Firdaus AN: Pengagum Soekarno yang Berbalik Arah oleh M. Anwar Djaelani, penulis sepuluh buku inspiratif.
PWMU.CO– Firdaus Ahmad Naquib, tak banyak orang tahu nama ini. Dia lebih suka menulis namanya Firdaus AN.
Dia mubaligh, pejuang, dan penulis. Lahir 20 Agustus 1924 di Kampung Kukuban Maninjau, Sumatera Barat.
Firdaus AN dibesarkan dalam keluarga aktivis pergerakan kemerdekaan. Ibu dan ayahnya penyokong kaum pergerakan yang sering datang bertamu ke rumahnya.
Dia pengagum Soekarno dan Hatta. Mengikuti pemikiran dan perjuangannya. Namun dinamika politik membuatnya berbalik arah menjadi pengkritik kepemimpinan Soekarno mengelola negeri ini.
Akibatnya dia masuk penjara. Ditahan selama tiga tahun antara 1961-1964. Di zaman Demokrasi Terpimpin. Dia menuliskan pengalamannya itu menjadi buku Dari Penjara ke Meja Hijau setebal 219 halaman pada tahun 1967.
Perkara yang membawa Firdaus AN ke penjara adalah buku Analisa Perkawinan Soekarno–Hartini.
Di halaman 9 buku Dari Penjara ke Meja Hijau dia menulis suasana persidangannya.
”Dalam keadaan yang berat menekan seperti itu di mana seorang terdakwa terpaksa harus tampil sendirian tanpa kawan yang akan membelanya di muka pengadilan, maka alhamdulillah saya telah menjalankan tugas dengan baik yaitu mempertahankan keyakinan dan kebenaran (atas) apa yang telah saya tulis 10 tahun yang silam itu. Arena Mahkamah telah merupakan gelanggang yang seru di mana terdakwa melakukan taktik bertahan dan menyerang, sedang pihak wasit (hakim) sendiri kelihatan ragu-ragu memimpin pertarungan ini sehingga baru dapat diselesaikannya dalam delapan kali sidang dengan memakan tempo tidak kurang dari 1 tahun 4 bulan lamanya, sedang perkara ini tidak kurang dari tiga tahun berada di tangan pengadilan.”
Mengkritik Soekarno
Halaman 60 buku itu ada foto dokumentasi Kementerian Penerangan 1953. Di bawah foto ada keterangan sebagai berikut: Penulis (Firdaus AN) sedang membawakan pidatonya pada perayaan Maulid Nabi di halaman Istana Bogor.
Pidato oposisi yang pertama-tama (1953) yang pernah dilancarkan tokoh pemuda Islam kepada Presiden Soekarno di halaman pekarangan istananya sendiri, justru di atas mimbar yang sama di mana Bung Karno turut berpidato.
Bagian ceramah Firdaus AN yang mengkritik pemerintah seperti ini.
”Apakah segi yang penting bagi kita kaum Muslimin memperingati Maulid Nabi Muhammad saw ini? (Hal) yang penting bagi kaum muslimin bukanlah memperingati hari dan tanggalnya dan di mana ia dilahirkan, tetapi yang penting adalah memperingati perjuangan Nabi Besar ini; Bagaimana ia berjuang dan berhasil menyampaikan misinya, bagaimana ia berhasil menegakkan ajaran dan hukum Allah di permukaan bumi ini”.
”Perjuangan Nabi yang berhasil gilang-gemilang mencapai cita-citanya di tengah-tengah lawan-lawan yang menentang ajaran Islam yang dibawanya, itulah yang harus kita peringati setiap tahun di Indonesia, bahkan di seluruh dunia Islam. Segi perjuangan Nabi mencetuskan revolusi Islam yang maha besar itulah yang harus dipahamkan benar-benar oleh kaum Muslimin setiap mereka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw” (halaman 59 dan 61).
Ceramah Firdaus AN itu menanggapi pidato Soekarno di Amuntai, Kalimantan Selatan pada 27 Januari 1953. Pidato yang memicu keretakan dengan Partai Islam.
Dalam pidatonya Soekarno menyatakan: ‘Negara yang kita inginkan adalah negara nasional yang meliputi seluruh Indonesia. Jika kita mendirikan negara berdasarkan Islam, banyak daerah yang penduduknya bukan Islam, seperti Maluku, Bali, Flores, Timor, Kepulauan Kei, dan Sulawesi, akan memisahkan diri. Dan Irian Barat, yang belum menjadi wilayah Indonesia, tidak akan mau menjadi bagian dari Republik” (https://tirto.id/f9DQ).
