Ahmad Warson Munawwir, Penyusun Kamus Terlengkap Arab-Indonesia ‘Al-Munawwir’; Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Jejak Kisah Pengukir Sejarah dan sembilan judul lainnya
PWMU.CO – Bagi umat Islam di Indonesia, bahkan di sejumlah negara lain, secara umum nama Ahmad Warson Munawwir cukup dikenal. Sementara, khusus di kalangan pesantren atau siapapun yang sedang belajar agama dan butuh bantuan kamus Arab-Indonesia dan Indonesia-Arab, nama itu sangat dikenal.
Memang, Ahmad Warson Munawwir wajar dikenal banyak orang karena punya karya tulis yang menarik dan melegenda. Judulnya, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Pertama,menarik, karena pada kamus yang sama, “bergandengan” dengan Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap
Kedua, melegenda, karena sampai kini kamus dengan tebal lebih dari 1600 halaman itu telah berulang-kali dicetak ulang. Rasanya akan terus seperti itu, cetak ulang, untuk waktu yang sangat panjang.
Buah Potensi
Ahmad Warson Munawwir lahir di Yogyakarta pada 30 November 1934. Sang ayah, KH Muhammad Munawwir, adalah pendiri sekaligus pengasuh Pesantren Krapyak Yogyakarta. Lokasinya, tak jauh dari Masjid Jogokariyan Yogyakarta. Rasanya, sekadar lima menit dengan jalan kaki.
Di negeri ini, Pesantren Krapyak adalah salah satu yang terkenal. Di antara santri yang pernah belajar di sini adalah KH Yusuf Hasyim, putra dari pendiri NU yaitu KH Hasyim Asy’ari.
Menyusul KH Muhammad Munawwir yang wafat pada 1942, kepengasuhan Pesantren Krapyak diamanahkan kepada menantunya yaitu KH Ali Maksum. Beliau, dikenal sebagai “kamus berjalan”. Juga, dikenal tegas saat mengajar muridnya.
KH Ali Maksum, dialah yang kemudian menjadi guru bagi Ahmad Warson Munawwir (sang adik ipar). Bahkan, semasa hidupnya, Ahmad Warson Munawwir tidak pernah nyantri ke guru atau pesantren lain. Maka, bisa dibilang, KH Ali Maksum adalah pembentuk karakter Ahmad Warson Munawwir.
KH Ali Maksum sadar atas nilai penting kaderisasi di pesantren. Terkait itu, dia berusaha semaksimal mungkin menggembleng para santrinya, khususnya Ahmad Warson Munawwir dan seorang kakaknya. Harapannya, agar kelak keduanya bisa meneruskan kepengasuhan di pesantren.
Di kemudian hari, saat Ahmad Warson Munawwir menulis dan menyelesaikan Kamus Al-Munawwir, KH Ali Maksum yang mendampingi dan membimbing. Ini sangat wajar, sebab memang KH Ali Maksum-lah yang meminta Ahmad Warson Munawwir menulis sebuah kamus. Hal ini karena, dalam pandangan KH Ali Maksum, Ahmad Warson Munawwir punya kelebihan dalam hal perbendaharaan kosakata bahasa Arab.
Ahmad Warson Munawwir lalu dikenal sebagai penyusun kamus yang judulnya telah disebut di atas. Karya tulis itu sangat berguna bagi santri yang ingin memperdalam bahasa Arab agar mampu membaca dan mengerti isi berbagai kitab. Termasuk, kitab kuning yang sering digunakan para santri. Singkat kata, kamus itu lalu terkenal dan dipakai hingga ke manca negara.
Kamus itu disusun sejak Ahmad Warson Munawwir masih menjadi santri KH Ali Maksum. Tentu, perlu perjuangan panjang dan tak mudah saat menyusun kamus yang kemudian laris ini.
Kamus tersebut dibuat selama kurang-lebih sepuluh tahun. Disusun lewat proses pengetikan yang masih manual. Demikian kesaksian KH Munawwir Abdul Fattah, yang pernah menjadi sekretaris Ahmad Warson Munawwir (https://nu.or.id/daerah/kamus-al-munawwir-dibuat-di-zaman-serbarepot).
Baca sambungan di halaman 2: Motivasi agar Terbit
Discussion about this post