PWMU.CO – Dalam buku “Tuntunan Ibadah Pada Bulan Ramadhan” yang diterbitkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, salah satu bahasannya adalah tentang pelaksanaan qiyamul lail, atau yang popular dengan istilah shalat tarawih.
Disebutkan bahwa Muhammadiyah menganjurkan shalat tarawih dan witir dengan formasi 4-4-3. Yaitu dikerjakan dengan 4 rakaat tanpa tasyahud awal, 4 rakaat tanpa tasyahud awal, dan 3 rakaat witir tanpa tasyahud awal.
Terkait dengan tuntunan ini, ada sebagian kecil umat Islam yang mempertanyakan dalil yang digunakan oleh Muhammadiyah. Bahkan ada yang secara gegabah mengatakan shalat empat rakaat dengan satu salam adalah ngawur.
(Baca juga: Redaksi Takbiran: Allahu Akbar 2 atau 3 Kali? dan 8 Persiapan yang Perlu Dilakukan Menyambut Bulan Ramadhan)
Menanggapi masalah tersebut, Majelis Tarjih PP Muhammadiyah mengeluarkan penjelasannya secara detail. Bukan hanya mengeluarkan dalil yang dijadikan acuannya, tapi juga bagaimana cara mengambil hukum dari dalil yang termaktub dalam hadits-hadits Nabi tersebut. Berikut adalah petikannya sebagaimana yang tertulis dalam penjelasan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Semoga bermanfaat. (Redaksi)
***
Terlebih dahulu kami sebutkan lebih dahulu beberapa hadits yang berhubungan dengan shalat malam (qiyamul-lail / qiyamu Ramadhan), terjemahnya, serta penjelasannya, sebelum sampai pada kesimpulannya.
Hadits Nabi saw riwayat al-Bukhari dari Aisyah r.a.
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ وَهِىَ الَّتِى يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ
Artinya: Dari Aisyah, istri Nabi saw, (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah Rasulullah saw melakukan shalat pada waktu antara setelah selesai Isya yang dikenal orang dengan ‘Atamah hingga Subuh sebanyak sebelas rakaat di mana beliau salam pada tiap-tiap dua rakaat, dan beliau shalat witir satu rakaat.
Hadits Nabi saw riwayat Muslim dari Aisyah r.a.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوتِرُ مِنْ ذَلِكَ بِخَمْسٍ لاَ يَجْلِسُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ فِى آخِرِهَا
Artinya: Dari Aisyah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Pernah Rasulullah saw shalat malam tiga belas rakaat, beliau berwitir dengan lima rakaat dan beliau sama sekali tidak duduk (di antara rakaat-rakaat itu) kecuali pada rakaat terakhir [HR Muslim].
Hadits Nabi saw riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a.
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهاَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا
Artinya: Dari Abu Salamah Ibn ‘Abd ar-Rahman (diriwayatkan) bahwa ia bertanya kepada Aisyah mengenai bagaimana shalat Rasulullah saw di bulan Ramadhan. Aisyah menjawab: Nabi saw tidak pernah melakukan shalat sunat di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat [HR al-Bukhari dan Muslim].
(Baca juga: Ketika Tidak Puasa 2 Edisi Ramadhan Karena Hamil-Menyusui)
Hadits no. 1 menunjukkan bahwa Nabi saw pernah melakukan shalat malam dengan kaifiat dua rakaat lima kali salam dan witir satu rakaat. Hadits no. 2 menunjukkan bahwa Nabi saw shalat delapan rakaat, tetapi tidak diterangkan berapa kali salam. Adapun hadits no. 3 menunjukkan bahwa Nabi saw shalat malam di bulan Ramadhan delapan rakaat dengan dua kali salam, artinya tiap empat rakaat sekali salam, kemudian dilanjutkan shalat witir tiga rakaat dan salam.
Mungkin timbul pertanyaan: dari mana kita memperoleh pengertian sesudah shalat empat rakaat lalu salam? Pertanyaan tersebut dapat dijawab sebagai berikut:Pertama, dari perkataan كَيْفَ (bagaimana) pada hadits ketiga yang menunjukkan bahwa yang ditanya tentang kaifiat shalat qiyam Ramadhan di samping juga menerangkan jumlah rakaatnya. Kedua, kaifiat itu diperoleh dari lafal يُصَلِّي أَرْبَعًا . Lafal itu mengandung makna bersambung (الوصل) secara zahir (ظاهر), yakni menyambung empat rakaat dengan sekali salam, dan bisa mengandung makna bercerai (الفصل), yakni menceraikan atau memisahkan dua rakaat salam kemudian dua rakaat salam. Namun makna bersambung itu yang lebih nyata dan makna bercerai jauh dari yang dimaksud (بَعِيْدٌ مِنَ اْلمُرَادِ). Demikian ditegaskan oleh Imam as-Shan’aaniy dalam kitab Subulus-Salaam (Juz 2: 13).
(Baca juga: Uji Keshahihan Hadits tentang Keutamaan Puasa Awal Dzulhijjah dan Adakah Tuntunan Puasa Tarwiyah sebelum Idul Adha, 8 Dzulhijjah?)
Hadits Aisyah ini menerangkan dalam satu kaifiat shalat malam Nabi saw, di samping kaifiat yang lainnya. Hadits Aisyah ini harus diamalkan secara utuh baik rakaat dan kaifiatnya. Hadits Aisyah ini tidak ditakhsis oleh hadits صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى (shalat malam harus dua rakaat dua rakaat), dan hadits tersebut tidak mengandung pengertian “hashr” seperti dikatakan oleh Muhammad bin Nashar. Imam Imam Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan bahwa shalat malam dengan empat rakaat boleh sekali salam (تسليمة واحدة) dengan ungkapan beliau وهذا ليبان الجواز (salam sesudah empat rakaat menerangkan hukum boleh (jawaz)). Perkataan Imam Nawawi tersebut dikomentari oleh Nashiruddin al-Albaniy dalam bukunya صلاة التراويح sebagai berikut:
وَصَدَقَ رَحِمَهُ اللهُ فَقَوْلُ الشَّافِعِيَّةِ يَجِبُ أَنْ يُسَلِّمَ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَإِذَا صَلاَّهَا بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ لَمْ تَصِحُّ كَمَا فِي اْلفِقْهِ عَلَي اْلمَذَاهِبِ اْلأَرْبَعَةِ وَشَرْحِ اْلقَسْطَلاَنِي عَلَي اْلبُخَارِي وَغَيْرِهَا خِلاَفُ هَذَا اْلحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ وَمَنَافٍ لَقَوْلِ النَّوَوِيِّ بِاْلجَوَازِ وَهُوَ مِنْ كِبَارِ اْلعُلَمَاءِ اْلمُحَقِّقِيْنَ فِي اْلمَذْهَبِ الشَّافِعِي فَلاَ عَذْرَ لِأَحَدٍ يُفْتِي بِخَلاَفِهِ (صلاة التراويح، ص: 17-18)
Artinya: Dan sungguh benar ucapan Imam Imam Nawawi ra itu, maka mengenai pendapat ulama-ulama Syafi’iyyah bahwa wajib salam tiap dua rakaat di mana apabila shalat empat rakaat dengan satu salam, maka tidak sah, sebagaimana terdapat dalam Kitab al-Fiqh ’alaa al-Madzaahib al-Arba‘ah dan Syarh al-Qasthallaniy terhadap Shahih al-Bukhari dan lainnya, hal itu menyalahi hadits (‘Aisyah) yang shahih itu serta menafikan terhadap ucapan (pendapat) Imam Nawawi yang mengatakan hukum boleh (jawaz) itu. Padahal Imam Nawawi salah seorang ulama besar ahli tahqiq dalam madzhab Syafii. Hal itu tidak bisa ditolerir (dibenarkan) bagi siapa pun juga yang berfatwa menyalahi ucapan beliau itu [Shalat al-Taraqiih, h. 17-18].
Sebagaimana diketahui hadits Aisyah itu yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim sangat kuat (rajih) dibanding dengan hadits-hadits lainnya tentang qiyam Ramadhan. Sehubungan hal itu Ibn Qayyim al-Jauziyyah menulis di dalam kitab Zādul-Ma‘ād,
وَإِذَا اخْتَلَفَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَعَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا فَي شَيْئٍ مِنْ أَمْرِ قِيَامِهِ بِاللَّيْلِ فَاْلقَوْلُ مَا قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا حَفِظَتْ مَا لَمْ يَحْفَظِ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ اْلأَظْهَرُ لِمُلاَزَمَتِهَا لَهُ وَلِمُرَاعَاتِهَا ذَلِكَ وَلِكَوْنِهَا أَعْلَمُ اْلخَلْقِ بِقِيَامِهِ بِاللَّيْلِ، وَابْنُ عَبَّاسٍ إِنَّمَا شَاهَدَهُ لَيْلَةَ اْلمَبِيتِ عِنْدَ خَالَتِهَا [مَيْمُونَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
Artinya: Dan apabila lbn ‘‘Abbās berbeda pendapat dengan Aisyah mengenai sesuatu hal menyangkut shalat malam Nabi saw, maka riwayat yang dipegang adalah riwayat Aisyah r.a. Beliau lebih tahu apa yang tidak diketahui Ibn ‘Abbās, itulah yang jelas, karena Aisyah selalu mengikuti dan memperhatikan hal itu. Aisyah orang yang lebih mengerti tentang shalat malam Nabi saw, sedangkan Ibn ‘Abbās hanya menyaksikannya ketika bermalam di rumah bibinya (Maimunnah r.a.) [Zadul Ma’ad, 1: 244].
(Baca juga: Hadits-Hadits Seputar Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw dan Hadits-Hadits Palsu Seputar Nishfu Sya’ban)
Diinformasikan oleh Imam asy-Syaukaaniy bahwa kebanyakan ulama mengatakan bahwa shalat tarawih dua rakaat satu salam hanya sekedar menunjukkan segi afdlal (utama) saja, bukan memberi faedah hashr (wajib), karena ada riwayat yang shahih dari Nabi saw bahwa beliau melakukan shalat malam empat rakaat dengan satu salam. Hadits صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى hanya untuk memberi pengertian petunjuk (irsyaad) kepada sesuatu yang meringankan saja, artinya shalat dua rakaat dengan satu salam lebih ringan ketimbang empat rakaat sekali salam.
Lebih jauh disebutkan dalam kitab Nailul Authaar, memang ada perbedaan pendapat antara ulama Salaf mengenai mana yang lebih utama (afdlal) antara menceraikan (الفصل = memisahkan 4 rakaat menjadi 2 rakaat satu salam, 2 rakaat satu salam) dan bersambung (الوصل = empat rakaat dengan satu salam). Sedangkan Imam Muhammad Ibn Nashr menyatakan sama saja afdlalnya antara menceraikan (الفصل) dan menyambung (الوصل), mengingat ada hadits shahih bahwa Nabi saw berwitir lima rakaat, beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang kelima, serta hadits-hadits lainnya yang menunjukkan kepada bersambung (الوصل) [Nailul-Authaar: 2: 38-39].
Mengenai pendapat atau fatwa Syeikh ‘Abd al-‘Azīz Ibn Bāz dalam Majmū‘ Fatāwā-nya dan Dr. Ṣāliḥ Fauzān Ibn ‘Abdillāh al-Fauzān dalam bukunya الملخص الفقهي yang mengatakan shalat empat rakaat sekali salam itu salah dan menyalahi sunnah, pendapat itu justru menentang sunnah dan terkesan ekstrim. Hal itu sama juga dengan pendapat sementara orang di Indonesia yang menyatakan shalat empat rakaat dengan satu salam adalah ngawur. Mereka itu sangat terpengaruh dengan pendapat sebahagian ulama Syafi’i yang fanatik dalam hal tersebut seperti disebutkan oleh Muḥammad Naṣīruddīn al-Albānī.
(Baca juga: Mengapa Banyak yang Tak Amalkan Shalat Iftitah dalam Tarawih?)
Menurut hemat kami, Syeikh ‘Abd al-‘Azīz Ibn Bāz, dalam bidang akidah berpegang kepada ajaran yang dikembangkan oleh Muḥammad Ibn ‘Abd al- Wahhāb, sedang dalam bidang fikih sangat dipengaruhi oleh paham Aḥmad Ibn Ḥambal (Hanbali), dan itu umum dianut penduduk Saudi Arabia.
Ahli hadits Indonesia seperti Prof. Dr. T.M. Hasbi ash-Shiddieqy (dalam bukunya Pedoman Shalat, hal 514, begitu juga dalam Koleksi Hadits-Hadits Hukum, V: 130), begitu pula A. Hassan pendiri Persatuan Islam, ahli hadits juga, dalam bukunya Pelajaran Shalat, h. 283-284, kedua beliau itu berpendapat bahwa shalat tarawih (qiyam Ramadhan) empat rakaat sekali salam adalah sah, itu salah satu kaifiat shalat malam yang dikerjakan oleh Nabi saw.
Sebagai informasi tambahan kami kutip di sini apa yang ditulis Imam Imam Nawawi dalam kitab al-Majmū’ (syarah al-Muhażżab, V: 55), “Al-Qāḍī Ḥusain berpendapat bahwa apabila shalat Tarawih dilakukan dua puluh rakaat, maka tidak boleh / tidak sah dikerjakan empat rakaat sekali salam, tetapi harus dua rakaat sekali salam.” Jadi bukan yang dimaksud oleh beliau itu shalat tarawih delapan rakaat.
(Baca juga: “Cahaya Hikmah” Siap Jadi Tayangan Andalan PWMU TV di Bulan Ramadhan)
Berdasarkan hasil kaji ulang kami sebagaimana uraian / penjelasan di atas, maka menurut hemat kami hadits tentang shalat tarawih empat rakaat sekali salam tidak bermasalah, baik dari sisi matan maupun sanadnya. Dalam buku Tuntunan Ramadhan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah yang diterbitkan oleh Penerbit Suara Muhammadiyah, telah disebutkan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih empat rakaat satu salam dan dua rakaat satu salam merupakan tanawu’ dalam beribadah, sehingga keduanya dapat diamalkan.
***
Namun, sebelum melaksanakan shalat tarawih, sebagaimana tertuang dalam berbagai hadits Nabi Muhammad saw, disunnahkan mengerjakan shalat sunnah dua rakaat ringan, atau shalat Iftitah. Adapun tata cara shalat iftitah bisa dibaca pada tautan berikut: Tuntunan Shalat Iftitah, 2 Rakaat Ringan sebelum Shalat Tarawih. (iqbal dan raya)