Amalan Doa Rajab dan Sya’ban Menurut Kajian Hadits oleh Abu Nasir, Ketua PDM Kota Pasuruan
PWMU.CO– Memasuki bulan Rajab dan Sya’ban hingga jelang Ramadhan nanti bersebaran doa seperti ini
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan kami kepada Ramadhan.
Doa ini cukup masyhur dibaca oleh hampir setiap muslim yang kita temui. Bahkan juga disampaikan oleh ustadz atau penceramah di berbagai kesempatan. Di sejumlah tempat ia dijadikan sebagai puji-pujian sesudah adzan shalat maktubah.
Para mubaligh yang menyitir dan membawakan doa Rajab ini menyebutkan sumbernya dari Rasulullah saw disertai perawi yang mengeluarkannya.
Bagaimana sebenarnya kedudukan dan nilai hadits tentang doa bulan Rajab dan Sya’ban ini?
Para ulama hadits menemukan nashnya dalam Musnad Imam Ahmad (1/259).
حدثنا عبد الله ، حدثنا عبيد الله بن عمر ، عن زائدة بن أبي الرقاد ، عن زياد النميري ، عن أنس بن مالك قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل رجب قال : اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبارك لنا في رمضان وكان يقول : ليلة الجمعة غراء ويومها أزهر
Abdullah menyampaikan kepada kami, Ubaidullah bin Umar menyampaikan kepada kami, dari Zaidah bin Abi al-Raqqad, dari Ziyad al-Numairi, dari Anas bin Malik berkata: Apabila masuk bulan Rajab adalah Nabi shallallahu alaihi wasallam membaca:
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan kami kepada Ramadhan.
Kemudian beliau berkata, pada malam Jumatnya ada kemuliaan, dan siangnya ada keagungan.
Ibnu Sunni dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah (659), juga Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (3/375), Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah ( 6/269), Al-Bazzar dalam Mukhtasar Zawaidul Bazar li al-Hafidz : 1/285, 402), mengambil periwayatan dari berbagai jalan bersumber dari Zaidah bin Abu Raqqad, yang mengatakan bahwa ia memperolehnya dari Ziyad an-Numairi, dari Anas secara marfu’.
Al-Baihaqi lantas berkata bahwa hadits ini hanya diriwayatkan oleh an-Numairi, dan dari dia hanya oleh Zaidah. Sementara Imam al Bukhari berkata: Zaidah jikalau meriwayaktan dari Ziyad al-Numairi haditsnya munkar. ”An-Numairi ini juga orang yang lemah.”
Dua Perawi Bermasalah
Setelah dilakukan penelitian melalui takhrij hadits didapati adanya dua perawi yang bermasalah. Pertama, Zaidah bin Abi al-Raqqad. Menurut para ulama, di antaranya Imam al-Bukhari menyebut Zaidah bin Abi al Raqqad adalah munkarul hadits. Pendapat yang sama disampaikan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar.
Sedangkan Imam Abu Dawud menyebut kalau dia ”tidak pernah mengetahui haditsnya.” dan Imam an-Nasai mengatakan:”Tidak mengenal sosok perawi ini.”
Ad-Dzhabi dalam Diwan Ad-Dhu’afa dengan tegas melarang kita untuk menjadikannya hujah.
Kedua, kelemahan juga terdapat pada perawi Ziyad bin Abdullah al-Numairi al-Bashri.
Menurut ulama Yahya bin Main, hadits Ziyad bin Abdullah al-Numairi al-Bashri adalah dhaif. Ulama hadits Abu Hatim lebih halus mengatakan: Haditsnya ditulis, tapi tidak dijadikan hujjah.
Sedangkan Abu Ubaid al-Ajuri mengikuti pendapat Abu Daud yang mendhaifkannya. Begitu juga pendapat Ibnu Hibban dalam Al-Majruhin mengatakan, al-Daruquthni dan Ibnu Hajar mengatakan setali tiga uang bahwa ia munkarul hadits dan haditsnya dhaif.
Jumhur ulama hadits seperti al-Baihaqi, Imam an-Nawawi, al-Haitsami, adz-Dzahabi rata-rata berkomentar, hadits dan sanad yang diriwayatkan oleh dua orang ini munkar, dhaif dan tidak bisa dijadikan hujah sebagaimana disebutkan di sejumlah kitab-kitab mereka.
Lebih tegas Syaikh al-Albani mengutip komentar al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman , 3:375 ,bahwa:
تفرد به زياد النميري وعنه زائدة بن أبي الرقاد قال البخاري : زائدة بن أبي الرقاد عن زياد النميري منكر الحديث
Ziyad An-Numairi sendirian dalam meriwayatkan hadits ini. Sementara Zaidah bin Abi Ruqqad meriwayatkannya dari Ziyad. Bukhari mengatakan: Zaidah bin Abi Ruqqad dari Ziyad An-Numairi, munkarul hadits.”
Kesimpulan
Berdasarkan kajian atas komentar dan pendapat ulama hadits di atas dapat disimpulkan:
1. Doa khusus bulan Rajab dan Sya’ban didasarkan atas sanad yang lemah. Sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sandaran yang sah untuk berhujah dan beramal. Dengan kata lain karena setiap amalan mahdhoh harus didasarkan pada dalil-dalil yang kuat dan sahih, maka hadits yang meriwayatkan tentang doa bulan Rajab dan Sya’ban tidak dapat dijadikan landasan pengamalan doa khusus di bulan Rajab dengan niat untuk mendapatkan keutamaan dan pahala besar.
2. Namun demikian kita boleh meminta kepada Allah dan berdoa agar diberkahi pada bulan Rajab dan Sya’ban serta disampaikan kepada Ramadhan secara umum. Bukan sebagai ubudiyah khashshah di bulan Rajab ini, sehingga doa yang dipanjatkan kepada Allah pun boleh dengan doa yang lain yang bersifat umum yang bisa jadi dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla.
3. Larangan terhadap amalan hadits di atas adalah mengkhususkannya di bulan Rajab dan meyakininya sebagai amalan istimewa. Barangsiapa mengamalkannya berarti ia telah beribadah kepada Allah dengan ibadah khusus di dalamnya dan mendapatkan kemuliaan dan pahala besar dengan membacanya di bulan ini yang tidak bisa didapatkan pada bulan-bulan selainnya.
Wallahu a’lamu bi al shawwab
Editor Sugeng Purwanto