Siswa SD Mutu Dukun Wisata ke Putuk Truno dan Candi Songgoriti, liputan kontributor PWMU.CO Gresik Mohammad Hasbi Amirudin
PWMU.CO – Siswa kelas VI SD Muhammadiyah 1 (SD Mutu) TOPS (Terampil, Optimis, Peduli, dan Semangat) Dukun Gresik mengadakan kegiatan wisata ke Pasuruan dan Kota Batu, Rabu (14/6/2023).
Kepala SD MUTU TOPS Dukun Zakiyatul Faikhah SPd menyampaikan rasa senangnya bisa trip bersama siswa kelas VI dengan didampingi wali siswa.
“Berharap kegiatan ini bisa dijadikan sebagai media silaturahmi. Walaupun akan berpisah, semangat anak-anak bawa nama baik sekolah terus melanjutkan cita-cita setinggi mungkin dan semoga kesuksesan akan selalu kalian raih. Amin,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Pelaksana Srie Sulyana SPd. Dia menjelaskan enam tahun belajar bersama, bersenda gurau, bercengkrama, dan berbagi.
“Kini anak-anak harus melangkah maju, untuk meraih cita. Hanya doa yang kami panjatkan mengiringi langkah dalam meraih cita-cita. Selamat jalan anandaku, kesuksesan menantimu,” katanya wali kelas VI ini.
Dalam pelaksanaan wisata ini, pukul 06.00 siswa yang didampingi guru dan guide Wonder Kids Gatot Winarko berangkat menuju lokasi. Sepanjang perjalanan guru memberikan ice breaking dan juga menceritakan secara ringkas objek yang dilewati, salah satunya adalah JIIPE (Java Integrated Industrial and Port Estate).
Gatot menyampaikan JIIPE adalah kawasan terintegrasi pertama di Indonesia. Dengan total area 3.000 hektar, yang terdiri dari kawasan industri, pelabuhan umum multifungsi, dan hunian berkonsep kota mandiri.
Berlokasi di Gresik Provinsi Jawa Timur JIIPE menjadi kawasan percontohan bagi pengembangan industri di Indonesia.
“Tujuannya agar di masa mendatang stigma ini menjadi motivasi anak-anak berperan aktif mengakses informasi perkembangan daerah dan negara bagi masa depannya,” ungkapnya.
Wisata Songgoriti
Srie Sulyana menyampaikan, selain hiking sambil menikmati kekayaan flora khas Prigen berikut satwa yang hidup di alam bebas, peserta menikmati keindahan Air Terjun Putuk Truno Pasuruan.
“Tak henti-hentinya pemandu wisata mendampingi dan menjelaskan hal-hal baru yang dijumpai di sana. Mulai dari pintu masuk hingga tangga turunan akhir air terjun,” katanya.
Kegiatan dilanjutkan ke Kota Batu, tepatnya Wisata Songgoriti. Siswa disuguhkan pemandangan berupa candi. Di situs ini terdapat pemandian air panas dan dingin. Pada kesempatan tersebut, Gatot menjelaskan sejarah tentang hal tersebut.
“Berdasarkan analisis arkeologi, Songgoriti termasuk candi tertua di Jawa Timur. Meskipun belum diketahui secara pasti kapan masa pembangunannya,” katanya.
Pendiriannya diduga berasal dari masa pemerintahan Mpu Sindok yakni sekitar abad ke-9 sampai ke-10 Masehi ketika perpindahan kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Dugaan masa ini didasarkan pada gaya candi (serupa dengan candi-candi semasa di Jawa Tengah). Berdasarkan gaya ini pula Candi Songgoriti terduga kuat merupakan candi yang menjadi bagian petirtaan.
“Dugaan masa pendirian ini juga didasarkan pada gaya tulisan inskripsi Jawa Kuno yang tertulis pada salah satu lempeng emas peripih yang pernah ditemukan,” jelasnya.
Sebagian tubuh candi berasal dari batu andesit dan yang dapat disaksikan saat ini merupakan bagian kaki candi. Candi Songgoriti berukuran 14,36 × 10 meter dengan tinggi aktual 2,44 meter. Terdapat relung atau cekukan pada tubuh candi yang digunakan untuk tempat berdirinya arca.
Cekukan di sebelah timur adalah tempat untuk Arca Ganesha yang kini arcanya tinggal sebagian. Sebelah utara sudah tidak memiliki arca karena hilang, dan relung barat arcanya sudah tidak menempel, tapi tersimpan di lingkungan candi.
Arca tersebut adalah Arca Agastya yang merupakan wujud lain Dewa Siwa. Karena bukti-bukti dari arca tersebut menunjukkan jika Candi Songgoriti merupakan bangunan candi yang bersifat Hindu beraliran Siwa.
“Di tengah candi terdapat lubang sampai dasar candi yang terisi air. Pada sisi sebelah timur candi terdapat mata air panas yang berwarna kekuningan, yang berarti air tersebut mengandung belerang,” katanya.
Menurut cerita rakyat setempat, lanjutnya, dahulu lokasi candi tersebut merupakan kawah dari gunung berapi yang mengeluarkan air panas. “Yang akhirnya datanglah Mpu Supo yang membangun candi di atas kawah tersebut sehingga airnya tidak mengalir ke mana-mana,” ungkapnya. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.