Dua Warisan oleh Ikhwanushoffa, Direktur Lazismu Jawa Tengah.
PWMU.CO – Sebuah Lembaga Amil Zakat yang baru lahir, ketika akan memasarkan produknya harus menyelesaikan dua hal terlebih dahulu. Pertama, membuat namanya dikenal. Kedua, membuat namanya dipercaya.
Baru setelah dua hal tersebut terselesaikan, mereka akan leluasa dalam fundraising. Kita di Lazismu telah menerima dua warisan tersebut.
Ketika kita mengenalkan diri sebagai Lazis Muhammadiyah, tak ada seorangpun yang akan bertanya apa itu Muhammadiyah.
Soal nama baik dalam pengelolaan keuangan, Muhammadiyah juga amat tepercaya. Tiap ke daerah pelosok, termasuk ke luar Jawa, saya melakukan survei kecil-kecilan.
Dengan pertanyaan standar, apakah di sini sudah biasa bila Muhammadiyah dapat hibah Rp 50 juta kemudian jadi bangunan 150 juta? Atau dapat bantuan Rp 200 juta jadinya infrastruktur senilai Rp 500 juta? Hampir semua menjawab iya.
Demikian besar warisan nama baik yang dihamparkan kepada kita dari para leluhur Persyarikatan. Lembaga-lembaga lain sangat ngiri dan kagum pada pengelolaan aset Persyarikatan yang secara legal terpusat. Bukan ke individu-individu.
Bahkan juga tak di Wilayah atau Daerah. Sungguh Lazismu tinggal memanen. Namun tak ada ceritanya memanen hanya dengan berpangku tangan.
Memanen haruslah tetap keluar ke lahan. Musti berkeringat dan capek. Bahkan kadang juga terantuk, kadang berdarah jua. Namun itu jauh lebih ringan dibandingkan pengorbanan para pendahulu kita.
Lahan yang mereka wariskan pun tidak sempit, tapi sebaliknya seluas negeri ini. Hampir semua penduduk negeri ini mengakui dua warisan Muhammadiyah tersebut.
Saya hampir yakin, bahwa orang yang tidak berdonasi ke Lazismu hanya karena dua hal. Belum dapat hidayah atau sudah berdonasi di tempat lain. Pasti bukan karena yang ketiga: tidak percaya. Insyaallah tidak.
Maka tanggung jawab Lazismu jauh lebih besar dibandingkan LAZ lain. Para aghniya menunggu kita datangi untuk kita bebaskan kewajibannya dalam menunaikan zakat. Plus, para mustahik pun menunggu paling besar bantuan kita.
Betapa besar warisan yang diberikan berbanding lurus dengan kewajiban kita. Langkah termanjur adalah mensyukuri ini dengan kerja keras dan optimisme bahwa Lazismu seantero bumi bisa terstandarisasi secara apik.
Seperti dahulu Kiai Dahlan mampu menstandarisasi Sekolah Muhammadiyah, Kepanduan Muhammadiyah, Rumah Sakit Muhammadiyah, dan seterusnya.
Panenlah kebun umat ini dengan semangat yang telah ditanam oleh Kiai Dahlan. Kalau kita memanen sendiri tentu beda hasil kalau kita merekrut tenaga kerja muda yang penuh waktu.
Pakai tangan sendiri tentu beda hasil bila mengadakan alat-alat yang modern. Dengan cara lama tentu beda hasil jika menggunakan metode profesional.
Demikianlah insyaallah tanda syukur yang qualified, supaya kita tidak kena hantaman inna ‘adzabi lasyadid.
Wallaahu a’lam.
Wonodri, 17 Muharram 1445 H
Editor Sugeng Purwanto