Dakwah Muhammadiyah Harus Perhatikan Akhlak. Liputan Hilman Sueb, Kontributor PWMU.CO Lamongan
PWMU.CO – Dakwah Muhammadiyah harus memperhatikan akhlak, karena kesempurnaan iman seseorang tolok ukurnya adalah akhlak.
Hal tersebut disampaikan Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Babat, KH Abdul Ghofar MM dalam pembukaan Musyawarah Cabang (Musycab) Ke-13 Muhammadiyah dan Musycab Ke-8 Aisyiyah Babat, di halaman Kampus 1 SMKM 5 Babat, Sabtu, (8/6/2023).
Menurutnya, berbicara tentang Islam berkemajuan tidak terlepas dari kejayaan, dan sebuah kejayaan tidak bisa didapatkan tanpa akhlak dan budi utama.
Abdul Ghofar pun membaca sebuah syair Syauqy Bey
وانما الامم اخلاقهم ما بقيت
وان ذهبت اخلا قهم ذهبوا
Sesungguhnya kejayaan suatu bangsa adalah karena berakhlak dan berbudi utama, jika akhlaknya hilang maka jatuhlah suatu bangsa itu.
“Baik-buruknya suatu bangsa tergantung baik buruknya akhlak, jika keadaan akhlak bangsa itu rusak, maka rusaklah bangsa itu,” tandas Abdul Ghofar.
Maka, menurutnya sudah menjadi dakwah Muhammadiyah di era ini, untuk memperhatikan masalah akhlak. Karena kesempurnaan iman seseorang tolok ukurnya adalah akhlak.
Nabi Membangun Bangsa melalui Akhlak
Dia mengatakan, Nabi Muhammad SAW membangun bangsa Arab melalui akhlak, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” HR Baihaqy.
“Budaya tipu-tipu, dusta, merupakan sesuatu yang bertentangan dengan misi Rasulullah. Oleh karena itu, dal memilih calon pemimpin yang pokok harus berlandaskan akhlaknya, baru kemudian kelebihan yang lain,” ujarnya mengingatkan.
Abdul Ghofar menambahkan, ketika Aisyah RA ditanya tentang akhlak Nabi Muhammad Saw, maka Aisyah menjawab, akhlak Rasulullah adalah al-Quran.
“Artinya akhlak beliau mencerminkan apa yang terkandung di dalam al-Quran,” jelasnya.
Selain menyampaikan tentang pentingnya akhlak, Abdul Ghofar juga memaparkan ciri Islam berkemajuan. Pertama adalah bertauhid.
“Muhammadiyah dalam geraknya berdasarkan tauhid. Mengesakan Allah SWT, dzat yang patut disembah, tempat bergantung semua makhluk. Bahwa selain-Nya bukan Tuhan, dan dengan bertauhid murni, maka manusia tidak akan tersesat,” ucapnya.
Kedua, kembali kepada al-Qur-an dan sunah.
“Muhammadiyah berpedoman pada al-Quran dan as-Sunah. Tidak sekadar menerima secara teks, tetapi dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman, dan tidak bertentangan dengan al-Qur-an dan as-Sunah. Itulah di antara ciri Islam berkemajuan yang menjauhkan dari kesesatan,” tuturnya. (*)
Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni