PWMU.CO – Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Babat Kabupaten Lamongan Drs H Abdul Ghafar MM mengingatkan bahwa sebelum KHA Dahlan mendirikan Muhammadiyah, beliau mendirikan madrasah Islamiyah di rumahnya.
“Kala itu yang ada adalah pendidikan sekuler. Sekolah agama tidak mengajarkan ilmu umum dan sekolah umum tidak mengajarkan ilmu agama,” ujarnya saat memberi sambutan dalam acara Haflah Akhirussanah Pondok Pesantren Muhammadiyah Babat, (24/4).
(Berita terkait: Sukses Berkat Nyantri, Inilah Testimoni Alumni Pesantren Muhammadiyah)
Madrasah yang didirikan KHA Dahlan itu, kata Ghafar adalah upaya menghilangkan sistem sekuler dalam pendidikan. “Sebab Islam itu tidak memisahkan dunia dan akherat dan keduanya harus dijalani dengan ilmu,” kata dia sambil mengutip hadits riwayat Ahmad dari Abu Darda, “Barang siapa menghendaki kebahagiaan dunia, maka wajib atasnya dengan ilmu dan barangsiapa menghendaki akhirat haruslah dengan ilmu. Dan barang siapa menghendaki kebahagiaan keduanya, maka wajiblah dengan ilmu.”
Mudir Pondok Pesantren Muhammadiyah KH Abdul Muhaimin berpesan pada alumni untuk selalu memerdalam ilmu, di mana pun berada. Pentingnya menuntut ilmu itu, kata dia, digambarkan dalam surat Attaubah ayat 122. “Dalam kondisi perang pun, tetap harus ada yang tinggal untuk memerdalam ilmu agama,” tuturnya. Kyai yang juga pengusaha ini berpesan agar santri-santriwati bisa mewarnai masyarakat dengan bekal yang diperoleh dari pesantren.
Beberapa alumni senior hadir dalam acara ini. Muhamad Yusuf SPd MM salah satunya. Didaulat memberi ceramah, Yusuf menyampaikan 3 persoalan yang harus dilakukan pesantren dalam membekali santri menghadapi transformasi budaya kekinian. Pertama pesantren harus bisa membentuk kepribadian santri agar menjadi manusia seutuhnya, yaitu sebagai makhluk yang terdiri dari jasad, fikriyah, dan ruhiyah.
Dari segi jasad, kata Yusuf, para santri harus menjaga kesehatan. Karenanya, makanan yang dikonsumsi adalah makanan yang halal lagi baik. “Sebab, jika tidak, akan sangat berpengaruh pada jiwa,” jelasnya. Pikiran pun, lanjutnya, harus lurus dan benar, yakni mengikuti paradigma Islam.
(Baca juga: Inilah Kisah ‘Nakal’ Para Santri di Balik Kesuksesannya Kini)
Penulis buku Menabur Benih Karakter ini lalu memberi contoh tentang pernyataan bahwa agama harus dipisahkan dengan politik. “Ini berarti pikirannya lagi sakit. Sebab politik tidak bisa dipisahkan dengan agama. Apa mungkin rambu-rambu itu jauh dari jalan raya?” tanyanya memberi tamsil. Sedangkan dari sisi ruhiyah, tambah Yusuf, seseorang juga harus diasah untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah agar memiliki qalbun salim (hati yang bersih).
Kedua, pesantren harus menjadi benteng dari serangan budaya luar yang dapat melumpuhkan semangat keislaman para santri. Dan ketiga pesantren harus mampu menghilangkan berbagai karakter negatif. “Pesantren adalah tempat terapi efektif untuk berbagai penyakit ruhiyah,” kata Yusuf yang kini jadi trainer pendidikan karakter.
(Baca juga: Pesantren Muhammadiyah Babat Apresiasi Kepedulian Alumni)
Alumni lainnya, dr Sriyono menyampaikan pesan almarhum KH Mukhlis Sulaiman, pendiri pesantren, yang selalu diulang-ulang pada santri seangkatannya, yaitu mabadiul khamsi (5 Prinsip Hidup). Dia juga menerangkan pentingnya memiiliki perilaku tauhid, yakni merasa diawasi Allah. “Inilah yang harus kita miliki sehingga tidak punya rasa takut, termasuk takut sukses, takut masa depan, atau takut tidak diterima di perguruan tinggi negeri,” tuturnya.
Sebanyak 12 santri dan 29 santriwati ‘diwisuda’ pada acara ini. Mereka berasal dari berbagai sekolah yang ada di Babat dan bermukim nyantri di pesantren yang berlokasi di Jalan Pramuka Babat.
Dalam acara yang berlangsung di aula pesantren itu hadir juga Ketua Pergerakan Alumni Pesantren Muhammadiyah Babat Samuri SE, Ketua Hadi Suprapto, Sekretaris Maslahul Falah SPd MM, Bendahara Diana Mufidati SAg dan Hj Eni Chamim, serta para koordinator angkatan alumni. (Hilman Sueb)