Menjadi Ibrahim lewat Spirit Takbir dan Kalimat Talbiyah oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku 50 Pendakwah Pengubah Sejarah dan sepuluh judul lainnya
PWMU.CO – Memasuki 10 Dzulhijjah, kita menyerukan takbir, tahlil, dan tahmid. Beruntunglah kaum beriman yang senantiasa mengesakan Allah, dengan jalan tidak menyekutukanNya lewat berbagai pemikiran dan amaliyah mereka.
Berbahagialah kaum bertakwa yang selalu membesar-besarkan Allah dengan cara selalu mendahulukan urusan-Nya ketimbang yang selain itu. Sejahteralah kaum muslimin yang selalu memahasucikan Allah dengan istiqamah menaati syariat-Nya.
Ketahuilah, takbir-tahlil-tahmid yang kita lafalkan sepenuh penghayatan adalah manifestasi cinta kita kepada Allah. Kalimat-kalimat itu sebentuk bukti bahwa kita berada dalam golongan kaum yang selalu meninggikan syiar Islam.
Sikap di atas, insyaallah, adalah salah satu wujud ketakwaan kita. Perhatikan ayat ini: “Dan barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS Al-Hajj [22]: 32).
Idul Adha merupakan salah satu syiar Islam yang agung. Hari Raya ini adalah momentum istimewa. Sungguh, takbir-tahlil-tahmid yang kita lantunkan sambil menahan haru adalah sebentuk pernyataan syukur bahwa di tahun ini (sebagian dari) kita telah disempatkan Allah berhaji dan berkurban.
Resapilah ayat ini: “Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS Al-Baqarah [2]: 185).
Mari rayakan Idul Adha, Idul Qurban! Mari tunjukkan esensinya, yaitu kita selalu siap untuk berkorban di Jalan Allah karena takwa kepada-Nya.
Buah Takwa
Allah meminta kita untuk mempelajari kisah Ibrahim as. Simaklah ayat ini: “Dan, bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim” (QS Asy-Syu’araa’ [26]: 69).
Sungguh, Ibrahim As itu teladan paripurna. Kita diminta berguru ke Ibrahim as, terutama dalam hal sikapnya yang hanif dan selalu siap membenarkan apapun yang berasal dari Allah.
Simaklah ayat ini: “Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi” (QS Maryam [19]: 41).
Maksud dari kalimat “Seorang yang sangat membenarkan” pada ayat di atas, adalah bahwa Ibrahim as itu seorang nabi yang amat cepat membenarkan semua hal ghaib yang datang dari Allah. Perhatikanlah ilustrasi berikut ini.
Sebagaimana manusia lainnya, Ibrahim as menghadapi berbagai ujian yang tak ringan. Ibrahim As diuji ketika berusaha “menemukan” Tuhan. Ibrahim as diuji kala harus berhadapan dengan penduduk negerinya sendiri (termasuk ayahnya dan Namrudz –rajanya-) yang kesemuanya penyembah berhala.
Ibrahim as diuji saat harus memilih, lebih suka tinggal di kampung sendiri atau hijrah ke wilayah baru.
Ibrahim as diuji ketika sampai usia 80 tahun, ia tak dikaruniai putra. Ketika pada akhirnya mendapat putra, Allah masih juga mengujinya: ”Korbankan Ismail, anak terkasihmu.” (QS Ash-Shaaffaat [37]: 100-111).
Ibrahim as melewati semua masalah berat itu dengan baik, lewat cara: ”Lakukanlah seluruh perintah Allah dan jauhilah segala larangan-Nya”(QS Al-Baqarah [2]: 124).
Hal yang demikian ini hanya mungkin dilakukan oleh seseorang yang memiliki iman dan takwa kukuh.
Atas semua prestasi ketakwaan Ibrahim as, Allah membalasnya dengan sebuah gelar: Kekasih Allah! Ini, seperti yang tergambar di ayat berikut: “Dan, Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya” (QS An-Nisaa’ [4]: 125).
Berhala Itu
Sebagian sejarah Ibrahim as sudah tergelar. Intinya, Ibrahim as adalah teladan yang dengan sempurna memperagakan sosok manusia bertakwa, yang selalu tunduk dan patuh kepada apapun ajaran Allah.
Sekarang, mari jujur bercermin. Sangat boleh jadi, banyak di antara kita yang belum beriman sekelas Ibrahim as. Sangat mungkin, tak sedikit di antara kita yang belum bertakwa selevel Ibrahim as.
Lihat saja! Banyak di antara kita yang rela memburu kesenangan sesaat di dunia dengan mengabaikan aspek halal-haramnya. Padahal, jika jalan haram yang kita pilih maka pasti berakibat kelak di akhirat akan mendapat siksa Allah.
