Menafsir Ulang Mustadhafin dan Pentingnya Data Base; Liputan Ain Nurwindasari
PWMU.CO – Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Hasan Abidin MPdI mengatakan kegiatan baksos yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Gresik menunjukkan semangat warga ‘Aisyiyah.
Hal itu disampaikan pada kegiatan Baksos Ramadhan bertema ‘Ramadhan Momentum Mewujudkan Semangat Al-Ma’un’ di Gedung Dakwah Muhammadiyah (GDM) Gresik, Ahad (16/4/2023).
“Di waktu yang seperti ini justru menunjukkan semangat yang luar biasa. Ini bukan sesuatu yang mudah tapi menjadi mudah. Kenapa? Karena ada spirit,” ucapnya mengawali kajian Ramadhan dan dialog yang diikuti oleh seluruh anggota PDA Gresik dan perwakilan PCA se-Kabupaten Gresik.
Hasan menuturkan Muhammadiyah didirikan 1912 dan sudah memulai spirit filantropi dari al-Ma’un sejak sebelum didirikannya.
“Kenapa spirit al-Ma’un menjadi penting karena ini menjadi doktrin awal yang dikembangkan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan. Jadi KH Ahmad Dahlan melihat apa yang terjadi di depan mata, kemudian terjadi ketimpangan-ketimpangan sosial,” terangnya.
Menurutnya, al-Ma’un menjadi sebuah doktrin yang luar biasa pada awal berdirinya Muhammadiyah. KH Ahmad Dahlan ingin menjadikan spirit Al-Ma’un sebgai kerangka berpikir, bahwa sebelum dipraktikkan itu dipahami dulu.
“Di Muhammadiyah itu terkenal dengan ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ilmu yang bisa diamalkan, dan amal yang didasarkan pada ilmu. Ini sudah dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan pada masa itu,” jelasnya.
Hasan menyatakan proses internalisasi ayat-ayat al-Qur’an sudah dilakukan di awal berdirinya Muhammadiyah.
“Yang menarik adalah ayat yang dimunculkan itu membawa sebuah konsekuensi logis, bayangkan kita langsung digebrak dengan ayat “أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِي يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ”,” terangnya.
Ia lantas menjelaskan bahwa di dalam al-Ma’un terdapat bagian yang sangat penting terkait apa yang harus diberikan kepada anak yatim.
“Yang sangat dibutuhkan oleh anak adalah perhatian, kasih sayang. Anak yatim itu walaupun kaya itu butuh perhatian,” ucapnya.
Siapakah Mustadhafin Zaman Kini
Lalu bagaimana reinterpretasikan siapa yang dimaksud dengan mustadh’afin? Lanjutnya, “Orang lemah itu yang bagaimana? Orang yang lemah secara ekonomi, orang yang lemah di hadapan hukum, orang yang tertindas seperti korban KDRT, orang yang termarjinalkan,” terangnya.
Ia menegaskan kaum mustadhafin tidak hanya yang lemah secara ekonomi. Juga perhatian terhadap mustadh’afin tidak hanya terhadap manusia, tapi juga lingkungan.
Kepala SMK Muhammadiyah 3 Cerme Gresik tersebut lantas mencontohkan praktik menolong mustadh’afin di sekolahnya.
“Di SMK jangan sampai ada siswa yang putus sekolah karena tidak bisa bayar. Karena saya yakin siapa yang memudahkan orang lain dalam urusan dunia, maka akan dimudahkan oleh Allah dunia dan akhirat. Mari kita kembalikan lagi, bagaimana KH Ahmad Dahlan dulu mencari siswa bukan karena SPP,” terangnya.
Ia menyatakan di Muhammadiyah banyak sekolah yang murah dan muridnya sedikit yang memang difungsikan untuk orang-orang yang tidak mampu.
Hasan menekankan Ramadhan menjadi momentum artinya Ramadhan menjadi pemicu untuk berbuat baik setelah Ramadhan ini berlalu.
“Ramadhan itu pemicu, saklar, karena spirit al-Ma’un tidak boleh berhenti walaupun di luar bulan Ramadhan,” terangnya.
Oleh karena itu, untuk melanjutkan spirit al-Ma’un di luar Ramadhan ia menekankan pentingnya data basekaum mustadh’afin. Ia mencontohkan, “Masjid Jogokaryan punya data base, gambar rumah, yang sudah shalat, yang sekolah, dan yang tidak sekolah, dan seterusnya. Kalau kita punya data base yang lengkap, siapapun donatur yang hadir, kita siap,” tandasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni