Kisah Majalah Hidayatullah
Pada 7 Januari 1973 Abdullah Said mendirikan Hidayatullah di Balikpapan. Gerakan dakwah itu dengan cepat menyebar ke berbagai pelosok Indonesia.
Abdullah Said pembaca yang tekun. Setelah memimpin Hidayatullah, dia semakin rajin membaca. Setiap hari dia membaca tiga koran terbitan Jakarta dan dua koran terbitan Balikpapan. Sementara, untuk media berkala dia membaca setidaknya sembilan majalah.
Siapa yang paling mempengaruhi Abdullah Said sehingga tampak “gila membaca”? Dia adalah KH Abdul Ghaffar Ismail, ulama asal Sumatera Barat yang kemudian tinggal di Pekalongan. Sang ulama, sangat dikenal sebagai pendakwah yang jika berceramah memukau para pendengarnya.
Dari ulama itu, ada kalimat yang menyulut motivasi Abdullah Said. Inilah ungkapan KH Abdul Ghaffar Ismail yang dimaksud: “Mubaligh yang malas membaca adalah muballgh tai kucing”.
Makin bergeloralah semangat membaca Abdullah Said. Bacaan Abdullah Said yang kaya, membuat ceramah serta tulisannya sangat menarik dan disenangi banyak kalangan lantaran tajam dan aktual. Tulisan-tulisan dia yang dimuat majalah Suara Hidayatullah di rubrik Kajian Utama, disukai pembaca. Pendek kata, lewat kekuatan lisan dan tulisannya, Abdullah Said memang seorang motivator ulung.
Berikut ini, salah satu kalimat motivasi dari Abdullah Said: “(Hal) yang paling mendesak sekarang ini adalah media cetak karena termasuk media dakwah yang sangat efektif. Tidak memerlukan alat seperti pesawat radio dan televisi, dapat masuk langsung ke kamar-kamar orang. Dapat dibaca sambil berbaring, dapat menyampaikan pesan kapan dan di mana saja kepada pembacanya,” demikian sering diungkapkan oleh Abdullah Said (Salbu 2012: 155).
Bagaimana usaha Abdullah Said dalam mewujudkan pemahaman bahwa berdakwah lewat tulisan itu luar biasa besar pengaruh positifnya. Bagaimana kisah terbitnya majalah Suara Hidayatullah? Berikut ini sekilas langkah-langkah yang diambil Abdullah Said.
Membuat Buletin Dakwah, adalah langkah pertama. Pada 13 Mei 1982 nomor perdana Buletin Dakwah yang dimaksud dapat terbit, dicetak 500 eksemplar. Abdullah Said sangat bersyukur walau bentuknya masih sederhana, yaitu stensilan.
Apapun, yang jelas sudah dapat mewujudkan satu cita-cita sebagai cikal-bakal penerbitan yang lebih besar. Alhamdulillah, semua yang membantu Abdullah Said di penerbitan bulletin dakwah ini, diwanti-wanti olehnya untuk tidak boleh putus terbit karena sudah terlanjur dikenal jamaah.
Dari format buletin, dimulailah usaha dalam bentuk majalah. Awal, dicetak di Balikpapan, kala itu berhasil terbit majalah pada 5 September 1986 dengan tebal 88 halaman. Sayang, karena terkait dengan urusan administrasi / birokrasi perizinan, setelah itu majalah harus kembali ke bentuk buletin (yang terbit tiap pekan).
Seiring waktu, pada 15 Desember 1986 Surat Tanda Terdaftar (STT) majalah turun. Abdullah Said pun segera mengoordinasi tim penerbitan untuk langsung bekerja. Semua menyiapkan diri untuk terbitnya sebuah majalah.
Dapat Teguran
Delapan bulan setelah keluarnya STT, datang teguran dari Kementerian Penerangan. Isinya, jika majalah tidak terbit dalam waktu dekat, izinnya akan dicabut. Memang, faktanya, sejauh ini majalah belum mampu diterbitkan karena beberapa kendala.
Akhirnya, majalah itu-Suara Hidayatullah-terbit juga pada 15 Oktober 1987. Tebalnya, 34 halaman.
Penerbitan pertama yang dicetak di Balikpapan itu kurang memuaskan. Misalnya, dalam hal penampilan, jauh dari harapan. Daya tariknya rendah. Huruf-huruf yang digunakan dan gambar-gambarnya kurang tajam. Cover-nya sangat tidak memadai.
Lalu, diambil jalan keluar yaitu meminta kepada Hidayatullah Cabang Surabaya untuk mengelola majalah. Salah satu pertimbangannya, di Surabaya untuk mendapatkan percetakan yang bagus tidak sulit.
Atas kerja keras tim Hidayatullah di Surabaya, pada 10 Mei 1988 terbit majalah Suara Hidayatullah. Majalah itu tiba di Balikpapan pada 15 Mei 1988 sebanyak 5.000 eksemplar. Abdullah Said senang. Perwajahan majalah sudah mendekati model yang diinginkan.
Majalah dakwah ini tidak mengalami kemacetan penerbitan walaupun sudah berapa kali pindah percetakan. Satu hal yang tidak dapat disangkal bahwa jasa majalah ini luar biasa dalam usaha pengembangan Cabang Hidayatullah di seluruh Indonesia. Majalah ini alat silaturahmi kepada masyarakat yang ingin diajak bersama-sama berjuang bersama Hidayatullah (Salbu, 2012: 63).
Baca sambungan di halaman 5: Karya Buku