Perhatikanlah, sudah tahu bahwa mencuri itu tak boleh tapi malah banyak yang korupsi besar-besaran. Sudah mengerti bahwa sekadar mendekati zina itu dilarang, malah sarana untuk berzina disediakan.
Sudah paham bahwa pejabat itu berkewajiban melayani rakyat, malah justru si pejabat yang minta dilayani. Sudah tahu bahwa status birokrat adalah abdi rakyat, malah si birokrat berlagak bak Tuan Besar. Sudah paham bahwa bersikap adil harus diberlakukan kepada siapapun, malah “pihak yang berwenang” melakukan tebang pilih dalam penegakan hukum.
Level ketakwaan kita masih jauh dari yang pernah diperagakan Ibrahim as. Dulu, Ibrahim as berjuang memberantas (para pemuja) berhala. Sekarang, kita malah membuat banyak ”berhala” dan lalu memujanya habis-habisan.
Kita bikin ”berhala” bernama ”kekayaan melimpah” yang lalu kita jadikan Tuhan. Maka, dianggap tak penting soal halal atau haram dalam cara mendapatkan harta.
Contoh lain, kita buat “berhala” bernama kekuasaan (politik) yang lantas kita jadikan Tuhan. Maka, untuk meraihnya tak perlu malu berprinsip ”menghalalkan segala cara”.
Dua contoh di atas, sebagian kecil saja. Contoh dari orang-orang yang suka berpaling dari hukum Allah.
“Menjadi Ibrahim”
Inginkah kita mengatasi serbaneka masalah dengan baik, sebagaimana Ibrahim As? Kembalilah ke Jalan Islam, dengan mengawalinya melalui sebuah pertobatan yang sungguh-sungguh. Tak ada kata terlambat untuk bertobat.
Siapapun, bisa berbuat salah. Teladanilah Nabi Adam as yang segera memohon ampun ketika sempat menyimpangi syariat Allah (untuk “tak mendekati” pohon larangan). Contohlah Nabi Yunus As yang lekas meminta ampun kala khilaf meninggalkan “gelanggang dakwah” dan lalu ditelan seekor ikan yang besar.
Setelah bertobat, inginkah kita menjadi “Kekasih Allah”? Jadilah Ibrahim! Berserah diri-lah hanya kepada Allah dan itu kita buktikan dengan mengamalkan segala perintah Allah serta meninggalkan segenap larangan-Nya. Besarkan Allah, kecilkan selain-Nya.
”Menjadilah Ibrahim!” Besarkan Allah, kecilkan selain-Nya. Ambil spirit kalimat Allahu Akbar ketika takbiratul-Ihram saat mendirikan shalat. Ambil spirit dari kalimat talbiyah yang diucapkan dengan penuh cinta oleh mereka yang berhaji: Labbaika Allahumma labbaik (Yaa Allah, kami datang, kami datang memenuhi panggilan-Mu).
Ambil spirit kalimat Bismillaah Allaahu-Akbar saat kita menyembelih hewan kurban. Ambil spirit ritual melempar jumrah saat berhaji, sebagai lambang sikap selalu membesar-besarkan Allah dan mengecilkan yang selain-Nya (terutama setan).
Semoga posisi “Menjadi Ibrahim” dapat membantu kita untuk segera keluar dari berbagai masalah sebagai seorang pemenang. Pemenang dalam artian bahwa kita dapat meraih semua janji Allah yang akan diberikan-Nya kepada orang-orang yang bertakwa.
Selalu ingatlah! Bahwa orang-orang yang bertakwa niscaya akan diberi jalan keluar, diberi rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka, dan dikaruniai kemudahan dalam urusannya (baca QS Ath-Thalaaq [65]: 2-4).
Doa Hamba
Yaa Allah, beri kami sikap istiqamah menjadi Ibrahim. Seperti Ibrahim as, beri kami keberanian bernahi-munkar dan beramar-ma’ruf menumpas para penyembah berhala.
Beri kami kekuatan untuk menghadapi para pemuja berhala modern, seperti pemimpin yang menomorsatukan jabatan seraya mengkhianati amanah.
Seperti Ibrahim as, beri kami kekuatan untuk menghadapi para pemuja berhala modern seperti sejumlah pihak yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompok ketimbang terpenuhinya rasa keadilan masyarakat.
Seperti Ibrahim as, karuniai kami kesabaran untuk tak ragu-ragu mengorbankan “Ismail” kami. Sabar saat saat harus membuang semua bentuk kesayangan kami andai itu bisa melalaikan kami dalam menegakkan syariat-Mu.
Yaa Allah beri kami kebaikan di dunia, sebab di sinilah kami tinggal dalam kesementaraan. Beri kami kebaikan di akhirat, sebab di sanalah kami tinggal dalam keabadian. Bebaskan kami dari azab neraka. Aamiin.
Editor Sugeng Purwanto