Hari Tuberkulosis Sedunia 2024: Indonesia Juga Bisa

Hari Tuberkulosis Sedunia 2024: Indonesia Juga Bisa

Hari Tuberkulosis Sedunia 2024: Indonesia Juga Bisa; Oleh Maksum Radji. Guru Besar Prodi Farmasi Fikes Universitas Esa Unggul Jakarta, Pembina Pondok Pesantren Babussalam Socah, Bangkalan.

PWMU.CO – Hari Tuberkulosis Sedunia yang diperingati setiap tanggal 24 Maret, memiliki arti penting dalam upaya menanggulangi penyakit tuberkulosis. Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia ini bertepatan dengan hari ditemukannya bakteri penyebab penyakit tuberkulosis yaitu bakteri Mycobacterium tuberculosis oleh Dr. Robert Koch pada tahun 1882.

Penemuan ini telah membuka jalan bagi pemahaman yang lebih baik tentang tuberkulosis dan meletakkan dasar bagi penelitian-penelitian tentang tuberkulosis dan upaya pengobatannya. Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia ini juga untuk mengingatkan akan dampak buruk penyakit tuberkulosis terhadap masyarakat di seluruh dunia. 

Hingga saat ini penyakit tuberkulosis masih menjadi ancaman kesehatan global, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tuberculosis (TBC) masih menjadi salah satu dari 10 penyebab kematian terbesar di dunia, dengan perkiraan sekitar 10 juta orang mengidap tuberkulosis dan 1,5 juta di antaranya meninggal karena penyakit ini setiap tahunnya. Beban kesehatan tuberkulosis sangat tinggi terutama di Afrika dan Asia Tenggara, dimana sumber daya untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan masih terbatas.

Tujuan dan Tema Hari Tuberkulosis Sedunia Tahun 2024

Melansir laman https://www.geeksforgeeks.org/world-tb-day/ tema Hari Tuberkulosis Sedunia tahun 2024 adalah “Yes! We Can End TB!”. Tema ini dipilih guna menyampaikan pesan dan harapan akan pentingnya upaya global yang berkelanjutan untuk memberantas penyakit ini, serta untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang epidemi tuberkulosis, dampak buruknya terhadap individu dan komunitas, serta upaya yang perlu dilakukan untuk memberantas penyakit ini.

Di samping itu, Hari Tuberkulosis Sedunia juga merupakan momentum untuk menyoroti pentingnya penelitian dan inovasi dalam mengembangkan alat diagnostik, dan pengobatan baru guna mendorong investasi dalam penelitian untuk mengatasi tantangan seperti resistensi obat tuberkulosis dan akses terhadap perawatan yang terjangkau dan efektif. 

Hari Tuberkulosis Sedunia juga dapat memberikan kesempatan untuk merefleksikan pencapaian, mengidentifikasi tantangan, dan memperbarui komitmen para pemangku kepentingan untuk mempercepat kemajuan dalam mengakhiri penyakit tuberkulosis ini.

Apa Itu Tuberkulosis

Tuberkulosis atau disebut TB atau TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini terutama menyerang paru-paru, namun juga dapat menyerang bagian tubuh lainnya seperti otak, tulang belakang, atau ginjal. Penyakit ini menyebar melalui udara ketika orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara, melepaskan tetesan kecil (droplet) yang menyebar ke udara yang dapat dihirup oleh orang lain. 

Saat penderita tuberkulosis batuk atau bersin tanpa menutup mulut, bakteri akan tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet yang mengandung ribuan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini kemudian masuk melalui saluran pernapasan menuju paru-paru dan dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya. 

Adapun gejalanya dapat berupa batuk terus-menerus yang berlangsung lebih dari tiga minggu, batuk darah, nyeri dada, kelelahan, demam, nafsu makan menurun, berkeringat di malam hari meski tanpa melakukan kegiatan dan penurunan berat badan. 

Tuberkulosis bisa bersifat laten, artinya orang tersebut membawa bakteri tersebut tetapi tidak menunjukkan gejala atau merasa sakit. Selain itu, tuberkulosis juga bersifat aktif, menimbulkan gejala dan dapat menular kepada orang lain.

Sedangkan kelompok yang berisiko TBC adalah siapa pun yang berada di dekat orang yang terinfeksi tuberkulosis bisa tertular. Tapi yang paling berisiko adalah anak-anak, orang penderita HIV/AIDS, lansia, dan orang dengan diabetes, serta orang-orang yang sering kontak langsung dengan penderita tuberkulosis dan juga perokok aktif.

Kasus Tuberkulosis di Indonesia

Hingga saat ini Indonesia masih menempati urutan kedua sebagai negara dengan jumlah kasus tuberkulosis terbanyak di dunia. Kementerian Kesehatan RI juga mencatat terjadi tren peningkatan kasus tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2023 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2020, kasus tuberkulosis tercatat sebanyak 824.000. 

Kemudian setahun setelahnya naik menjadi 969.000 kasus. Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, telah terjadi peningkatan kasus tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2023 yang lalu mencapai sekitar 1.060.000 kasus. Jumlah ini tersebut merupakan angka yang tertinggi selama ini.

Peningkatan kasus ini menjadi perhatian penting mengingat bahwa kasus tuberkulosis pada anak juga meningkat drastis dan melonjak hingga tiga kali lipat. Peningkatan kasus tuberkulosis pada anak ini merupakan imbas dari pandemi Covid-19 yang kemungkinan pada saat itu banyak penderita tuberkulosis dewasa yang belum tertangani dengan baik yang kemungkinan telah menularkan ke anak-anaknya.

Pencegahan dan Pengobatan Tuberkulosis

Deteksi dini dan pengobatan kasus tuberkulosis aktif sangat penting untuk mencegah penularan. Program skrining dan deteksi dini terutama bagi populasi yang berisiko tinggi, sangat penting guna mencapai pengobatan yang baik dan efektif. 

Tuberkulosis dapat diobati dengan obat anti tuberkulosis, namun pengobatan biasanya melibatkan penggunaan beberapa regimen obat selama beberapa bulan untuk memastikan bakteri benar-benar diberantas dari tubuh. Pasien tuberkulosis perlu menyelesaikan seluruh pengobatannya dengan baik untuk mencegah berkembangnya jenis bakteri Mycobacterium tuberculosis yang resistan terhadap obat anti TBC. 

Pengobatan tuberkulosis umumnya berlangsung selama 6-9 bulan yang terbagi dalam dua tahap. Tahap awal, obat diminum setiap hari selama dua atau tiga bulan. Kemudian pada tahap akhir, obat diminum tiga kali seminggu selama empat atau lima bulan.

Adapun upaya pencegahan penyakit tuberkulosis ini adalah melalui program Vaksinasi. Vaksin Bacille Calmette-Guérin (BCG) digunakan di banyak negara untuk mencegah kasus tuberkulosis berat terutama pada pada anak-anak, seperti meningitis tuberkulosis dan tuberkulosis milier. 

Selain itu, penting untuk selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat, guna pengendalian infeksi antara lain, seperti ventilasi yang baik, penggunaan masker, dan isolasi pasien TBC dapat membantu mencegah penularan tuberkulosis kepada orang lain.

Upaya penyuluhan pada masyarakat juga dapat dilakukan guna meningkatkan kesadaran tentang TBC, pemahaman tentang gejala-gejalanya dan pentingnya mencari perawatan medis jika gejalanya muncul.

Program penyuluhan ini juga membantu menghilangkan mitos dan mengurangi stigma yang terkait dengan penyakit tuberkulosis yang dapat mendorong masyarakat untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan, sehingga dapat membantu mempercepat eliminasi dan eradikasi penyakit tuberkulosis yang menular ini. 

Semoga momentum memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia pada tahun 2024 ini, dapat meningkatkan komitmen kita bersama untuk mengakhiri epidemi tuberkulosis guna mencapai tujuan akhir yaitu dunia terbebas dari penyakit TBC. 

Mari kita bersama-sama berupaya untuk melawan penyakit tuberkulosis ini dan membangun komunitas yang lebih sehat dan tangguh untuk generasi mendatang. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version