PWMU.CO – Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr M Saad Ibrahim mengatakan bahwa jabatan presiden, menteri, gubernur, atau bupati bukan jaminan bagi pemiliknya untuk menjadi orang yang terbaik. “Kecuali jika mereka belajar dan mengajarkan Alquran. Sebab Nabi Muhammad SAW menyatakan, khayrukum man ta’allamal Qur’ana wa’allamahu (sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya).”
Hal itu dikatakan Saad di hadapan jamaah Pengajian Ahad Pagi yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kebomas, Gresik, di Masjid At Taqwa Giri, (23/4). “Bukankah selain bertugas mengendalikan urusan duniawi, mereka juga berkewajiban menjaga eksistensi agama,” kata Saad. Menjaga eksistensi agama, tambahnya, dimulai dengan memelajari Kitab Suci-nya dan mengajarkannya untuk orang lain.
(Baca: Tawa dan Tangis, Dua Wajah Pak Saad di Mimbar Muhammadiyah)
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini juga berpesan agar warga Muhammadiyah menjadikan kekuatan dzikir dan penyerahan diri sebagai syifa (obat). “Itulah kekuatan bagi orang-orang pilihan Allah,” ujarnya.
Saad memberi contoh bagaimana kekuatan itu berjalan. “Di salah satu masjid di Kota Batu pengurus berencana mengganti karpet. Keesokan harinya ketika shalat Dhuhur, seseorang yang tak dikenal menyerahkan sejumlah dana yang nominalnya bisa menutup kebutuhan karpet masjid,” kisah Saad.
(Baca juga: Pentingnya Iradah dalam Setiap Pribadi Warga Muhammadiyah)
Hal yang nyaris sama, tambahnya, juga terjadi di sebuah masjid di Brengkok, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan. Sabtu (22/4) malam pengurus masjid tersebut curhat soal kekurangan dana pembangunan pada Saad. “Lha kuasa Allah, pagi ini di Masjid At-Taqwa Giri dipertemukan dengan Bupati Lamongan, yang insyaallah menyanggupi kekurangan dana tersebut,” ungkap Saad. “Orang-orang yang beriman akan diberikan jalan dari arah yang nggak disangka-sangka. Itu janji Allah.”
Dalam pengajian yang disediakan kue dan minum gratis oleh SD Muhammadiyah 1 Giri itu, hadir Bupati Lamongan H Fadeli. Dia menuturkan punya keterikatan dengan Muhammadiyah. Hal itu tak lepas dari masa kecilnya yang banyak dihabiskan di rumah keluarga Saad. Fadeli juga menceritakan pengalamannya sebagai bupati yang sekaligus menjaga umat.
(Baca juga: Tatkala Muadzin, Imam, dan Jamaah Dirangkap Satu Orang: Fenomena Islam di Xiamen Tiongkok)
Yang menarik, Saad juga menceritakan pengalamannya ketika berkunjung ke Tiongkok bersama beberapa wakil ormas Jatim yaitu MUI, PW Muhammadiyah, PWNU, dan Yayasan Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya.
“Menurut saat, yang perlu dipelajari, dan mungkin pautu dicontoh, dari Bangsa Tiongkok adalah produktivitasnya. “Itu terlihat dari cara jalan mereka berjalan. Cepat sekali,” katanya. “Bahkan saat di kabin pesawat pun para pramugari masih saja cepat jalannya,” jelas Saad.
(Baca juga: Kota Linxia: Mekah Kecil di Negeri Komunis dan Masjid Besar Barat Linxia: Tempat Dicetaknya Ulama-Ulama Tiongkok)
Soal perkembangan Islam di Tiongkok, Saad menyampaikan bahwa Muslim di sana memiliki sejarah yang panjang. Islam di sana lebih dulu dari Islam Nusantara. “Menurut catatan prasasti yang terdapat pada beberapa situs Islam, seperti makam dan masjid, kedatangan Islam di Tiongkok sudah berlangsung di zaman Khalifah Usman bin Affan,” ungkap Saad yang juga mengungkapkan bahwa di Kota Linxia, populasi umat Islam mencapai 65 persen.
Yang menarik, tambah Saad, umat Islam di Tiongkok ternyata mendapat kebebasan beragama. “Bahkan, di Masjid Guanzhou, imam dan marbot digaji oleh pemerintah. Hanya saja dakwah di sana tidak boleh dilakukan di luar kompkels masjid, seperti yang biasa terjadi di Indonesia. Apalagi menyangkut politik, sangat dilarang,” ungkapnya.
Ada satu kenangan tak terlupakan yang diceritakan Saad ketika di Tiongkok, yaitu ‘keberhasilannya’ naik Tembok Besar sampai pos ke 4 dari 6 pos yang ada. “Jika waktu yang disediakan pihak travel tidak habis, insyaallah saya masih sanggup sampai di pos tertinggi,” kisahnya. (Berita soal ini bisa dibaca pada link: Semangat Ketua PW Muhammadiyah Jatim Menaklukkan Great Wall di Tiongkok) (Mahfudz Efendi/MN)