Semula ada 94 bakal calon yang terjaring atas usulan cabang-cabang, anggota Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), dan Organisasi Otonom (Ortom). Dari 94 nama itu akhirnya mengerucut menjadi 68 calon sementara. Sebanyak 26 bakal calon tidak lolos karena tidak bersedia atau di kasus lain, karena tidak memenuhi persyaratan seperti diatur dalam konstitusi Muhammadiyah.
Di arena Musyda, ke-68 calon sementara itu ditetapkan sebagai calon tetap. Untuk Muhammadiyah Lamongan, dari 68 calon tetap itu akan dipilih 11 orang menjadi anggota PDM. Di daerah lain mungkin hanya 9 orang, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Dan jumlah maksimalnya adalah 13 orang. Tapi, jika dirasa ada yang “kurang”, anggota Pimpinan terpilih bisa menambah anggota Pimpinan, maksimal sepertiganya, seperti dicontohkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah hasil Muktamar ke-47, yang memasukkan Marpuji Ali, Bachtiar Effendy, Agus Taufiqurrohman, dan Noordjannah Djohantini dalam unsur pimpinan, sehingga jumlahnya menjadi 17 orang.
Yang kurang paham daleman Muhammadiyah, akan menyebut 11 orang ini sebagai tim formatur. Dalam beberapa hal ada benarnya, tetapi yang membedakan, ke-11 orang ini otomatis menjadi anggota Pimpinan Daerah. Sementara anggota formatur bisa bubar setelah terpilihnya ketua dan anggotanya tidak harus menjadi unsur pimpinan.
Pemilihan 68 calon sehingga terpilih 11 anggota pimpinan menggunakan sistem pemilihan langsung atau voting. Ke-11 anggota Pimpinan yang terpilih itu kemudian bermusyawarah untuk memilih siapa Ketua dan unsur Pimpinan lainnya.
Dalam Musyda Lamongan, kebetulan peraih suara terbanyak yang dipilih secara musyawarah sebagai Ketua. Tetapi di beberapa Musyda, peraih suara terbanyak tidak otomatis menjadi ketua. Seperti Musyda Muhammadiyah Kabupaten Tuban, Sidoarjo, Pacitan, dan Madiun; serta Kota Mojokerto dan Kediri.
baca sambungan hal 3 …