Teka-Teki Lailatul Qadar, Malam yang Dinantikan Umat Islam. Tulisan Alfain Jalaluddin Ramadlan, Kontributor PWMU.CO dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan.
PWMU.CO – Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan ampunan bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain diwajibkan berpuasa, umat Islam juga dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah.
Apalagi pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan yang memiliki keutamaan dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya.
Karena pada malam itu terdapat malam Lailatul Qadar, yang di dalamnya Allah SWT turunkan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
Permulaan turunnya al-Qur’an adalah pada bulan Ramadhan, namun para ulama berbeda pendapat mengenai tanggalnya, demikian pula tentang tanggal lailatul qadar.
Turunnya Al-Qur’an
Dalam surat al-Qadr dijelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan pada malam al-qadr (malam kemuliaan).
اِنَّاۤ اَنۡزَلۡنٰهُ فِىۡ لَيۡلَةِ الۡقَدۡرِ
وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ
لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ
تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ
سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam Lailatul Qadar. Dan tahukah kamu apakah malam Lailatul Qadar itu? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Oleh sebab itu, makna اَنۡزَلۡنٰهُ dalam Surah al-Qadr menunjukkan turunnya kitab suci al-Qur’an pertama kali dan sekaligus dari Lauh Mahfudh ke langit dunia. Kemudian diturunkan berangsur-angsur dari langit dunia kepada Nabi Muhammad SAW, yang dibawa oleh Malaikat Jibril selama 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari. Sedangkan makna تَنَزَّلُ bermakna diturunkan berangsur-angsur.
Imam Abu Hayan al-Andalusi (wafat 745) mengatakan dalam tafsirnya bahwa ayat “wa mā adrāka mā lailatul-qadr” sebagai bentuk pengagungan malam Lailatul Qadar. Yakni, pengetahuanmu tidak akan sampai pada batas maksimal keutamaan Lailatul Qadar. Kemudian Allah menjelaskannya kepada Nabi Muhammad saw.
Sufyan bin Uyainah mengatakan terkait kalimat “wa mā adrāka”, di mana sesungguhnya Allah telah memberi pengetahuan kepada nabinya:
قَالَ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ: مَا كَانَ فِي الْقُرْآنِ وَما أَدْراكَ، فَقَدْ أَعْلَمَهُ، وَمَا قَالَ: وَمَا يُدْرِيكَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَعْلَمْهُ
Artinya, “Sufyan bin Uyainah berkata: “Huruf “ma” dalam Al-Qur’an yaitu “wa mā adrāka” yang berarti “Dan tahukah kamu?”, sesungguhnya Allah telah memberitahukannya kepada Nabi Muhammad saw. Sedangkan huruf “ma” dalam ayat “wa mā yudrika” yang berarti, “Dan tahukah kamu?”, sesungguhnya Allah tidak memberitahukannya kepada Nabi Muhammad saw.”
Allah Sembunyikan Malam Lailatul Qadar dari HambaNya
Dijelaskan tentang alasan Allah menyembunyikan malam Lailatul Qadar dari hamba-hamba Nya supaya mereka bersungguh-sungguh dalam beramal dan tidak bergantung atas keutamaannya saja, lalu melalaikan atau bermalas-malasan untuk beramal di waktu selainnya. (Abu Hayyan Muhammad al-Andalusi, al-Bahrul Muhit fit Tafsir, [Beirut, Darul Fikr: 1420 H], juz X, halaman 514).
Selain itu, dalam surat ad-Dukhan juga dijelaskan “Demi Kitab (Al-Qur’an) yang jelas, sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. Sungguh, Kami-lah yang memberi peringatan. Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan dari sisi Kami. Sungguh, Kami-lah yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui” (ad-Dukhan/44: 2-6)
Dalam potongan ayat 185 surat al-Baqarah juga dijelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ
Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). (al-Baqarah/2: 185)
Oleh sebab itu, sepuluh malam hari terakhir bulan Ramadhan menjadi hari-hari yang ditunggu oleh orang Islam, tidak lain mereka menantikan lailatul qadar.
Makna dan Teka-teki Lailatul Qadar
Lailatul qadar terdiri dari dua kata, ليل atau ليلة dan قدر. Kata ليلة adalah malam, menurut ilmu nahwu kata اليلة yaitu mulai terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar shadiq (malam hari).
Sedangkan kata al-Qadar merupakan masdar dari lafadz qadartu-aqdiru-qadaron, yang dikehendaki dengan qadar (ketentuan) adalah suatu yang ditentukan oleh Allah dari urusan-urusan.
Seperti dalam firman Allah SWT yang berbunyi:
اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ
Artinya: Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS al-Qamar/ 54: 49)
Oleh sebab itu, penulis menceritakan asbabun nuzul mengenai surat al-Qadr yang berisi tentang lailatul qadar sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Aziz Muhammad As-Salam sebagaimana yang tertera dalam riwayat Ibn Abbas bahwa Jibril a.s. menuturkan kepada Rasulullah saw. Seorang pejuang tangguh bernama Syam’un.
Ia pernah memerangi orang-orang kafir selama 1000 bulan. Dengan sekali tebasan senjatanya, ia mampu membunuh banyak orang kafir. Begitulah yang ia lakukan sampai usianya menginjak 1000 bulan.
Dengan bantuan pengkhianatan istrinya, orang-orang kafir dapat memperdayanya dan hendak membunuhnya. Akan tetapi, Allah menyelamatkannya. Sebagai rasa syukur, ia beribadah kepada Allah. Malam harinya ia gunakan untuk shalat, sedangkan siang harinya puasa.
Mendengar cerita itu, para sahabat menangis merindukan dapat melakukan hal yang sama. Mereka bertanya, “wahai Rasulullah! Tahukah engkau berapa banyak pahala Syam’un?” beliau menjawab, “tidak tahu,” setelah itu, turunlah surat al-Qadr.
Lebih Baik dari 1000 Bulan
Jibril lalu berkata, wahai Muhammad, Allah SWT telah memberimu dan umatmu lailatul qadar. Beribadahlah pada malam itu lebih baik daripada ibadah selama 1000 bulan
Dalam riwayat lain, seperti yang terdapat pada kitab Muwattha‟ yakni: “Dan diceritakan kepadaku Ziyad dari Malik sesungguhnya aku mendengar dari ahli ilmu, sesungguhnya Rasulullah diberitahu rata-rata umat manusia sebelumnya atau sesuatu yang dikehendaki Allah dalam hal itu, maka seolah-olah usia umatnya sangat pendek jika dibanding dengan usia umat-umat terdahulu, sehingga mereka tidak akan dapat menyamai amalan yang dicapai oleh umat selain mereka yang memiliki usia lebih panjang. Maka Allah SWT memberikan kepada beliau dan umatnya lailatul qadar, satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan (Imam Malik, Al-Muwaththa’ Kitab Al-Iktikaf, bab Ma Ja’a Fi Lailah Al-Qadar, (Lebanon: Darul Fikr,2011), juz 2, hlm. 16).
Intinya dari penjelasa di atas, bahwa asbabun nuzul surat al-Qadr berawal dari Rasulullah SAW diceritakan dari jibril tentang pemuda Bani Israil yang berjuang di jalan Allah selama 1000 tahun. Sehingga Nabi dan umatnya merasa kagum, namun umur umat Nabi Muhammad sangat pendek sehingga tidak mampu menyamai amal ibadah pemuda Bani Israil yang usianya relatif panjang.
Oleh karena itu, Allah menurunkan surat al-Qadr dan memberikan lailatul qadar, yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan yang digunakan oleh laki-laki Bani Israil untuk berjihad dijalan Allah.
Oleh karena itu malam lailatul qadar merupakan malam yang dinantikan oleh semua orang muslim karena begitu besar keutamaannya. Sehingga umat muslim harus senantiasa bersungguh-sungguh dalam beribadah untuk meraih kemuliaan malam ini. Sebab tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan lailatul qadar itu datang.
Jadi malam lailatul qadar ini tidak ada yang mengetahui datangnya, akan tetapi seseorang tetap bisa merasakan datangnya, namun demikian tanda tersebut belum bisa dipastikan.
