Empat Teladan
Melihat sejarah singkat di atas, menurut Sabri ada beberapa hal menarik yang menjadikan predikat Perguruan Pencak Silat Berkemajuan layak disematkan kepada Tapak Suci.
Pertama, M. Zahid berhasil mengemas keilmuan pencak silat secara metodis. “Tidak banyak memang yang mengungkap latar belakang siapa M. Zahid. Sebagai seorang pendekar muda. Beliau memiliki wawasan jauh ke depan melampaui masanya,” ungkap Sabri.
Ketika masih banyak perguruan silat menggunakan pendekatan klenik dan tradisional, lanjut Sabri, M. Zahid justru mampu mengawali apa yang saat ini dikenal dengan sport science di dunia persilatan.
Kedua, M. Barie Irsjad diperintahkan belajar senjata kepada pendekar lain (Abdul Rahman Baliyo). “Betapa kita melihat, bahkan hingga saat ini, terutama dalam hal ilmu bela diri, banyak guru yang justru melarang muridnya belajar kepada guru lain hanya karena takut ilmunya akan kalah atau terlihat kelemahannya,” ungkapnya.
Justru M. Zahid dengan kerendahan hati mau mengakui keterbatasannya dan meminta muridnya untuk menambah wawasan kepada guru lain. “Sungguh sebuah sikap yang patut diteladani,” tutur Sabri.
Ketiga, layaknya buah jatuh tak jauh dari pohonnya, maka sang murid mewarisi mental berkemajuan dan pembelajar dari gurunya. “Pendekar M. Barie Irsjad mengizinkan pendirian organisasi pencak silat yang tidak berorientasi kampung, memiliki AD dan ART. Beliau telah belajar dari betapa banyak perguruan silat yang hanya mengandalkan senioritas akhirnya mengalami kegagalan dan kehilangan generasi penerus, sehingga disusunlah kaidah organisasi,” ungkapnya.
Bahkan sebagai seorang founder Tapak Suci yang tentu saja sangat dihormati, Sabri kagum karena M. Barie Irsjad tidak menempatkan dirinya sebagai ketua. “Awal diresmikannya Tapak Suci pada 31 Juli 1963, yang ditunjuk sebagai ketua adalah Djarnawi Hadikusumo,” imbuhnya.
Keempat, pernyataan keterbukaan Pendekar A. Dimyati, “Kalau bertemu dengan aliran pencak silat apapun, nilailah kekuatannya.” Sabri menegaskan, inilah kata-kata yang seharusnya menjadi sikap mental pendekar-pendekar Tapak Suci.
“Sebuah sikap keterbukaan, kerendahan hati, dan wawasan berkemajuan telah ditunjukkan oleh pendekar-pendekar pendiri Tapak Suci. Yang tidak menganggap adu fisik adalah jalan satu-satunya untuk menunjukkan keunggulan di dunia persilatan,” sambungnya.
Maka Sabri menekankan, keteladanan ini seharusnya diwarisi generasi Tapak Suci saat ini, di tengah perkembangan teknologi yang sangat pesat. Dulu banyak perguruan lain berkiblat pada Tapak Suci dalam metode latihan pencak silat prestasi.
“Pesilat Tapak Suci juga dituntut mampu dan mau terbuka untuk belajar dari kelebihan yang dimiliki perguruan lain,” tambahnya.
Namun sebagai ortom Muhammadiyah, Sabri berpesan, jangan sampai Tapak Suci terjebak pada rutinitas latihan, kegiatan, dan prestasi hingga melupakan tujuan utamanya yaitu dakwah amar makruf nahi munkar di bawah panji-panji Muhammadiyah. (*)
Penulis Muhammad Ilham Yahya Editor Mohammad Nurfatoni/SN