PWMU.CO – “Ternyata gedungnya terbalik,” begitulah komentar Yudistira, siswa kelas 5 SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya sesaat setelah diberi kesempatan menggunakan teleskop. Teleskop merupakan salah satu alat teropong yang lazim digunakan penganut rukyah untuk bisa melihat kemunculan hilal (bulan sabit), penanda awal bulan qamariyyah.
Namun, “kecelakaan” menggunakan teleskop ini segera berakhir ketika sang pemateri, Fatkhurahman Sani, membenarkan cara penggunaannya. Sehingga gambar yang sebelumnya terlihat terbalik, sudah berada di posisi yang sebenarnya: sama dengan aslinya.
Begitulah salah satu sesi yang terjadi dalam acara “ta’aruf Ramadhan” yang dilakukan SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang biasa dilakukan dengan cara pawai, kali ini dengan pengenalan “mengetahui” awal bulan qamariyyah, (12/5).
(Baca juga: Mencari Hilal di Sekolah Kader Tarjih Muhammadiyah)
“Awal bulan selalu diawali dengan kemunculan hilal,” demikian penjelasan singkat Fatkhurahman Sani, di hadapan 100-an siswa kelas 5 SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya.
“Hilal adalah kemunculan bulan pertama kali setelah matahari terbenam d setiap awal bulan qomariah yang berbentuk lengkung seperti sabit (bulan sabit),” lanjut pria yang dipercaya sebagai Devisi Hisab Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim ini.
Fatkhurahman lantas melanjutkan bahwa cara mengetahui hilal bisa dilakukan dengan 2 cara. Pertama, dengan rukyatul hilal (melihat hilal dengan teropong/teleskop) dan dilakukan dengan pengamatan langsung. “Yang kedua adalah dengan hisab, perhitungan.”
“Pengamatan langsung itu sangat lemah, meski dengan menggunakan teleskop yang sangat canggih. Sebab terdapat banyak penghalang atau ghummah menjelang ghurub (matahari terbenam) di Indonesia,” tegasnya di hadapan siswa yang di akhir ceramah juga mempraktikkan rukyatul hilal dengan teleskop.
(Baca juga: Hisab Tidak Bertentangan dengan Sunnah, Bahkan Sangat Selaras)
“Karena itu hisab sangat dianjurkan. Di era sekarang ini ketika ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat berkembang termasuk ilmu astronomi. Diantara alasan mengikuti hisab adalah pergerakan bulan dan matahari sudah bisa dihitung dan diprediksi,” jelasnya lagi.
“Contohnya adalah waktu shalat tidak lagi mengamati matahari cukup melihat jadwal shalat. Gerhana bulan dan matahari dapat dihitung secara tepat, bahkan sampai ke detik sekalipun,” jelas Fatkhurahman.
Di akhir sesion para siswa diajak untuk menggunakan teleskop untuk memantau angkasa. (muhimmatul azizah)