Fenomena Unik, Satu Negara Dua Hari Raya; Liputan Mahfudz Efendi
PWMU.CO – Hal itu disampaikan Dr Mahsun Jayadi MAg dalam khutbah Idul Fitri 1444 1 Syawal 1444 di halaman Masjid At Taqwa Giri Kebomas Gresik, Jawa Timur, Jumat (21/4/2023).
“Ada yang berlebaran hari (Jum’at) ini, ada pula yang baru (Sabtu) besok,” ujar Direktur Ma’had Umar bin Khattab Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.
Dia menjelaskan pada Kamis 29 Ramadan 1444 (20/4/20230, ijtimak jelang Syawal ’44 terjadi pada pukul 11:15′:06″ WIB. Tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogya = +01° 47′ 58″ (hilal sudah wujud – wujudul-hilal) dan seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam itu bulan berada di atas ufuk. Ini yang menjadi dasar tanggal 1 Syawal 1444 jatuh pada hari Jumat (21/4/2023).
Sementara itu, kriteria terbaru Menteri-Menteri Agama Brunei, Malaysia, Indonesia dan Singapur (MABIMS) 2020/2021 mengubah posisi ketinggian hilal (sebelumnya 2° di atas ufuk).
Parameter elongasi bulan harus berada pada minimal 6,4 derajat dan fisis gangguan cahaya senja yang dinyatakan dengan parameter ketinggian bulan minimal 3° di atas ufuk.
Dari hasil hisab +01° 47′ 58″ (wujudul hilal), maka ukuran dan posisi hilal tidak memenuhi kriteria +3° atau tidak dalam posisi imna rukya, hilal tak terlihat penuh. Oleh sebab itu: 1 Syawal 1444 H dinyatakan jatuh pada Sabtu (22/4/2023).
“Sedangkan fenomena yang unik adalah Jum’at sudah tidak berpuasa tapi baru berlebaran hari Sabtunya,” canda pria kelahiran Lamongan, 11 Oktober 1959 ini.
Maka kuncinya adalah saling menghormati, tidak saling menyalahkan atau mau menang sendiri, prinsipnya: “Lana a’maaluna walakum a’maalukum (bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu).”
Buah dari Puasa Ramadhan
Mahsun Jayadi mengatakan, berpuasa diwajibkan bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana dalam al-Baqarah 183, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan (juga) kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Dia melanjutkan Ramadhan sebagai bulan penyucian jiwa yang mampu melembutkan jiwa menghasilkan pribadi-pribadi yang Sabar dan disiplin.
“Sabar dalam arti tahan dalam menjalankan kewajiban berpuasa, tetap menjalankan amar makruf nahi mungkar dan tahan menerima ujian dari Allah. Membentuk pribadi yang disiplin, di Ramadhan kita telah dilatih tepat waktu saat makan sahur dan waktu berbuka, Tepat waktu ini menjadi hal yang langka saat di luar Ramadhan,” terangnya.
Di situasi saat ini, lanjutnya, di mana kita mengalami krisis kepemimpinan dan krisis keteladanan, maka diperlukan pribadi yang cerdas otak dan pula mata hatinya. Maka sekolah-sekolah (Muhammadiyah) harus siap dan mampu menjadi tempat kawah candradimuka penanaman jiwa kepemimpinan dan keteladanan itu. (*)