Waspada Herpes Zoster: Dapat Sebabkan Komplikasi hingga Superinfeksi

Jokowi impor Obat Covid-19, Ini Kata Ahli. Prof Dr Maksum Radji M Biomed Apt juga membedah obat Chloroquine yang telah diproduksi di dalam negeri.
Prof Maksum Radji. (Istimewa/PWMU.CO)

PWMU.CO– Dalam beberapa hari terakhir ini ramai dibicarakan di media sosial tentang gambar atau video seseorang laki-laki mengalami lepuhan atau bintil berair di daerah punggung yang melingkar ke bagian dadanya.

Disebutkan bahwa ruam dan lepuhan kecil tersebut adalah Herpes zoster. Bahkan berrdar info yang mengatakan bahwa belakangan ini banyak orang yang sedang terkena penyakit Herpes zoster ini.

Lantas, apakah Herpes zoster, bagaimanakah asal usulnya, apa saja gejalanya dan apakah dapat menimbulkan komplikasi, serta bagaimana pencegahannya?

Berikut ini hasil perbincangan Kontributor PWMU.CO Isrotul Sukma secara daring dengan Prof Maksum Radji, ahli mikrobiologi dari Prodi Farmasi Fikes, Universitas Esa Unggul Jakarta, Selasa (6/6/2023).

Prof Maksum juga dikenal sebagai Pembina Pondok Pesantren Babussalan Socah, Bangkaalan, Jawa Timur.

Sekilas tentang Herpes Zoster

Prof Maksum menjelaskan Herpes zoster, yang juga dikenal sebagai shingles, cacar ular, atau dampa, disebabkan oleh adanya reaktivasi virus Varicella-zoster (Varicella zoster virus – VZV). Dalam sejarahnya, VZV ini diisolasi pada tahun 1954 oleh Thomas Weller menggunakan kultur sel, dari cairan vesikular pasien Varicella atau Hepes zoster. Namun, baru pada tahun 1965 Edgar Hope-Simpson menyatakan bahwa Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella-zoster laten yang ada di dalam tubuh seseorang.

Mengapa disebut dengan reaktivasi, karena seseorang yang pernah terserang virus cacar air dapat berkembang menjadi Herpes zoster. Penyakit Cacar air yang disebabkan oleh VZV yang umumnya terjadi pada masa anak-anak ini dapat tetap hidup atau laten di dalam tubuh seseorang yang telah sembuh.

VZV ini bertahan di ganglia saraf sensorik, sehingga pada masa laten ini virus dapat aktif kembali yang mengakibatkan seseorang menderita Herpes zoster.

Jadi pada dasarnya, Herpes zoster adalah hasil dari reaktivasi infeksi VZV yang sudah ada di dalam tubuh atau bersifat laten. Selama terjadi infeksi primer, yaitu berupa cacar air (chickenpox), virus varicella zoster dapat bermigrasi dari lesi kulit ke ganglia sensoris kranialis dan spinalis melalui transportasi akson di mana virus ini menetap secara permanen.

Dalam bentuk laten ini, replikasinya dapat ditekan oleh sistem kekebalan tubuh hospes, sehingga tidak berkembang. Ketika terjadi reaktivasi, virus varicella zoster dapat turun ke sel epitel kulit melalui akson saraf dan bereplikasi, sehingga menyebabkan infeksi sekunder yang disebut dengan herpes zoster dermatomal.

Reaktivasi ini biasanya terjadi akibat adanya berbagai faktor, yang antara lain adalah penurunan sistem iminutas tubuh, faktor usia, pengunaan obat imunosupresan, serta stres fisik dan emosional, yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menurun.

Gejala Klinis Herpes Zoster

Herpes zoster umumnya timbul pada bagian sisi tubuh tertentu, sesuai dengan saraf yang terinfeksi. Adapun gejala yang dapat ditimbulkan, antara lain: nyeri berupa rasa panas seperti terbakar atau tertusuk benda tajam pada ruam yang berupa bintil atau lepuhan berisi air yang gatal. Bintil tersebut akan berkembang menjadi luka lepuh yang mengering menjadi koreng dalam beberapa hari, lalu menghilang secara perlahan.

Penderita Herpes zoster umumnya mengalami demam, nyeri kepala, fotofobia (sensitif terhadap cahaya), dan kelelahan. Gejala klinik biasanya akan mereda setelah 14-28 hari.

Rasa nyeri biasanya termasuk salah satu gejala awal dari Herpes zoster. Beberapa orang yang mengalaminya dapat merasakan rasa nyeri yang parah sebelum munculnya ruam dan lepuhan pada kulit, sehingga seringkali gejala ini disalah artikan sebagai gangguan fungsi organ lainnya seperti gangguan jantung, paru-paru, atau ginjal.

Komplikasi Herpes Zoster

Komplikasi yang paling umum terjadi akibat Herpes zoster adalah:

  1. Post herpetic neuralgia (PHN). PHN adalah nyeri yang menetap di area awal munculnya ruam setelah lesi sembuh. PHN dapat bertahan selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan kadang-kadang dapat bertahan satu tahun atau lebih lama setelah penyembuhan ruam. Risiko seseorang terkena PHN setelah herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia. Orang dewasa yang lebih tua lebih cenderung mengalami rasa sakit yang lebih lama dan lebih parah. Sekitar 10% sampai 18% orang dengan herpes zoster akan mengalami PHN.
  2. Herpes Zoster Ophthalmicus. Herpes zoster yang mempengaruhi saraf mata. Herpes zoster dapat mengakibatkan peradangan pada saraf mata, glaukoma, dan bahkan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
  3. Disseminated zoster. Zoster diseminata dapat mencakup erupsi kulit umum di mana lesi terjadi di luar dermatom primer atau yang berdekatan. Zoster diseminata ini dapat melibatkan sistem saraf pusat (meningoencephalitis), paru-paru (pneumonitis), dan hati (hepatitis). Zoster diseminata umumnya terjadi pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun.
  4. Gangguan pada saraf, misalnya inflamasi pada otak, masalah pada pendengaran, atau bahkan keseimbangan tubuh.
  5. Superinfeksi bakteri pada lesi, biasanya karena bakteri Staphylococcus aureus dan streptococcus beta hemolytic grup A.

Ramsay Hunt syndrome

Melansir situs https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/6093-ramsay-hunt-syndrome, ramsay hunt syndrome atau Herpes zoster oticus, terjadi ketika virus varicella-zoster (cacar air) aktif kembali dan menyebar ke saraf wajah di dekat telinga bagian dalam.

Selain ruam Herpes zoster yang menyakitkan, Ramsay Hunt syndrome dapat menyebabkan kelumpuhan wajah dan gangguan pendengaran di telinga yang terkena. Sindrom ini disebabkan oleh virus yang sama yang menyebabkan cacar air. Setelah cacar air sembuh, virus masih hidup di saraf, dan bertahun-tahun kemudian, dapat aktif kembali. Ketika hal itu terjadi, dapat mempengaruhi saraf wajah dan saraf pendengaran.

Adapun komplikasi Ramsay Hunt syndrome meliputi,

  1. Gangguan pendengaran permanen dan kelemahan wajah. Umumnya, gangguan pendengaran dan kelumpuhan wajah yang terkait dengan sindrom ini bersifat sementara. Namun, bisa juga menjadi permanen.
  2. Kerusakan pada mata. Kelemahan saraf wajah yang disebabkan oleh Ramsay Hunt syndrome membuat sulit menutup kelopak mata. Jika ini terjadi, kornea yang melindungi mata bisa mengalami gangguan sehingga dapat menyebabkan sakit mata dan gangguan penglihatan.
  3. Neuralgia post herpetik. Kondisi yang menyakitkan ini terjadi ketika infeksi herpes zoster merusak serabut saraf. Pesan yang dikirim oleh serabut saraf ini mengalami gangguan dan menyebabkan rasa sakit yang dapat bertahan lama setelah tanda dan gejala sindrom Ramsay Hunt lainnya hilang.

Apakah tersedia vaksin untuk pencegahan Herpes zoster?
Mengutip laman https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/herpes-zoster.html saat ini ada dua jenis vaksin yang tersedia, guna mencegah kemungkinan seseorang terkena Herpes zoster dan neuralgia pasca herpes.

Salah satu vaksin, Zostavax, yang merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan telah tersedia sejak tahun 2006. Sedangkan vaksin kedua, Shingrix, merupakan vaksin rekombinan yang diberikan dua dosis secara intra muskular pada lengan atas, telah tersedia sejak tahun 2017. Efektivitas vaksin Shingrix telah terbukti lebih dari dari 90 persen dalam upaya pencegahan Herpes zoster.

Upaya Pencegahan Herpes Zozter

Herpes zoster adalah reaktivasi dari penyakit cacar air. Cara untuk mengurangi risiko terjadinya herpes zoster adalah dengan mendapatkan vaksin cacar air atau vaksin varicella. Vaksinasi cacar air perlu dilakukan secara rutin pada anak-anak. Selain itu, pemberian vaksin herpes zoster untuk orang berusia di atas 50 tahun juga dianjurkan, guna mengurangi tingkat keparahan gejala dan mempercepat proses penyembuhan Herpes zoster. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni


Isrotul Sukma/ Bangkalan

Exit mobile version