Gerakan jamaah ekonomi: menggerakkan gerbong masa depan
Selanjutnya adalah gerakan jamaah ekonomi. Hal ini yang saat ini benar benar dinantikan masyarakat secara luas. Banyaknya amal usaha Muhammadiyah dan amal usaha Aisyiyah merupakan potensi yang besar. Ditambah lagi dengan usaha–usaha individual dan aset Persyarikatan yang konon terbesar di dunia. Kegagalan Bank Persyarikatan, Global TV, dan banyak lagi merupakan pelajaran berharga bagi Muhammadiyah di bidang ekonomi.
Hasil Muktamar Makassar menempatkan ekonomi sebagai pilar ketiga setelah sosial-kesehatan dan pendidikan. Biarpun secara historis bangunan Muhammadiyah ditopang dengan jiwa kewirausahaan KH Ahmad Dahlan yang melakukan perjalanan ekonomi dan dakwah tiada terputus, ternyata bangunan ini rubuh ketika pertautan birokrasi yang erat zaman Orde Baru yang membukakan pintu bagi masuknya para priyayi yang notabene pegawai negeri sipil mewarnai dinamika di Persyarikatan.
(Baca: Setan pun Butuh Liburan, Refleksi Kiprah Kebangsaan Muhammadiyah di Tahun 2016)
Maka membangun jamaah di bidang ekonomi ini seakan mulai dari nol. Beberapa langkah di bawah ini nampaknya perlu dipertimbangkan Muhammadiyah untuk bangkit dari nol, serta menata kembali pranata ekonomi yang mengalami degradasi dan menyedihkan itu. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
Pertama, kembali ke khittah atau paradigma awal dalam pengembangan ekonomi Muhammadiyah, yaitu bottom up. Di samping itu, adalah mempersiapkan sumberdaya manusia yang jujur dan amanah. Pengalaman menunjukkan bahwa tidak sedikit manusia cerdas yang bergabung dan turut berkiprah di Muhammadiyah. Namun kenapa terjadi keterpurukan?
Salah satu sebab utamanya adalah kurangnya amanah dan kejujuran pada mereka yang mengelola lembaga-lembaga yang ada di Muhammadiyah. Menanamkan sikap tersebut bukan sesuatu yang sederhana, seluruh anggota Muhammadiyah perlu melakukan re-thinking tentang Muhammadiyah itu sendiri. Ideologi perjuangan Muhammadiyah “amar ma’ruf nahi munkar” harus benar-benar tertanam dalam jiwa seluruh anggota Muhammadiyah.
Kedua, revitalisasi Majelis/ Lembaga/BUMM yang dimiliki dari pusat sampai ke ranting. Jika dicermati secara seksama, terlihat jelas bahwa lembaga ekonomi itu telah mengalami kehilangan elan vitalnya dan orientasi. Hal ini harus menjadi perhatian yang serius bagi semua warga Muhammadiyah.
Ketiga, menjalin kerjasama ekonomi dengan lembaga yang sudah jelas kiprahnya, sehingga tercipta sebuah kerjasama yang menguntungkan kedua belah pihak. Kerjasama bisnis yang dibangun harus terbuka dengan lembaga manapun asalkan dalam kerangka kemaslahatan.
Keempat, membentuk badan usaha yang secara realitas dapat dikembangkan. Sebenarnya, membuka mini market bukanlah sesuatu yang rumit bagi Muhammadiyah. Namun mengapa tidak dilakukan? Mungkin paradigma kita lebih senang memandang langit dari pada menginjak bumi.
Kelima, optimalisasi Lembaga Audit, sebut saja Majelis Pemeriksaan Keuangan Muhammadiyah (MPK-M) yang dapat memeriksa dan mengevaluasi kondisi keuangan seluruh amal usaha Muhammadiyah.
Keenam, melakukan langkah penetrasi ke dalam Pasar Modal dan berfikir strategis penguasaan aset-aset yang terkait kepentingan masyarakat luas.
Almarhum Kuntowijoyo memberikan tiga muatan menanggapi dua gerakan di atas sebagai bagian dari karakteristik ilmu sosial profetik, yakni kandungan nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi. Tujuannya, supaya diarahkan untuk merekayasa masyarakat menuju cita-cita sosial-etiknya di masa depan. Menurutnya, humanisasi adalah memanusiakan manusia. Di era sekarang ini banyak terjadi proses dehumanisasi karena masyarakat industrial ini menjadikan kita sebagai bagian dari masyarakat abstrak tanpa wajah kemanusiaan.
Apalagi di tengah mesin-mesin politik dan pasar. Sementara ilmu teknologi juga berkecenderungan reduksionistik yang melihat manusia secara parsial. Tujuan liberatif adalah liberalisasi bangsa dari kekejaman kemiskinan, keangkuhan teknologi, dan pemerasan kelimpahan. Kita menyatu rasa dengan mereka yang miskin, yang terperangkap dalam kesadaran teknokratis, dan mereka yang tergusur oleh kekuatan ekonomi raksasa. Kita ingin bersama-sama membebaskan diri dari belenggu yang kita bangun sendiri. Adapun tujuan transendensi adalah menambah dimensi transendental dalam kebudayaan. Kita sudah banyak menyerah arus hedonisme, materialisme, dan budaya yang dekaden.
Kita percaya sesuatu harus dilakukan, yaitu membersihkan diri dari fenomena yang diungkapkan Kuntowijoyo tersebut dengan mengingatkan kembali dimensi transendental yang menjadi bagian sah dari fitrah kemanusiaan. Maka gerakan ini merupakan gerakan melawan takhayul kontemporer (takhayul politik dan ekonomi) yaitu mereka yang 1 persen-lah yang mengendalikan politik dan ekonomi bangsa ini. Maka harus dilawan dengan gerakan dakwah jamaah secara sistematis dan terencana dalam ridla Allah SWT melalui Persyarikatan yang kita cintai ini. Semoga. (*)
*) Uzlifah adalah aktivis Aisyiyah Kota Malang.