Pengajian dan Generasi Stroberi oleh M. Islahuddin, mahasiswa S3 Universitas Muhammadiyah Malang.
PWMU.CO– Ucapan Megawati di acara Kick Off Pancasila dalam Tindakan Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting yang digelar BKKBN beberapa waktu lalu menimbulkan pro kontra.
”Saya ngeliat ibu-ibu tuh ya maaf ya, sekarang kayaknya budayanya beribu maaf, kenapa toh seneng banget ikut pengajian ya. Maaf beribu-ribu maaf, saya sampe mikir gitu, iki pengajian ki sampai kapan toh yo, anake arep dikapakke (ini pengajian sampai kapan, anaknya mau diapain)?”
Pernyataan itu menimbulkan pertanyaan. Benarkah ibu-ibu yang aktif di pengajian menjadi sebab anak-anaknya telantar, tak terurus, hingga kurang gizi dan stunting?
Pernyataan Megawati hanyalah asumsi. Karena belum ada bukti ibu-ibu yang aktif pengajian menyebabkan anaknya telantar dan pendidikannya tak terurus. Banyak variabel anak kurang gizi, stunting, atau terlibat kenakalan remaja.
Namun kenapa Megawati hanya menyorot ibu-ibu pengajian? Kenapa bukan ibu-ibu sosialita yang ikut arisan dan suka pamer kemewahan? Pernyataan salah sasaran ini yang menciptakan kontroversi.
Megawati adalah anak Presiden Sukarno dan Ibu Fatmawati. Bung Karno dan Fatmawati dipertemukan dalam aktivitas Muhammadiyah di Bengkulu kurun tahun 1938-1942. Ayah Fatmawati, Hasan Din, Ketua Muhammadiyah Cabang Bengkulu. Bung Karno di pengasingannya itu aktif di Majelis Pengajaran Muhammadiyah Bengkulu menjadi guru.
Kalau merujuk riwayat ini sebenarnya Megawati adalah anak-anak yang lahir dari ayah dan ibu yang aktif di pengajian dan dakwah.
Ruh Muhammadiyah
Allahuyarham Pak AR Fachruddin menyatakan pengajian adalah ruhnya Muhammadiyah. Tanpa pengajian Muhammadiyah ibarat jasad yang sudah tak bernyawa. Betapapun hebatnya seseorang, bila nyawanya sudah tak ada, ia hanyalah mayat yang tidak lagi mampu memberikan manfaat bagi orang lain.
Mayat menjadi tanggung jawab orang lain untuk memandikan, menshalatkan dan menguburkan. Demikian halnya dengan Muhammadiyah, bila tanpa pengajian, ia kehilangan kemampuan memberikan kemanfaatan bagi umat, bahkan menjadi beban.
Menurut pengamatan saya, orang-orang yang sering bermasalah dalam Muhammadiyah, apakah di amal usaha atau persyarikatan, bila ditelusuri, ternyata kebanyakan bukanlah orang yang ahli mengaji.
Perkembangan Gerakan Muhammadiyah tidak bisa dilepaskan dari pengajian. Kaidah-kaidah persyarikatan menjadikan pengajian menjadi inti gerakan. Ranting Muhammadiyah berdiri dengan syarat minimal memiliki amal usaha pengajian anggota, pengajian umum, dan jamaah.
Demikian pula untuk level kepemimpinan cabang, daerah, dan wilayah, mensyaratkan memiliki amal usaha pengajian pimpinan dan pengajian mubaligh.
Pengajian umum, di samping merupakan bagian dari sistem pembinaan anggota juga menjadi bagian dari sistem dakwah Muhammadiyah kepada para simpatisan. Pengajian ini menjadi media Muhammadiyah untuk melaksanakan misi menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber kepada al-Quran dan as-Sunnah kepada masyarakat umum.
Anggota Muhammadiyah sebagai inti anggota pengajian dan masyarakat umum sebagai sasaran dakwah Muhammadiyah. Kewajiban ranting menyelenggarakan pengajian umum mengindikasikan bahwa sasaran dakwah Muhammadiyah haruslah senantiasa diperluas di kalangan masyarakat umum, sehingga makin hari makin banyak masyarakat umum yang menerima dakwah Islam.
Sebagai anggota Muhammadiyah tugas kita adalah memasarkan dan merekrut sebanyak-banyaknya orang-orang yang Anda kenal untuk mengikuti pengajian ini.
Kalau kita telusuri dengan teliti, ternyata tugas utama anggota Muhammadiyah adalah mengaji dan mengajak orang mengaji. Tugas mengaji diperlukan untuk keperluan pembinaan diri agar dari hari ke hari tauhidnya makin mantap, pemahaman agamanya semakin luas dan mendalam, dan amal islaminya dalam kehidupan pribadi dan keluarganya mewujud dalam perilaku.
Sedangkan tugas mengajak orang mengaji, merupakan aktualisasi pelaksanaan dakwah yang paling sederhana yang bisa dilakukan oleh semua anggota Muhammadiyah.
Bayangkan, apabila semua anggota Muhammadiyah mengaji, dan masing-masing dapat mengajak minimal seorang simpatisan dalam sebulan, maka dalam sebulan saja jumlah peserta pengajian Muhammadiyah akan menjadi dua kali lipat. Betapa dahsyatnya!
Generasi Stroberi
Sekarang ada istilah generasi stroberi yang dikenalkan Prof Rhenald Kasali. Awal mulanya istilah ini muncul di Taiwan. Generasi stroberi digambarkan anak muda yang banyak gagasan kreatif tetapi mudah menyerah, dan mengkerut kalau menghadapi masalah. Seperti buah stroberi yang indah merah merona namun lembek ketika ditekan.
Generasi stroberi ini memiliki watak suka baperan, mudah sakit hati, flexing (pamer), lebay. Sifat ini bisa dibaca dari ungkapan dan keluhan di status media sosialnya seperti Instagram, FB, Twitter. Ungkapan seperti butuh healing, kondisi health mental, bete, dan sejenisnya menunjukkan sifat lebay dan lemahnya. Sifat ini terbentuk bisa jadi karena zaman sekarang serba instan. Segala kebutuhan mudah didapat hanya lewat HP. Berkat internet dan kemajuan IT.
Kasus Mario Dandy, anak pejabat pajak Kemenkeu, bisa jadi contoh. Suka pamer mobil di medsos. Sakit hati soal perempuan lalu menyiksa anak yang dianggap musuhnya. Bukan hanya dia yang diusut, kekayaan bapaknya pun ikut dibongkar dan ditemukan harta tak wajar. Anak polah bapak kepradah.
Mario Dandy bisa jadi produk anak yang ibunya tak suka datang ke pengajian. Anak-anak model begini lebih berbahaya daripada anak kurang gizi dan stunting. Daya rusak mentalnya lebih besar pengaruhnya ke generasi sesamanya.
Untuk menghindari kelahiran anak model Mario Dandy justru ibu-ibu perlu rajin ke pengajian. Supaya tahu bagaimana mendidik anak yang baik. Seperti ibu-ibu muda Nasyiah yang rajin ke pengajian dengan membawa anak-anaknya. Pengajian menjadi menggembirakan buat anak-anak.
Editor Sugeng Purwanto