PWMU.CO – Wakil Wali Kota Malang Sutiaji mengungkapkan seorang pemimpin harus memiliki tiga komponen utama sebagai modal utama dalam menjalankan roda pemerintahan. tiga komponen utama itu adalah kompetensi, integritas, dan etika atau moralitas yang baik.
”Saya yakin alumni Sekolah Kebangsaan akan bisa memiliki 3 komponen utama tersebut. