Antara Sarah dan Hajar
Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik ini menuturkan, ketika Nabi Ibrahim belum diberikan keturunan anak, metode yang dipakai orang Jawa adalah mancing.
“Yang pertama adalah mancing dengan cara ngapek (ambil) anak untuk diasuh dengan harapan istrinya dapat hamil dan melahirkan seorang anak ” terangnya
Sedangkan, yang kedua, Nabi Ibrahim dipersilakan oleh Sarah untuk menikahi Siti Hajar seorang budak dari Raja Namrud. Dan pernikahan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar melahirkan seorang anak yang bernama Ismail.
“Tidak lama kemudian Sarah juga hamil dan melahirkan seorang anak yang bernama Ishaq,” terangnya.
“Dari Ismail inilah akan turun keturunan bangsa Arab dan dari Ishaq inilah akan turun keturunan bangsa Yahudi,” jelasnya. Maka lanjutnya, “Umat Islam dan Yahudi sejatinya adalah satu bapak beda ibu, tetapi setiap hari sepanjang tahun selalu bertengkar satu dengan yang lain.”
Pertengkaran ini disebabkan karena dalam tradisi kerajaan mestinya yang meneruskan estafet kepemimpinan adalah anak dari istri pertama yaitu Ishaq. Tetapi Nabi Muhammad SAW keturunan Nabi Ismail sebagi penerus estafet kepemimpinan para nabi.
Orang Yahudi merasa adanya ketidakadilan dan orang Yahudi tidak akan pernah rela kepada kita sampai kemudian kita mengikuti agama mereka,” jelasnya.
Selanjutnya dia menerangkan, ketika Nabi Ibrahaim diusia yang sudah senja diberikan anak oleh Allah SWT, maka Allah akan menguji apakah masih cinta kepada Allah atau lebih cinta kepada anaknya.
“Maka Nabi Ibrahim diperintahkan menyembelih anaknya,” terangnya Pertanyaannya, siapakah yang sesungguhnya dikurbankan oleh Nabi Ibrahim?
“Yang dikurbankan itu sejatinya bukan Ishaq dan juga bukan Ismail, tetapi yang dikurbankan adalah seekor sembelihan yang besar,” ujarnya.
Baca sambungan di halaman 3: Tiga Hikmah Kurban