PWMU.CO – Empat ikhtiar menguatkan fondasi keluarga disampaikan oleh Drs Ahmad Hariadi MSi dalam Pengajian Ahad Pagi di Masjid At-Taqwa Wisma Sidojangkung Indah Menganti, Gresik, Jawa Timur, Ahad (2/7/2023).
Aktivis masjid kampus di tahun 80-an itu membuka materi dengan menampilkan data perceraian dengan mengutip katadata.co.id.
Pada tahun 2022, angka perceraian mencapai 516.334 kasus. Angka ini meningkat 15,31 persen dibandingkan 2021 yang mencapai 447.743 kasus. Sementara pada tahun 2020, angka perceraian ‘hanya’ 291.677 kasus.
Adapun penyebab utama perceraian pada 2022 adalah perselisihan dan pertengkaran. Jumlahnya sebanyak 284.169 kasus atau setara 63,41 persen dari total faktor penyebab kasus perceraian di Tanah Air.
Kasus perceraian lainnya dilatarbelakangi alasan ekonomi (24,7 persen), salah satu pihak meninggalkan (8,78 persen), dan kekerasan dalam rumah tangga (1,1 persen). Penyebab lainnya: mabuk, murtad, penjara, judi, poligami, zina, madat, kawin paksa, dan cacat fisik. Masing-masing tak sampai satu persen.
“Oleh karena itu kita perlu menguatkan fondasi keluarga kita masing-masing,” kata Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (Stainim) Sidoarjo ini.
Nikah Ibadah Terlama
Pjs Kepala SMP Al Hikmah Surabaya tahun 2001 itu lalu menawarkan empat ikhtiar bagaimana menguatkan fondasi keluarga. Pertama, dengan memperbaiki cara pandang tentang pernikahan dan pasangan hidup.
Menurut Ustadz Ahmad, sapaannya, pernikahan adalah ibadah yang waktunya paling lama dibandingkan dengan ibadah lainnya. Shalat Dhuha misalnya dengan 10 rakaat kira-kira perlu waktu 30 menit. Infak juga tidak setiap saat. Ketika memasukkan infak hanya butuh waktu satu menit. Naik haji, paling cepat setahun sekali.
Berbeda dengan pernikahan. “Nikah yang kita bangun itu, ketika bapak-bapak bilang ‘qabiltu’ maka semua aktivitas saat itu bersama keluarga, nilainya adalah ibadah. Sampai kita wafat,” katanya.
Dia lalu menyebut salah satu hadis yang menjelaskan bahwa melakukan hubungan istri adalah sedekah. “Kalau kita memenuhi hasrat atau kebutuhan biologis kita nilainya sedekah, lalu kalau nyuci-nyuci bareng itu maksiat atau sedekah?” tanyanya retoris pada sekitar 200 peserta pengajian.
“Kalau kita guyonan sama anak dan istri di rumah, itu kira-kira sedekah atau maksiat? Kalau kita jalan ke pasar bareng-bareng sama pasangan kita, itu nilainya ibadah atau maksiat?” kembali dia menyampaikan contoh-contoh dengan gaya bertanya.
Jadi, Ahmad Hariadi menyimpulkan, menikah itu adalah ibadah terlama.
Baca sambungan di halaman 2: Cara Pandang pada Perempuan