Konvesional dan Nonkonvensional
Syarat kedua, yakni kemampuan mencapai tujuan. Menurut Haedar, Muhammadiyah tujuan utamanya membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, dan hal ini sudah dilakukan dengan berbagai cara termasuk lewat amal usaha di bidang pendidikan, Rumah Sakit dan lain-lain.
“Di era baru, amal usaha Muhammadiyah (AUM) juga butuh revitalisasi. Jangan-jangan kita butuh AUM di bidang IT. Misalnya bisnis IT atau media online termasuk tabligh online yang didesain ke situ,” ucapnya.
Syarat ketiga, kemampuan untuk berintegrasi.
Menurutnya, Muhammadiyah perlu menggabungkan antara yang konvensional dan nonkonvensional. Apalagi organisasi kita ini besar. Tapi sebagai organisasi besar, jangan sampai Muhammadiyah ada penyakit. Karena kalau ada penyakit maka tidak kan maju.
“Sekarang ini ada pemikiran yang liberal tapi ada juga yang ultra-konservatif. Maka bagaimana tugas kita ini sebagai pemimpin termasuk media membawa pemikiran yang kanan kita tarik ke tengah, begitu juga yang kiri kita tarik ke tengah. Dan saya pikir pemimpin itu harus mampu mengolah ini,” tuturnya.
Keempat kemampuan untuk memelihara pola.
Haedar menandaskan, pola yang sudah dibangun Muhammadiyah harus dirawat, karena sekali lepas kita tidak akan memilikinya lagi. Mungkin ada sebagian kader yang merasa kecewa dengan AUM yang semakin ke sini semakin teknokratis. Konsekuensinya menjadi ada jarak dengan komunitas. Maka di sini kita harus pelihara pola ini.
“Maka MPI harus menjadi organ Muhammadiyah yang bisa mendinamisasi hidup di era revolusi it ini. MPI ini harus.jadi leading sektor terdepan dalam mengubah pola pikir komunal dan personal menjadi pola pikir yang teknokratis, dan berada pada sistem kehidupan sekarang ini, termasuk membantu tabligh dan tarjih agar semakin fungsional di era sekarang ini,” tandasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni