Muhammadiyahnomics Jadi Laporan Utama Majalah Matan; Oleh Miftahul Ilmi, Redaksut Majalah Matan
PWMU.CO – Persoalan ekonomi belakangan menjadi tema sentral dalam berbagai diskusi di panggung akademik, politik, dan pendidikan. Bahkan agama dan kebudayaan. Kehidupan manusia memang tak mungkin lepas dari sektor kehidupan satu ini. Dalam berbagai realitas justru faktor ekonomi menjadi basis dan penentu bagi dinamika keberlanjutan sektor lainnya. Misalnya, politik nasional yang kini ditengarai banyak dikendalikan oligarki alias pemilik modal besar.
Sayangnya, umat Islam masih mengidap kelemahan di titik ini. Tak terkecuali Muhammadiyah sebagai gerakan Islam sejak 1912 yang sejatinya malah digagas seorang saudagar muslim Kiai Ahmad Dahlan. Bagaimana gerakan Islam Berkemajuan membaca dirinya dan bangsa ini menata kehidupan ekonominya ke depan dan strategi apa yang mesti dilakukan?
Ihwal inilah yang menjadi telaah Kajian Ramadhan 1444 yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (25/3/2023). Dalam kajian yang bertema, ‘Membangkitkan Jihad Ekonomi’ beberapa praktisi, penentu kebijakan nasional, dan pimpinan Persyarikatan mengulik kembali amanat Muktamar Makassar 2015 lalu yang mendorong terobosan jihad ekonomi.
Dalam kajian akademik meminjam istilah kebijakan ekonomi yang lahir dari suatu periode pemerintahan atau kelompok sosial tertentu bisa disebut Muhammadiyahnomics, yaitu gerakan pemikiran dan amal usaha ekonomi Muhammadiyah yang berlandaskan keberagamaan, keadilan, dan kesejahteraan untuk semua.
Upaya PWM Jatim Jadi Pionir Jihad Ekonomi
Ketua PWM Jatim Dr dr Sukadiono MM menuturkan, jihad di bidang ekonomi masih pada tataran wacana. “Itulah kenapa kita mengambil tema Membangkitkan Jihad Ekonomi Muhammadiyah. Itu karena sudah menjadi keputusan Muktamar Makassar 2015 dan Muktamar Solo Surakarta 2022 lalu,” paparnya.
Dikatakan, Jawa Timur ingin menjadi pionir kebangkitan ekonomi Muhammadiyah yang diharapkan menjadi contoh untuk Pimpinan Wilayah Muhammadiyah yang lain. Sukadionomelihat, core Muhammadiyah selama ini hanya di bidang sosial, kesehatan, dan kebencanaan. “Namun kali ini kami ingin menambahkan kebangkitan ekonomi Muhammadiyah di Jawa Timur dalam rangka mengimplementasikan Islam Berkemajuan,” tambahnya.
Memang, spirit jihad ekonomi Muhammadiyah ditujukan untuk membangun kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Karena selama ini masih terdapat ketimpangan yang tinggi antara kaum miskin dan berpunya. Di negeri ini, ada 1 persen kelompok yang menguasai hingga 50 persen kekayaan di Indonesia. Dengan uangnya itu, mereka bisa memiliki pengaruh yang kuat dalam setiap penentuan kebijakan. Sayang, kekuatan tersebut tak dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak, melainkan untuk kelompoknya sendiri. Maka dari itu Muhammadiyah harus ikut berperan dalam membangun jihad ekonomi. Jika tidak, maka kelompok kecil itulah yang akan semakin berkuasa. Sehingga ekonomi yang berkeadilan akan sulit tercapai.
Jangan Pakai Filosofi Sijitibeh
Sedangkan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti menjelaskan, Muhammadiyah memiliki empat modal untuk membangun jihad ekonomi. Pertama, spiritual teologis. Islam adalah agama yang mendorong umatnya untuk produktif, mandiri, dan kreatif. Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa Allah menciptakan alam semesta dan menjadikan manusia bertebaran di muka bumi dengan rezeki di manapun berada.
“Tetapi tentu saja rezeki yang dijemput dengan ikhtiar. Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan lima istilah terkait wirausaha. yakni amala, fa’ala, kasaba, sa’a, dan sana’a. Al-Qur’an juga mencontohkan umatnya untuk bisnis. Dalam hadis disebutkan, pekerjaan paling baik adalah lelaki yang mandiri,” katanya.
Kedua, modal sosial kultural. Muhammadiyah punya kultur kewirausahaan yang sangat kuat. Banyak riset mengatakan bahwa Muhammadiyah di masa awal itu memiliki kultur kewirausahaan di kalangan pribumi dan santri. KH Ahmad Dahlan adalah abdi dalem atau bisa disebut PNS yang pebisnis. “Jadi yang PNS jangan ragu berdagang. Muhammadiyah punya kultur Mukidi: Muda Kaya Intelek Dermawan Idealis,” kelakarnya.
Ketiga, modal jaringan. Muhammadiyah punya banyak pengusaha yang bisa dijadikan kekuatan dalam berjejaring. Keempat, modal politik. Banyak kebijakan negara itu tidak selalu positif terhadap pemberdayaan ekonomi. Misalnya, ada ketimpangan ekonomi. Tetapi adanya ketimpangan ekonomi tidak boleh membuat kita membenci orang kaya. Justru yang di atas itu biarkan di atas. Lalu yang di bawah diangkat.
“Jangan memakai filosofi Sijitibeh: Mati Siji Mati Kabeh. Yang di atas diturunkan, yang di bawah gak bisa naik. Itu hancur-hancuran namanya. Karena itu semangat Muhammadiyah dengan perbedaan taraf ekonomi adalah bagaimana bisa mengangkat di bawah supaya bisa ke atas. Ada slogan mengubah muzakki menjadi mustahiq. Tapi memang ada orang yang tak mau jadi muzakki karena menikmati sebagai mustahik,” tuturnya.
Ibadah Sekaligus Peluang Ekonomi
Untuk memanfaatkan empat modal itu, pertama yang harus dilakukan adalah menanamkan mindset wirausaha. Kedua perlu kapitalisasi social entrepreneurship. Menurut Islam ada 6 gerakan filantropi yang menjadi pilar ekonomi Islam, yakni zakat, infak, sedekah, wakaf, hadiah, dan hibah. Kalau semua itu dikelola sebagai kekuatan ekonomi, maka akan menjadi gerakan yang luar biasa. Potensi zakat saja sudah triliunan rupiah. Belum infak, sedekah, dan lainnya.
“Tetapi distribusi dan pemaknaan kita terhadap enam hal ini masih bersifat charity. Saya mencoba memahami al-Qur’an itu memesankan kepada kita bahwa infak harus menjadi investasi. Dalam surat Al-Baqarah disebutkan perumpamaan orang berinfak di jalan Allah dilipatgandakan 700 kali. Ajaran ini seringkali diartikan orientasinya pahala saja. Kalau hanya berorientasi itu, tidak akan punya daya gedor terhadap jihad ekonomi. Kenapa al-Qur’an membuat metafor dalam bentuk menanam pohon? Menanam pohon itu berinvestasi. Satu pohon bisa jadi tidak hanya tujuh ratus, tapi berkembang beribu-ribu yang dihasilkan dari situ,” ujarnya.
“Misalnya, mustahik-mustahik bisa kita berikan modal dengan keterampilannya supaya punya minimarket. Infak kan boleh untuk bangun minimarket. Jadi tidak perlu menebarkan rasa tidak suka pada perusahaan yang punya banyak jaringan minimarket itu. Tetapi kita bikin. Lalu tanah wakaf kita itu berapa? Coba kalau kita tanami duren semua, itu luar biasa nilainya. Jadi menurut saya enam sumber ekonomi Islam kalau kita kelola dengan pendekatan yang ‘kapitalistis’, itu luar biasa,” imbuhnya.
Ketiga, kooperasi. Muhammadiyah punya BTM (Baitut Tamwil Muhammadiyah) yang banyak. Ini menunjukkan Muhammadiyah bisa meningkatkan kooperasi. Keempat, membangun creative capitalism. Yakni harus bisa mengemas berbagai unit usaha sosial itu menjadi unit usaha yang punya nilai ekonomis. Organisasi nonprofit itu bisa dikelola menjadi bisnis yang besar. Muhammadiyah memang badan hukumnya nonprofit, tapi amal usahanya bisa dikembangkan menjadi not for profit.
“Not for profit itu dapat keuntungan dari amal usaha tetapi profitnya kita gunakan dan diputar lagi untuk kegiatan dakwah Muhammadiyah. Kalau kita mau mengembangkan ini, maka Muhammadiyah akan bisa bangkit dan maju dalam bidang ekonomi,” tuturnya.
Mu’ti menyampaikan, banyak peluang bisnis yang dekat dengan syariat agama. Di Jakarta, misalnya, ada profesi perias jenazah. Ada jasa mengerahkan orang takziah. Mungkin di Islam tidak boleh merias jenazah. Tetapi banyak orang Islam tidak berani mengkafani jenazah dan memandikan. Ini menjadi peluang bisnis yang bagus. Saat ini ada amal usaha bernama husnul khatimah di Yogya. Per bulan jamaahnya iuran 15 ribu. Begitu meninggal, dapat paket memandikan dan mengafankan.
“Kita bisa lihat juga tren pakai kerudung meningkat. Tak hanya sekadar menutup aurat tapi juga gaya hidup. Sehingga kalau kerudungnya makin panjang, maka itu peluangnya makin besar. Apalagi yang bercadar. Kita bisa belajar pada Saudi. Itu ngasih visa gratis 4 hari. Tapi harus pakai Saudi Air. Akhirnya ada keuntungan bisnis. Jadi, saya ingin menyampaikan bahwa banyak aspek ibadah yang di dalamnya melekat peluang bisnis. Dan Muhammadiyah harus semangat dalam jihad ekonomi. Biar tidak sekelompok kecil saja yang memainkan. Kalau kedaulatan hanya pada kelompok kecil, maka harapan keadilan tidak akan pernah terwujud. Karena keadilan meniscayakan fair distribution,” ujarnya.
Baca selengkapnya di majalah Matan Edisi Maret 2023. Info pemesanan: 08813109662 (*)
Editor Mohammad Nurfatoni