PWMU.CO– Ketua PDM Surabaya Hamri Al Jauhari mengusulkan jargon untuk Kota Surabaya: Baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur. Ini menambahi jargon yang sudah populer: Suroboyo Wani.
Usulan itu dia sampaikan saat sambutan Musyda ke 18 Muhammadiyah dan Musyda ke 17 Aisyiyah Kota Surabaya bertempat di Kampus Universitas Muhammadiyah Surabaya, Ahad (26/2/2023).
Tema Musyda Membumikan Islam Berkemajuan Memajukan Surabaya dan Perempuan Berkemajuan Mencerahkan Peradaban Bangsa.
Ketua PDM Hamri Al-Jauhari menyampaikan terima kasih kepada semua pihak-pihak yang terlibat dalam Musyda ini. Serta memohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kekurangan. Semoga Musyda ini berjalan dengan baik, lancar dan dapat memutuskan progam-progam Muhammadiyah dan Aisyiyah untuk kemajuan seluruh umat, bangsa, dan negara.
Lalu dia bercerita, “Saya sering melihat dan mendengar di traffic light perempatan jalan lampu merah ada suara dari Bapak Wali Kota yang menyerukan Surabaya menjadi kota yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.”
Menurut dia, jargon Surabaya yang sering didengungkan dengan Surabaya Wani, kita tambahi dengan Surabaya Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafur.
Lalu doa mengakak hadirin meneriakkan jargon itu. “Ayo kita coba!” ajak Ustadz Hamri. Ketika Ustadz Hamri meneriakkan dengan lantang kata Surabayaaaaa, langsung peserta Musyda menjawab serentak: Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafur.
Menurut dia, Surabaya yang terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, dan agama harus menjaga kerukunan dan saling menghormati antar satu dengan yang lain. Tiga kerukunan tersebut adalah : Kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama dan kerukunan antara umat beragama dan pemerintah. Inilah yang harus kita jaga bersama. Untuk mewujudkan kota Surabaya yang baldatun thoyyibatun warabbun ghafur.
Dijelaskan, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk saling menghargai, dalam sejarah kita semua tahu bagaimana Rasulullah ketika melepas pasukan untuk berangkat perang berpesan agar tidak merusak tempat ibadah agama orang lain. Kita harus menjaganya dan menghormatinya. Dalam surat al-Kafirun ayat keenam: Untukmu agamamu dan untukku agamaku.
“Saya terkesima dengan ungkapan mantan Menag Mukti Ali yang berbunyi: setuju di dalam perbedaan. Ini ungkapan yang luar biasa. Setuju dalam perbedaan dan saling menghargai dan menghormati. Agama Islam adalah agama yang kita cintai menjadi agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya. Mari kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari,” katanya.
Penulis Dzanur Roin Editor Sugeng Purwanto