Tanda-tanda Lailatul Qadar
Merujuk hadits dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh ath-Thayalisi dan dari Abi bin Ka’ab yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dijelaskan bahwa di antara tanda-tandanya adalah malamnya terasa sejuk tidak panas – tidak dingin, pada waktu pagi harinya cahaya mentari lembut dan berwarna merah, seakan-akan matahari tersipu malu terbit namun sinarnya menghangatkan.
Begitu juga, dalam hadis dari Aisyah ra. yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya malam Lailatul Qadar itu tenang dan sejuk, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.”
Ciri tersebut dapat kita rasakan, tetapi tidak bisa kita pastikan. Lailatul qadar bukan hanya didapatkan oleh mereka yang beri’tikaf saja, orang yang melakukan aktivitas lain pun selagi dalam hal kebaikan akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.
Jadi malam ini tidak hanya orang yang beri’tikaf saja yang akan mendapatkan lailatul qadar, namun orang yang melakukan amalan kebaikan di malam itu ia juga akan mendapat malam lailatul qadar tersebut.
Oleh karena itu penulis berpesan supaya umat muslim senantiasa menetapi atau selalu berada dalam situasi atau pekerjaan yang baik dalam sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Kebaikan tersebut harus dilakukan secara maksimal dan ikhlas.
Maka Kita harus meniru kebiasaan Rasulullah SAW ketika berada di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Di sepuluh hari bulan Ramadhan, Rasulullah SAW menyibukkan diri beribadah, berbuat kebaikan, menebar kebermanfaatan, serta mengistimewakan sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan dengan i’tikaf, mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Seperti dalam hadist dari Aisyah RA, Rasulullah SAW sangat bersungguh-sungguh (beribadah) pada sepuluh hari terakhir (bulan ramadhan), melebihi kesungguhan beribadah di selain (malam) tersebut.” (HR. Muslim).
Dalam hadits yang lain juga dijelaskan bahwa “Rasulullah SAW biasa ketika memasuki 10 Ramadan terakhir, beliau kencangkan ikat pinggang (bersungguh-sungguh dalam ibadah), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Teka-teki Malam Lailatul Qadar
Oleh karena itu, waktu turunnya malam lailatul qadar dirahasiakan oleh Allah di sepuluh malam terakhir agar umat Islam bersungguh- sungguh meraih kemuliaan tersebut. Malam tersebut digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan, dijelaskan secara langsung dalam surah al-Qadr.
Namun dalam hadist telah disebutkan, dari Aisyah RA, Rasulullah bersabda, “Carilah Malam Qadar di malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.” (HR Bukhari)
Dari hadis tersebut, kemudian muncul pertanyaan kapan malam ganjil di seluluh hari terakhir Ramadhan yang dimaksud. Para ulama memiliki berbagai perbedaan pendapat dalam menjelaskan hal ini. Sebagian ulama, meyakini malam ganjil yang potensial dari sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah malam ke-21 dan 23.
Di mana dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh imam Muslim, bahwa salah seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Unais bertanya tentang malam lailatul qadar, kemudian Rasulullah menjawab, Carilah pada malam ini (malam 23 Ramadan)
Sementara menurut mayoritas ulama, malam lailatul qadar terjadi pada tanggal 27 Ramadhan. “Dari Ubay bin Ka’ab, demi Allah, sungguh aku mengetahui malam (Lailatul Qadar) tersebut. Puncak ilmuku bahwa malam tersebut adalah malam yang Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk menegakkan shalat padanya, yaitu malam ke-27.” (HR. Muslim)
Beberapa pendapat ulama tersebut bisa dijadikan acuan untuk mengetahui kapan malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Sebagai pilihan yang aman, lebih baik tidak memilih salah satu, salah dua, atau salah tiga, melainkan memperbanyak amalan ibadah dan terus beristiqomah selama 10 hari terakhir Ramadhan. Kita pun bisa meningkatkan ibadah di semua malam ganjilnya, mulai dari malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadhan.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda dalam hadi Bukhari dan Muslim “Siapa yang berdiri (shalat) pada malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan harapan pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni