PWMU.CO – Kisah KH Ahmad Dahlan menjadi guru patut dikenang di Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2023 ini. Sepulang dari Makkah tahun 1890-1903, KH Ahmad Dahlan mulai ikut mengajar murid-murid ayahnya di Langgar Kauman Yogyakarta.
Mengajar di waktu bakda Duhur, Ashar, dan bakda Maghrib. Para santri itu anak- anak dan remaja kampung. Mengaji secara sorogan yaitu maju satu persatu ke guru membaca kitab berbahasa Arab masing-masing.
Pelajaran bakda Ashar diikuti orang dewasa masih dipegang ayahnya, KH Abubakar. Ahmad Dahlan ikut dalam pengajian ini. Pengajian ini berjalan beberapa tahun. Kalau ayahnya berhalangan hadir, dia yang mengganti mengajar.
Seperti dituturkan dalam buku Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan Catatan Haji Muhammad Syoedja’ karena ikut mengajar ini lama-lama Ahmad Dahlan mendapat panggilan kiai haji dari para santri. Mula-mula yang memanggilnya kiai adalah muridnya di waktu Duhur dan Maghrib. Lama-lama santri dewasa murid ayahnya ikut memanggilnya kiai juga.
Nama KH Ahmad Dahlan mulai dikenal warga Kauman. Pergaulannyapun meluas. Kenal dengan Syekh Ahmad Surkati guru Jamiat Khoir dan pendiri al-Irsyad yang memelopori pendidikan Islam modern. Juga bergaul dengan kalangan priyayi pergerakan Budi Utomo tahun 1911.
Dalam suatu rapat yang diikuti Kiai Dahlan, dia diminta memberi pengajian sebelum penutupan. Dia menjelaskan Islam secara akliyah, ilmiah, dan naqliyah dengan bahasa Jawa.
Pengurus Budi Utomo menjadi tercerahkan pemahaman Islamnya yang agak mendalam itu. Isi pengajiannya menjadi bahasan guru-guru sekolah menengah pemerintah.
Kemudian Kiai Dahlan mengajukan pertanyaan kepada para guru-guru tersebut. ”Adakah para guru sependapat andaikata penerangan Islam seperti ini diberikan kepada para siswa Kweekschool di Jetis Yogyakarta?”
Para guru sependapat dengan usulan itu. Ini urusan mudah. Di sekolah pemerintah itu boleh diberi pelajaran agama kalau para siswa memang membutuhkannya. Tetapi murid bebas mau ikut pelajaran atau tidak.
Pelajaran agama tidak boleh mengurangkan waktu mata pelajaran wajib. Usulan itu disampaikan kepada Hoofd Inspectuur.
”Demikian saja Kiai, besok saya tanya kepada siswa-siswa di kelas saya, adakah mereka itu suka menerima pelajaran agama Islam secara sistem baru. Kalau ada sebagian yang suka, saya akan berunding dengan Hoofd Inspectuur. Bilamana berhasil saya kasih kabar kepada Kiai,” kata Raden Budiharja, Kepala Guru Sekolah Raja (Kweekschool) Yogyakarta.
Kiai Dahlan gembira dan besar hati bergaul dengan kawan-kawan guru dari Budi Utomo ini. Keinginannya berdakwah kepada murid-murid sekolah pemerintah terpenuhi. Dia mengajar agama setiap Sabtu.
Mendirikan Diniyah Islamiyah
Berpengalaman mengajar di sekolah pemerintah di Jetis, Kiai Dahlan lalu membuka Diniyah Islamiyah di rumahnya pada 1 Desember 1911. Muridnya anak-anak kampung Kauman yang tak bisa sekolah. Anak-anak kampung ini hanya mendapat pendidikan mengaji di Langgar Kidul.
Sekolah itu menempati ruang tamu selebar 2,5 x 6 meter. Dengan tiga meja dan tiga bangku kayu jati putih dari luar negeri. Kayu itu bekas peti kain impor. Ada satu papan tulis dari kayu suren. Muridnya terdiri dari anak keluarganya sendiri. Gurunya dia sendiri juga. Madrasah ini menggabungkan pelajaran agama Islam dan ilmu umum.
Muridnya ada sembilan anak pada permulaannya. Satu meja diisi tiga anak. Ternyata sekolah ini menarik minat anak Kauman. Menginjak bulan yang keenam jumlah muridnya sudah mencapai 20 anak. Lalu bertambah lagi jadi 62 anak. Sekolah ini tingkat dasar. Dikenal dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah.
Bulan ketujuh sekolah itu dapat sumbangan guru umum dari Budi Utomo. Guru-guru ini tamatan Kweekschool yang belum menerima pengangkatan dari pemerintah. Mengajar bergantian. Ada yang sebulan, ada yang satu setengah bulan. Paling lama dua bulan.
Awalnya sekolah Kauman ini berjalan lancar dan dikenal masyarakat. Lalu kisah KH Ahmad Dahlan menjadi guru berubah. Mulai muncul fitnah. Sebab sekolah ini mengajarkan ilmu Barat. Kiai Dahlan dituduh menyeleweng dari ajaran Islam oleh sebagian kerabatnya sendiri dan warga kampung. Terutama pelajaran seni musik yang didengungkan anak-anak berbunyi sol la si do re mi fa sol.
Musik Barat dianggap haram. Sebab kesenian santri Kauman yang biasa dimainkan seperti Marhaban- marhaban, Jalil-jalil dan lagu-lagu burdah. Karena sekolah ini Kiai Dahlan bahkan dituduh sudah murtad, sudah menjadi Kristen. Bekas santrinya dahulu sangat percaya dan menghargai pengajarannya sekarang ikut mengolok-olok dan mencemoohnya. Suatu hari juga datang kiai dari Magelang yang menuduh sekolah dengan bangku dan pelajaran umum itu sebagai sekolah kafir.
Sikap Kiai Dahlan tenang dengan tuduhan itu. Dia maklum sesuatu yang baru pasti sulit diterima. Dia terima saja caci maki, olok-olok, dan tuduhan itu. Dibiarkan dan dilayani dengan sabar semua fitnah itu. Yakin suatu hari mereka bakal paham model pendidikan baru ini.
Saran Siswa
Tiap hari Ahad siswa Kweekschool ramai berkunjung ke rumah Kiai Dahlan. Siswa-siswa ini beragama Islam, Kristen, Katolik, dan Theosofi. Mereka anak-anak yang cerdas. Mereka datang untuk berdiskusi tentang agama.
Di antara siswa itu ada yang perhatian dengan bangku sekolah dan papan tulis di ruang tamu. Ia bertanya,”Kiai, apakah di sini tempat sekolah? Sekolah apakah yang ada di sini?”
”Oh, Nak, ini Madrasah Ibtidaiyah Islam untuk memberi pelajaran agama Islam dan pengetahuan umum, bagi anak-anak kampung Kauman,” jawab Kiai Dahlan.
”Siapakah yang memegang dan siapakah yang menjadi gurunya, Kiai?”
”Yang memegang dan menjadi guru agamanya ya saya.”
Siswa itu menyarankan dikelola seperti sekolah pemerintah. Tiap tahun murid harus naik kelas. Ada jenjang hingga lulus. Sekolah harus dikelola oleh organisasi sehingga berkelanjutan. Bukan perorangan. Sebagaimana pondok pesantren kalau kiainya wafat lalu santrinya bubar.
Kiai Dahlan terharu mendengar kata-kata seorang siswa itu. Lalu dia bertanya,”Organisasi itu apa?”
Siswa itu menjelaskan,”Organisasi itu suatu golongan manusia yang semaksud dan teratur disusun sebagai suatu badan yang sah dengan izin pemerintah seperti perkumpulan Budi Utomo yang sekarang sudah berdiri di Yogyakarta.”
Atas saran siswanya itu Kiai Dahlan lalu mendirikan Muhammadiyah tahun 1912. Amal usaha pertama Diniyah Islamiyah di rumahnya. Kisah KH Ahmad Dahlan menjadi guru ini lantas melahirkan ribuan sekolah Muhamamdiyah di pelosok Indonesia.
Penulis/Editor Sugeng Purwanto