SD Musix Adakan Capacity Building Manajemen kelas ABK, liputan kontributor PWMU.CO Surabaya Basirun
PWMU.CO – SD Muhammadiyah 6 (SD Musix) Gadung Surabaya Jawa Timur menggelar Pelatihan Capacity Building (Peningkatan Kapasitas), Sabtu (8/7/2023).
Kepala SD Musix Munahar SHI MPd menjelaskan pelatihan ini untuk menyongsong tahun ajaran 2023-2024. “Materi yang disampaikan dalam pelatihan ini adalah adalah manajemen kelas anak berkebutuhan khusus (ABK),” katanya.
Dia menuturkan, kegiatan ini diikuti guru dan karyawan sejumlah 30 orang yang digelar di Ruang Aquarium al-Quran.
Saat ini mau tidak mau sekolah kita harus menerima calon siswa ABK. Sekalipun anak-anak ini baru ada di kelas I tetapi pada momen-momen tertentu kita akan berinteraksi dengan meraka. “Oleh karena itu hari ini kita hadirkan narasumber dibidangnya untuk semua guru dan karyawan,” katanya.
Manajemen Kelas
Dalam materinya, Direktur Pelaksana CV Dinar Nasyiah Lely Ika Mariyati MPsi Psikolog mengajak peserta mengerjakan soal pretes. Soal pretes yang disampaikan menyangkut tanggapan perserta terhadap kehadiran ABK di kelas.
Jawaban yang tersedia adalah senang, takut, terharu, bersyukur, bingung, tertantang, semangat, kecewa. Jawaban respoden yang diharapkan adalah tantangan atau semangat, tetapi dari 30 peserta ada 22 responden yang berhasil submit, hanya 12 yang menjawab sesuai yang diharapkan.
Dari data pretes yang didapar, Ketua Lembaga Pendidikan Orangtua dan Anak (LPOA) ini menyampaikan baru 12 responden yang mejawab sesuai harapan. “Untuk itu mari besama kita shering tentang kehadiran ABK di sekolah kita,” ajak dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) ini.
Dalam paparannya, dia menukil Surat an-Nisa ayat 9, Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
“Kehadiran siswa ABK perlu ada perlakuan yang sama jangan sampai menjadi generasi lemah akibat tidak mendapat perlakuan yang baik. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk menolak anak-anak yang berpotensi ini yang akan mendaftar di sekolah kita,” jelasnya.
Kekuatan dan Kebutuhan
Lely Ika Mariyati menjelaskan, ada dua hal penting assesment terhadap siswa ABK yaitu kekuatan dan kebutuhan.
“Contohnya seorang siswa ABK dalam klasifikasi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADAD) yaitu anak yang mendapat gangguan mental, sulit konsentrasi, serta memiliki perilaku inpulsif dan hiperaktif suka berhitung,” jelasnya.
Anak ini mempunyai kekuatan di bidang matematika, maka kebutuhannya adalah alat hitung yang aman yang dipakai sambil bergerak, contonya sempoa. Maka dia akan asyik menggunggakan sempoa untuk belajar.
“Tanpa disadari dia mendapatkan yang dibutuhkan,” papar Wakil Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) PWM Jawa Timur.
Dalam kesempatan yang sama, guru kelas IA Chatarina Lestari SPd menyampaikan pertanyaan. “Apakah anak-anak penyandang autisme itu bisa disembuhkan?” tanyanya.
Lely Ika Mariyati mengatakan, butuh waktu cukup panjang itupun sembuh seratus persen masih sulit, tetapi tingkat kesuliatnya bisa banyak berkurang asalkan pendampingan dilakukan secara efektif.
“Penyandang autisme baik anak maupun orang dewasa ratar-rata mereka memiliki masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain sehingga sulit bagi mereka untuk menjalani kehidupan normal,” tuturnya.
Selaras dengan kisah pengalaman Sapto Gunawan SPd guru olahraga yang pernah menangani penyandang autisme untuk berlatih berenang. Dia diminta oleh orangtua penyandang autis untuk mengajari berenang pada usia TK.
Sapto, sapaan akrabnya, menjelaskan awalnya memang merasa kesusahan, karena sulit dikendalikan. Dalam prosesnya, dia selalu menuruti kemauannya ketika di air,.
“Lama-kelamaan dia akrab dengan air dan saya merasa mudah untuk mengarahkan,” cerita Sekretaris PCM Sedati Gede Sidoarjo ini.
Dia mengaku kaget ketika disapa seorang gadis yang ceria dan memanggil namanya, ternyata dia adalah penyandang autisme yang dulu pernah belajar renang dulu. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.