Jiwa Pergerakan
Firdaus AN sewaktu kecil terbiasa membaca majalah dan buku. Di rumahnya ada perpustakaan ayahnya. Koleksi bukunya ada terbitan Mesir. Juga majalah seperti Pikiran Rakyat yang dipimpin oleh Soekarno. Ada Daulat Rakyat yang dikelola Hatta dan Syahrir. Ada Medan Rakyat terbitan Pengurus Besar Permi (Persatuan Muslimin Indonesia). Organisasi ini ayahnya menjadi anggota pengurusnya.
Di dinding rumah Firdaus bergantungan gambar tokoh-tokoh politik dan pahlawan. Kala umurnya di bawah 10 tahun, sang ibu menunjukkan gambar Soekarno, Hatta, dan Imam Bonjol. Ada juga gambar ayah Fidaus AN bersama kawan-kawan seperjuangannya.
Setelah berumur 15 tahun, Firdaus AN menjadi pengagum Soekarno dan Hatta. Di kamar tidurnya terpasang foto keduanya. Lebih besar ukurannya. Karya lukisnya sendiri. Foto itu juga dia gantungkan di surau pesantren.
Dia belum pernah bertemu Soekarno. Tapi sudah membaca pemikirannya di majalah Pikiran Rakyat yang ditulis dengan gaya pidato. Berisi tuntutan Indonesia merdeka.
Dia juga sering mendengar lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan ayahnya sepulang dari berkegiatan. Bahkan ketika ayahnya membersihkan luka khitan Firdaus di umur 10 tahun, ayahnya sambil menyanyikan Indonesia Raya.
Di usia 10 tahun, Firdaus AN aktif dalam gerakan kepanduan El-Hilal (Bulan Sabit) di bawah Permi. Bapak pandunya A. Gaffar Ismail. Tokoh ini menjadi pendakwah terkemuka di negeri ini.
Penulis Favorit
Firdaus AN menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat. Kemudian ke Sumatera Thawalib (1943), kuliah Diniyah (1946), kuliah Mu’allimin (1947), SMAI Bukittinggi (1948), Akademi Wartawan Jakarta (1952), Perguruan Tinggi Islam Jakarta (1953), dan Universitas Nasional Jakarta (sampai Sarjana Muda, 1963).
Aktivitas menjadi anggota pimpinan Pelajar Islam Indonesia (PII) Sumatera (1948-1950). Kepala Penerangan GPII Darurat Sumatera Barat (1949-1950). Lalu, anggota PB PII Yogyakarta (1950-1951).
Di bidang tulis-menulis, Firdaus AN pernah sebagai Pemimpin Redaksi majalah Tunas (1950-1952), Pemimpin Redaksi majalah Perbaikan – Jakarta (1953-1954), penulis tetap di rubrik agama di harian Indonesia Raya (1954-1958), Pemimpin Redaksi Penyuluh Agama (1957-1961), dan redaksi majalah Daulah Islamiyah (1957).
Tahun 1957 Pengurus Besar Himpunan Pengarang Islam menyebar angket lewat pers. Judul angket Siapa Penulis Islam Terkemuka? Hasilnya ternyata Firdaus AN terpilih masuk sepuluh besar dari golongan angkatan muda.
Buku Dari Penjara ke Meja Hijau mendapat sambutan dari banyak kalangan. KH Isa Anshari, tokoh Masyumi yang antikomunis menyamakan dengan buku John F. Kennedy yang berjudul Orang-Orang Berani, karena isinya senada.
Harian KAMI memuat artikel setengah halaman tulisan penyair aktivis Taufik Ismail yang meresensi buku itu. Buku itu juga menjadi bahan studi dan diskusi di Pusat Pelatihan Pemuda Islam.
Buya Hamka mengapresiasi dengan kalimat: ”Amat mengesankan.” Sama nasib dengan dirinya yang pernah dipenjara rezim Orde Lama mulai 27 Januari 1964. Lalu dibebaskan dua tahun empat bulan tanpa peradilan.
Karyanya
Firdaus AN berpengalaman sebagai guru di Sumatera Thawalib, Parabek, Bukittinggi. Juga menjadi dosen agama di Universitas Nasional Jakarta dan Universitas Ibnu Khaldun Bogor.
Buku karyanya antara lain Detik-Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah,Kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Jalan ke Surga, Dosa-Dosa Politik Orde Lama dan Orde Baru yang Tak Boleh Terulang Lagi di Era Reformasi, Pesan-Pesan Islam, dan Panji-Panji Dakwah.
Bukunya Laporan dari Belakang Tirai Bambu diterjemahkan di Hongkong dan Taiwan ke dalam bahasa-bahasa Inggris dan Mandarin.
Buku terjemah seperti Derita Umat Islam di Bawah Kekuasaan Palu Arit (1955). Islam dan Perundang-undangan (1959) karya Dr. Abdul Kadir Audah. Pedoman Islam dalam Bernegara (1960) karya dari Ibnu Taimiyah. Risalah Tauhid (1963) karya Muhammad Abduh.
Editor Sugeng Purwanto