik ini tidak ada yang berlatar belakang jurnalistik. Bahkan peserta yang guru Bahasa Indonesia pun hanya empat orang. Lainnya adalah guru Bahasa Jawa, Bahasa Inggris, Bahasa Jepang, Sosiologi/Antropologi, Sejarah, Parkarya, al-Islam, Matematika, Ekonomi, Bimbingan dan Konseling, Musyrifa. Dari karyawan ada dari bidang IT, multimedia, dan resepsionis.
Meski dari berbagai mata pelajaran dan keahlian—yang biasanya selalu fokus pada hal akademik—setelah diklat mereka punya tugas baru menulis beragam informasi tentang Smamda, bahkan lebih lanjut menulis tentang Persyarikatan.
“Nanti kita akan apresiasi berita yang mereka tulis, termasuk yag banyak pembacanya (view),” kata Pak Je pada PWMU.CO.
Pengalaman baru pun mereka raskan saat mengikuti diklat. Mereka harus menulis berita tentang diklat jurnalistik yang sedang berlangsung. Proses menulis diajarkan oleh Fatoni, sapaan Mohammad Nurfatoni, tahap demi tahap. Mulai dari membuat lead sampai bagaimana mengambil foto dari berbagai angle.
Peserta pun terkesan dengan acara ini. Seperti ungkapan guru Seni Budaya dan Sejarah Purwita Chirnicarlia MPd. “Pelatihan ini sangat efektif. Saya dapat banyak ilmu baru,” ungkapnya.
Wahyu Endra, guru Sejarah, mengatakan pelatihan ini perlu dilakukan secara kontinyu. “Agar ilmu menulis kita terus berkembang,” terangnya. Walaupun harus menyelesaikan tugas-tugas menulis dari pemateri, para peserta terlihat menikmatinya. Ini terbukti dari antusiasme peserta mulai dari awal sampai diklat berakhir.
Semua peserta mengumpulkan tugas, termasuk tugas menulis berita utuh tentang diklat tersebut. Dari tugas-tugas itu, Fatoni menganggap para peserta—guru dan karyawan itu–sudah siap menjadi jurnalis. “Nanti beritanya tinggal disempurnakan oleh para editor,” katanya.
Bahkan beberapa hasil praktik menulis peserta pun akhirnya bisa diterbitkan PWMU.CO, di hari itu juga. Yakni tulisan Siti Ayu Nurlaili, Guru Bahasa Jawa berjudul Smamda Sidoarjo Melahirkan Kontributor Baru dan karya Naimul Hajar, Guru Prakarya, berjudul Nama-Nama tanpa Jenis Kelamin yang Bikin Diklat Ini Ger-gerran.
Kepada PWMU.CO Ahad (29/1/2924) Naimul Hajar mengaku merasakan banyak manfaat dengan mengikuti Diklat Jurnalistik ini. “Meski tidak pernah belajar secara khusus tentang jurnalistik, saya bisa merasakan betapa rumitnya menulis. Apalagi langsung berhadapan dengan fasilitator yang tak tanggung-tanggung, langsung Pemred PWMU.CO,” ujarnya.
Menurutnya, ini pengalaman yang luar biasa di luar bidang keahlian saya. “Saya dibimbing dengan seksama dan akhirnya sampai membuahkan hasil berupa tulisan,” dia menambahkan.
Kepada Pak Je, Fatoni berpesan agar gairah menulis ini dirawat sehingga semangat menulis tetap terjaga. “Sekolah harus membuat sistem agar mereka konsisten menulis,” pesannya. (*)