Ajaran Komunikasi dalam Al-Quran seperti Kelembutan Musa Menghadapi Keangkuhan Firaun; Liputan Mahfudz Efendi
PWMU.CO – Membangun komunikasi yang baik berdasarkan al-Quran disampaikan Dr Mahsun Jayadi MAg saat menjadi khatib shalat Idul Fitri 1 Syawal 1444. Shalat diadakan Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kebomas di halaman timur Masjid At Taqwa Giri Kebomas Gresik, Jawa Timur, Jum’at (21/4/2023).
“Berkata dengan baik dan benar tanpa menyakiti hati orang yang kita ajak bicara menjadi tantangan yang harus dilakukan dalam membangun komunikasi,” ujarnya
Pria kelahiran Lamongan ini menjelaskan cara membangun komunikasi dengan perkataan yang baik dan benar menurut petunjuk al-Quran.
“Hendaknya kita berkata yang baik dan benar, qaulan sadida, sebagaimana an-Nisa 9:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”
“Terutama di dunia media social (medsos) saat ini, hendaknya kita tidak mudah menyebarkan berita hoax, berita yang tidak jelas kebenarannya. Tabayyun menjadi jalan keluarnya saat kita menjumpai situasi ketidakpastian suatu berita,” pesannya.
Selain qaulan sadida, ada berkata dengan bijak, arif, menyejukkan, dan membawa kebaikan, qaulan makrufa sebagaimana an-Nisa 5: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
Dakwah Lembut Musa
Sedangkan dalam menghadapi kekerasan kita dituntun untuk berkata lembut atau qaulan layyina sebagaimana kisah Nabi Musa dan Harun yang menggunakan qaulan layyina ini dalam menghadapi kesombongan dan keangkuhan Firaun.
“Jadi qaulan layyina adalah perkataan yang lemah lembut. Menggunakan perkataan yang lemah lembut disampaikan Allah pada Musa saat harus berdialog dengan Firaun,” ujar dia.
“Allah mengajarkan sebagai anak yang pernah diasuh, Nabi Musa tidak perlu keras terhadap Firaun dan dituntun untuk menggunakan kata-kata yang lemah lembut,” katanya sambil mengutip Thaha: 44: ”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat akan takut.”
“Al-Quran mengajarkan juga kepada kita untuk berucap yang lembut berisi pemuliaan, penghargaan, pengagungan, dan penghormatan kepada orang yang diajak bicara dengan qaulan karima,” terang dia.
Hal ini terdapat dalam a-Isra 23: “Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”
Mengakhiri Ramadhan
Mantan Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini menuturkan ajaran Rasulullah saat mengakhiri puasa Ramadhan. “Tunaikan zakat fitrah sebagai sarana menyucikan diri. Di dalamnya terkandung pelajaran kepedulian sebagaimana teologi al-Maun KH Ahmad Dahlan,” ujarnya.
Selanjutnya manusia adalah tempat salah dan dosa seperti dalam ungkapan Arab al-insanu hahalul khata wan nisyan maka momentum Idul Fitri menjadi waktu menyambung silaturahmi antarsesama, memaafkan dan meminta maaf.
“Lupakan setiap kebaikan yang pernah kita lakukan, dan jangan mengingat kejelekan orang lain yang dilakukan kepada kita akan menjadikan diri kita tenang dan takwa,” katanya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni