Isyhadu bi Anna Muhammadiyin
Menurut Dadang, kita memiliki banyak kekayaan di antaranya amal usaha yang begitu banyak serta tanah berhektar-hektar, yang hal itu menyebabkan orang lain iri pada kita.
“Mereka berusaha bagaimana agar kita ini disalip. Ya itu bagus karena kita memiliki prinsip fastabiqul khairat. Tapi jujur publikasi kita kurang luas. Kita ini low profil. Maka sudah saatnya kita isyhadu bi anna Muhammadiyin. Tunjukkanlah kemuhammadiyahan kita,” tandasnya.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung itu menegaskan, agar MPI senantiasa mencitrakan dan menjadi corong-corong publikasi Muhammadiyah.
“Terus terang saja, masa depan itu bukan fisikal tapi digital. Maka MPI ini salah satu UPP (unsur pembantu pimpinan) yang akan mengantarkan Muhammadiyah ke gerbong masa depan,” ucapnya.
Dia pun menjelaskan realita saat ini, bahwa digitalisasi banyak dikuasai oleh salafi. Bahkan berdasarkan penelitian, sebanyak 80 persen anak muda banyak yang belajar agama dari media sosial.
“Hanya 20 persen yang belajar secara langsung dan kebanyakan remaja telah meninggalkan kegiatan-kegiatan keagamaan di masjid. Selain itu, jika ditanya tentang Muhammadiyah, NU, atau Persis, mereka tidak tahu,” ucapnya.
Oleh sebab itu, menurut Prof Dadang, sudah saatnya Muhammadiyah memahami betul bagaimana tantangan dakwah ke depan, dan ini bukan hanya tugas Majelis Tabligh melainkan juga tugas MPI.
Pria kelahiran Garut 5 Oktober 1952 ini juga berpesan, agar seluruh anggota MPI memahami, mendalami dan menguasai manhaj Muhammadiyah.
“Pertama kuasai Muhammadiyah, AD/ART, Kepribadian, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Warga Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan terakhir Risalah Islam berkemajuan. Kuasai itu. Sekarang sudah diterbitkan, tinggal kita baca,” tegasnya.
Kedua, kuasai hasil Muktamar Ke-48 Muhammadiyah sebagai konstitusi kita. Ketiga, harus responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
“Sekarang perubahan itu terjadi setiap waktu. Kalau kita mabni ala sukun atau tidak merespon, ya akan ketinggalan. Akan seperti produk Nokia, dan lain-lain, termasuk banyak swalayan yang tutup akibat mereka tidak mau berubah. Kalau kita tidak mau berubah ya tidak bisa berdaya di abad kedua nanti,” pungkasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni