Bukan Pengorbanan Biasa
Setelah itu Nabi Ibrahim bertanya pendapat putranya. Menurutnya, ini bukan pengorbanan biasa. Kalau biasa, mungkin harta kita yang diminta. Mungkin panen atau jabatan, bukan keluarga.
“Apa kata putranya (Ismail)?” tanya Ghoffar retorik, lalu menjawab, “Dengan tegas, dia menjawab, lakukan yang diperintahkan wahai Abah. Insyaallah engkau mendapatiku orang yang sabar.”
Adapun rangkaian seluruh peristiwa kurban Ibrahim dan Ismail, bahkan istrinya Hajar telah menjadi bagian penting dari ibadah haji dan kurban yang wajib dilaksanakan oleh kaum Muslimin. Ibadah-ibadah di dalam umrah, haji dan kurban, seperti tawaf, sa’i, wukuf, mabit, lontar jamarat, tahallul dan penyembelihan kurban itu sendiri adalah ibadah penting bagi umat Islam yang wajib ditunaikannya.
“Di sini menandakan peristiwa itu begitu dahsyat! Pada masa Ibrahim dan putranya Ismail menjadi sejarah yang tidak terlupakan dan menjadi syariat bagi kaum Muslimin seluruh dunia saat ini. Memang Islam agama yang diturunkan sejak awal Nabi Adam hingga Nabi Muhammad,” ujar Tim Pengembang Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah itu.
Hikmah Optimis dan Tawakkal
Dari sejarah ibadah itu, Ghoffar mengambil hikmah, ibadah kurban membawa kita mewujudkan keluarga yang kuat dan optimis dalam menatap masa depan. “Sering saat ini kita dihadapkan dengan cerita dan berita yang kadang membuat hati ini gundah gulana. Apa yang terjadi saat ini dan masa depan? Kita, manusia, jelas tidak memiliki pengetahuan untuk itu,” ungkapnya.
Dengan peristiwa yang terjadi pada Nabi Ibrahim dan Ismail AS, lanjutnya, kita mendapatkan bagaimana dua manusia ini senantiasa husnudzan kepada Allah SWT. “Mereka sangat mempercayai Allah. Ketakwaannya membawa mereka berprasangka baik kepada Allah,” imbuh BPP Pondok Pesantren Tahfidz Muhammadiyah Ibnu Juraimi Yogyakarta dan BPP MBS Jombang itu.
Ghoffar lantas menegaskan, “Allah Maha Kaya. Kita manusia hanya bisa percaya dan husnudzan kepada Allah SWT. Tentu ikhtiar harus kita lakukan. Tapi manusia hanya bisa berikhtiar semampu yang bisa dilakukan. Semuanya tergantung Allah SWT.”
Menurutnya, yang perlu kita tanamkan hanya tawakal kepada Allah SWT. Di dalam al-Quran, lebih dari lima kali Allah menyebutkan, Allah sangat suka orang yang bertawakal. “Ternyata tawakal bukan sekadar pasrah tapi dimulai dengan usaha maksimal dan ikhtiar sungguh-sungguh, melakukan yang terbaik. Lalu kita minta berdoa yang tidak pernah putus kepada Allah SWT,” ungkapnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni