Asal Usul Halalbihalal dan Lebaran Ketupat Menurut KH Muhammad Dawam Sholeh; Liputan Gondo Waloyo, Lamongan.
PWMU CO – Pondok Pesantren Al Ishlah Sendangagung Paciran, Lamongan, Jawa Timur mengadakan acara halalbihalal di Masjid Al Ishlah Sendangagung, Jumat 28/4/2023.
Kegiatan ini diadakan sebelum kedatangan santri dengan maksud merefresh guru, dosen, dan karyawan Ponpes Al Ishlah untuk lebih bersemangat berhidmat secara ikhlas di balai pendidikan pesantren. “Ini sekaligus momen syawalan untuk saling mendoakan dan saling memaafkan.”
Hal tersebut disampaikan Drs KH Muhammad Dawam Sholeh, pendiri dan pengasuh Ponpes Al Ishlah di hadapan 300-an undangan yang terdiri guru, dosen, karyawan, tukang bangunan, dan mahasiswa STIQSI.
Dalam sambutannya, Anggota Badan Waqaf Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo ini menjelaskan asal muasal istilah halalbihalal dan hari raya kupatan. Menurutnya, halalbihalal itu dari bahasa Arab tetapi orang Arab tidak mengenal istilah ini.
Halalbihalal itu ada sejak zaman Sukarno, atas saran KH Wahab, pada hari raya Idul Fitri tahun 1948, Presiden Sukarno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahmi yang diberi judul ‘Halalbihalal. “Para tokoh politik itu duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan,” Jelas Kiai Dawam.
Adapun kupatan (Lebaran Kupat, 7 hari setelah Idul Fitri) berasal dari kata kupat yang bermakna perilaku papat (empat). Yakni lebar, lebur, luber, dan labur.
Lebar artinya selesai atau habis bermakna puasa telah selesai dan habis. Lebur artinya mencair dan rontok, dosa yang mencair dan rontok.
Luber artinya penuh dan meluap, pahala kita penuh dan meluap. Labur artinya putih dan bersi, hari ini kita bersih dan putih atau fitri, kembali fitri.
Pentingnya puasa Syawal juga dikupas oleh alumnus KMI Gontor 1972 ini. Dalil hadist puasa ini adalah
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الأَنْصَارِيِّ، – رضى الله عنه – أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ “ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ .
Barang siapa puasa ramadhan dan diikuti sesudahnya enam hari di bulan Syawal, dia seolah olah puasa sepanjang setahun (HR Muslim)
Usai tausiah dari Ustadz Dawam Sholeh, acara dilanjutkan dengan saling salaman mamutar dan diakhiri dengan ramah tamah dengan menikmati hidangan ketupat dari daun siwalan, ketupat khas pantura. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni