PWMU.C0 – Di Tiongkok, nama masjid biasa disandarkan dengan nama jalan atau daerah tempat dia berada. Seperti Masjid Niu Jie yang berada di jalan Niu Jie atau Masjid Madan yang berlokasi di Jalan Madan. Demikian pula Masjid Besar Barat, Linxia, Tiongkok, yang berada di bagian Barat kota atau negara.
Yang juga khas, masjid-masjid di Tiongkok umumnya berarsitektur lokal khas Tiongkok, seperti yang terpotret dalam arsitektur Masjid Cheng Hoo di Surabaya atau Pandaan, Jawa Timur, Indonesia. Tapi, arsitektur itu tidak digunakan oleh Masjid Besar Barat.
(Berita terkait: Shalat Dhuhur Berjamaah dengan Suhu 3 Derajat Celcius di Lianxia Tiongkok dan 7 Terowongan Menuju Linxia, Kota dengan 60 Persen Penduduk Muslim)
Menurut Imam Nuh Idris, masjid yang didirikan 30 tahun yang lalu itu bernuansa Timur Tengah, seperti juga kebanyakan masjid di Indonesia. Ada ciri khas kubah dengan bangunan sederhana, tanpa ornamen dan warna unik laiknya masjid kuno Tiongkok. “Saya ingin seperti masjid yang ada di Timur Tengah saja,” kata Nuh dalam bahasa Arab yang diterjemahkan Dr Syamsuddin, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim.
Di Tiongkok, masjid di samping menjadi tempat shalat berjamaah, juga menjadi wadah pendidikan non formal untuk mengajarkan ilmu agama, semacam madrasah atau pesantren di Indonesia. “Masa pendidikannya selama 5 tahun,” ujar Nuh yang fasih berbahasa Arab itu. Nuh Idris sendiri adalah lulusan pendidikan semacam ini di Tiongkok.
(Berita terkait: Pengalaman Terkecoh Mengikuti Jumatan Unik di Masjid Niu Jie Beijing Tiongkok)
Pada tahun pertama, kata Nuh, yang diajarkan adalah baca tulis Alquran. “Berikutnya adalah penguatan tata bahasa yaitu nahwu, syaraf, dan balaghah,” kata Nuh sambil mengambil contoh buku pelajaran dan menunjukkan pada delegasi dari MUI, Muhammadiyah, dan NU Jatim, serta Masjid Cheng Hoo Surabaya, yang mengunjungi masjid tersebut, Senin (10/2) siang.
“Tahun kelima diajarkan kitab-kitab tafsir, di antaranya Tafsir Al-Jalalain dan Al-Baidlawi,” tutur Nuh yang berkeinginan bisa berkunjung ke Indonesia. Dia menambahkan, buku-buku pelajaran itu didatangkan dari organisasi Deoban, yang berada di Aljazair, Afrika Utara. Masjid Besar Barat Linxia sendiri memiliki 50 santri. Mereka yang lulus akan berdakwah menjadi imam di masjid-masjid Tiongkok.
(Berita terkait: Ketika Ada Dua Arah Kiblat Shalat di Bandara Internasional Beijing)
Nuh yang mempunyai dua anak dan salah satunya belajar di Sudan ini menjelaskan, pemerintah Tiongkok memang memberi kebebasan beragama kepada umat Islam. “Pemerintah kami menoleransi praktik dan kegiatan keagamaan yang sifatnya tertutup (sirr),” kata Nuh yang mengaku pengikut Sunni dengan madzhab Hanafi. Ia membantah jika disebut sebagai Jamaah Tabligh.
Nuh menambahkan, Linxia adalah salah satu kabupaten di Provinsi Gunso Tiongkok yang berpenduduk Muslim mencapai 65 persen. PWMU.CO yang sempat berkeliling ke beberapa tempat di Kota Linxia memang melihat nuansa Islam di mana-mana. Toko dan restoran Muslim dengan warna hijau yang mendominasi. Demikian juga terlihat banyak wanita berkerudung dan pria-pria yang menggunakan peci putih, termasuk di jalan-jalan dan supermarket. (Nurfatoni)