Lahir 33 Tahun sebelum Indonesia Merdeka, Tiba-Tiba Muhammadiyah Diceramahi Peneliti BRIN; Opini oleh Nurkhan, Kontributor PWMU.CO Gresik
PWMU.CO – Persyarikatan Muhammadiyah adalah organisasi masyarakat (ormas) Islam yang 33 tahun sudah berdiri, sebelum Indonesia Merdeka.
Di bawah pimpinan KH Ahmad Dahlan, gerakan Muhammadiyah lebih mengutamakan jalan edukatif pedagogis. Kiprah Muhammadiyah di zaman pemerintahan kolonial Belanda di antaranya mendirikan panti asuhan yatim, Rumah sakit dan juga sekolah-sekolah.
Muhammadiyah juga melakukan berbagai pembaharuan di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan politik. Pada masa pergerakan nasional, pembaharuan-pembaharuan di segala bidang tersebut sangat membantu dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Menurut Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad, dalam Catatan Akhir Pekan TVMU (19/8/2022), yang dilansir dalam Muhammadiyah.or.id. Muhammadiyah sejak awal berdirinya selalu ingin memperbaiki Indonesia.
Menurutnya, KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah, beserta amal usaha lain tidak lain dan bukan adalah untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
“Keinginan Muhammadiyah mendirikan itu semua untuk perubahan dan perbaikan bangsa di tengah penjajahan”, katanya.
“Apalagi waktu itu bangsa kita tidak diperhatikan oleh penjajah, bahkan diperas diambil sumber daya alam dan manusianya,” sambung Dadang Kahmad.
Muhammadiyah sebagai Kekuatan Nasional
Sebab Muhammadiyah sebagai kekuatan nasional sejak awal berdirinya pada tahun 1912 telah berjuang dalam pergerakan kemerdekaan dan melalui para tokohnya terlibat aktif mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Selain itu, Muhammadiyah juga secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban. Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun.
Sejarawan terkenal saat ini, Anhar Gonggong menyampaikan, bahwa sejak awal berdirinya, sebenarnya Muhammadiyah melakukan dua hal yang sangat penting dalam proses kemerdekan Indonesia. Pertama adalah pembaharuan.
Kelahiran Muhammadiyah, menurutnya, memicu tumbuhnya organisasi-organisasi baru di berbagai bidang seperti politik, sosial dan agama, yang memiliki semangat sama, yaitu mengedepankan kemajuan, persatuan dan kebangsaan Indonesia.
“Yang kedua, apa yang dilakukan Muhammadiyah sejak awal sampai sekarang dalam bidang pendidikan, itu sumbangan besar yang tidak bisa dibantah. Itulah yang melahirkan sebagian besar dari pada intelektual Indonesia, yang memiliki peranan penting sampai sekarang,” katanya di gema.uhamka.ac.id. (15/8/2020).
Dia mengatakan, semuanya itu adalah fakta sejarah, bahwa Muhammadiyah sangat berperan untuk kemaslahatan umat dalam berbangsa dan bernegara mulai berdiri sampai sekarang.
Nasihat untuk Thomas Djamaluddin dan AP Hasanuddin
Kemudian, tiba-tiba Muhammadiyah dikatakan sebagai organisasi yang tidak taat pemerintah gara-gara berbeda dalam menentukan Hari Raya Idul Fitri 1444, oleh Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) Thomas Djamaluddin.
Tidak hanya itu, anak buah Profesor Thomas Djamaluddin, merupakan pakar astronomi BRIN, Andi Pangerang Hasanuddin juga mengancam ingin membunuh warga Muhammadiyah satu persatu. Hal ini sebagaimana dikutip news republika.go.id (24/4/2023)
Sebagai orang awam, kaget bercampur marah, sekaligus gregetan membaca dan mendengar perkataan mereka berdua, dalam hati saya berkata, seberapa besar bencinya mereka kepada Muhammadiyah, sampai berucap seperti itu, padahal mereka adalah orang yang berilmu.
Sebagai masyarakat biasa, saya hanya bisa menyampaikan sedikit pesan dan nasihat kepada Thomas Djamaluddin dan Andi Pangerang Hasanuddin.
Di hari-hari berikutnya, sebagai seorang profesor, sudah selayaknya Thomas Djamaluddin dan Andi Pangerang Hasanuddin berpikir dengan kepala dingin dan hati yang jernih, sebelum menyampaikan pendapat ke media sosial. Karena tulisan yang tidak didasari hati dan pikiran jernih, akan berakibat fatal bagi diri kita. (*)
Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni