Akrab di Grup Kontributor, Akhirnya Bertemu di Kereta Kelinci; Liputan Kontributor PWMU.CO Jember Disa Yulistian.
PWMU.CO – Saya bergegas menuju ‘kereta kelinci’, bus yang dimodifikasi menyerupai kereta. Kendaraan inilah yang membawa rombongan aktivis Aisyiyah ke lokasi Musyawarah Daerah (Musyda) Ke-11 Aisyiyah Kabupaten Jember, Ahad (26/3/2023).
Mereka berpindah dari mengikuti pembukaan Musyda di MBS Tanggul ke lokasi Musyda Aisyiyah di Pondok Pesantren Bambu Kuning, Kecamatan Tanggul, Jember.
Rombongan Aisyiyah menyusul naik ke kereta kelinci yang saya tumpangi maupun kereta kelinci lainnya. Ini kloter kedua. Sebelumnya sudah berangkat tiga kereta kelinci.
Suara lagu dangdut berbalapan dengan riuh obrolan aktivis Aisyiyah yang duduk di belakang. Mereka bercengkrama dan berfoto sesekali dengan selingan tawa. Mereka menikmati perjalanan tak lebih dari lima belas menit itu.
Melihat ini, saya berpikir menarik sekali konsep Musyda kali ini. Meskipun tempat Musyda Muhammadiyah dan Aisyiyah terpaut jarak, nyatanya tak menyulitkan peserta.
Saya hanya berdua dengan teman dari perwakilan Kwartir Daerah Hizbul Wathan Kabupaten Jember. Tiba-tiba muncul keinginan memfoto aktivis Aisyiyah yang duduk di belakang. Saya memberanikan diri izin, “Ngapunten Ibu-Ibu, saya izin foto untuk keperluan berita.”
Kompak, semua memalingkan wajah ke arah kamera dan tersenyum. Saya mengambil beberapa foto dengan beberapa gaya. Lantas ada salah satu ibu-ibu yang mengatakan, “Dik, minta tolong fotonya dikirim ke saya ya.”
Setelah menuliskan nomor telepon yang dia sebutkan, saya menanyakan namanya. Humaiyah. Jawabnya dengan latar suara riuh bercampur lagu dangdut. Sekali lagi saya lontarkan pertanyaan yang sama, “Ngapunten, atas nama siapa Bu?”
Humaiyah, jawabnya sekali lagi. Sepersekian detik pikiran saya mencernanya. Setelah menyadari sesuatu, saya langsung memalingkan muka ke sosok di hadapan saya. “Bu Hum! Ini Adis, Kontributor PWMU.CO.”
Gayung Bersambut
Gayung bersambut. Wajah sumringah seketika tampak darinya. “Oalah, Mbak Adis,” ujarnya masih tak percaya. Begitulah kalau mengenal dari media sosial. Padahal sering berbincang di WhatsApp, tapi waktu pertama bertemu langsung justru seperti tidak kenal.
Sebelumnya, kami tergabung pada grup Liputan Khusus Musyda Kabupaten Jember dengan beberapa kontributor PWMU.CO lainnya di Kabupaten Jember. Dialah pioneer terbentuknya tim ini.
Percakapan hanya berjalan beberapa saat karena lagi-lagi terganggu kencangnya suara musik dangdut. Sebelumnya sempat aku tutup, “Bu, nanti kalau sudah turun kita ngobrol-ngobrol, ya.” Humaiyah mengiyakan semangat.
Tak ingkar. Saat kereta kelinci sampai di tujuan, saya lantas mencarinya. Saya menggandeng tangannya kemudian saya sapa hangat, “Bu Hum, katanya habis sakit?” Pertanyaan pertama yang saya lontarkan karena di awal terbentuknya grup Liputan Khusus Kabupaten Jember itu dia menjelaskan habis operasi.
“Iya habis pecah pembuluh di otak,” ungkapnya tenang. Tak terlihat darinya kalau habis sakit seperti itu. Langkahnya tetap tegap dan menggenggam erat tangan saya.
Saya kembali bertanya masih tak percaya, “Tapi Bu Hum sudah sehat sekarang?”
“Alhamdulillah, sekarang sehat. Jadi, akhir tahun kemarin saya operasi dua kali. Operasi pengangkatan rahim dan operasi pecah pembuluh darah di otak,” jelasnya.
Saya takjub mendengarnya. Semangat berorganisasinya tak terkalahkan. Bahkan semangat juangnya itulah menurut saya yang menjadikannya sehat.
Saya masih sangat ingat dia yang pertama kali mengirim pesan kepada saya. Semangat mengirimi saya flyer Musyda lewat pesan WhatsApp, “Mbak, ayo kita bikin tim, ayo!”
Obrolan berakhir ketika dia izin untuk segera bergabung di Musyda ‘Aisyiyah. Pertemuan singkat itu sangat memberi kesan mendalam untuk saya. Sebagai cerminan diri bahwa dakwah tidak terukur dari usia tapi keikhlasan hati. Tentunya, ini pelajaran berharga tak hanya untuk saya saja. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni/SN