Jadi Pengusaha, Wajah Baru PDM Surabaya Ini Buktikan Filosofi Hidupilah Muhammadiyah; Liputan Kontributor PWMU.CO Surabaya Muhammad Syaifudin Zuhri.
PWMU.CO – Musyawarah Daerah (Musyda) Ke-18 Muhammadiyah Kota Surabaya menghasilkan 13 pimpinan dengan 8 wajah baru, Ahad (26/2/2023). Termasuk di urutan terakhir, ke-13, muncul nama baru yaitu Hasan Cholis dengan perolehan 167 suara.
“Saya tidak menyangka masuk 13 anggota PDM meski posisi buncit. Ini amanah besar. Terima kasih kepada seluruh musyawirin,” ungkap Cholis kepada PWMU.CO di Masjid al-Ittihad Manukan Kulon, Surabaya, Sabtu (4/3/2023).
Sebab, Cholis merasa dirinya masih awam dibandingkan 49 kandidat lain yang menurutnya lebih populer dan sangat paham dinamika Muhammadiyah di Kota Surabaya.
“Sebelum Musyda, ada beberapa Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) menghubungi saya, tanya kesediaan saya. Begitu PCM Tandes mengutus saya untuk maju, ya sami’na wa atha’na,” kata pria yang tinggal di Jalan Manukan Tirto, Surabaya, Jawa Timur itu.
Cholis lahir di Surabaya, 13 Februari 1975. Dia anak ke-8 tokoh Muhammadiyah yang berpengaruh di kawasan Surabaya Barat. “Ayah saya Mochammad Sjafe’i, Ketua PCM Tandes tahun 1974-1977. Kebetulan saat itulah saya dilahirkan,” terang Cholis sambil menunjukkan arsip dokumen SK pengesahan ayahnya.
Artinya, lanjut Cholis, darah Muhammadiyah telah mengalir di tubuhnya sejak lahir lalu tumbuh besar dalam keluarga aktivis Muhammadiyah dan Aisyiyah. Dia mengaku masa kecil hingga remajanya hidup dalam kesederhanaan. Untuk membayar sekolah, dia mengandalkan bantuan PCA Petemon.
“Saya ingat betul sejak kelas IV SD sampai SMA, untuk bayar SPP sebesar Rp 3 ribu dibantu Aisyiyah Petemon karena kakak saya aktif di PCA Petemon,” kenang Cholis sambil tersenyum. Matanya berkaca-kaca.
Pengusaha Hidupi Muhammadiyah
Terlahir sebagai anak kedelapan dari sembilan bersaudara dan hanya dua yang laki-laki membuat Cholis harus bisa membantu ekonomi keluarganya. “Saat itu tahun kedua kuliah pelayaran. Saya putuskan berhenti lalu cari kerja untuk bantu ekonomi keluarga. Saya kerja jadi tukang sablon dan tukang las di daerah Prapen Surabaya,” tutur Hasan Cholis penuh semangat.
Seiring berjalannya waktu, Cholis merantau dan bekerja di PLTU Paiton Probolinggo selama belasan tahun. Dia lalu beralih bisnis ke pelabuhanhingga 20 tahun.
“Alhamdulillah, kini saya bisa buka tiga perusahaan sendiri: agensi kapal, distribusi garam, dan logistik barang pelabuhan. Karena usaha sendiri ya lebih bisa mengatur waktu, termasuk bisa mikirin Muhammadiyah,” kata ayah tiga anak ini.
Berdasarkan pengalaman pribadinya, Cholis membuktikan, filosofi ‘Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan cari hidup di Muhammadiyah’ bisa terealisasi saat menjadi pengusaha atau entrepreneur.
“Filosofi ini benar adanya dan saya membuktikannya. KH Ahmad Dahan itu kiai sekaligus pengusaha. Rasulullah Muhammad SAW ya nabi ya pengusaha,” terangnya.
Di sisi lain, lanjut Cholis, pribadi pengusaha akan lebih seimbang dan terarah jika di dadanya ada Muhammadiyah. “Muhammadiyah menjadikan kita lebih seimbang (dunia dan akhirat). Bergaul dengan orang-orang Muhammadiyah bisa saling mengingatkan agar tidak sombong dan hubut dunia,” tegasnya.
Di akhir perbincangan, Cholis memberi pesan khusus kepada generasi Muhammadiyah agar mau berbondong-bondong jadi pengusaha. “Pengin jadi pengusaha sukses? Manfaatkan waktu muda dengan berbagai kegiatan positif! Kaum muda Muhammadiyah jangan isi waktu hanya untuk senang-senang saja,” tutup Hasan Cholis. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni/SN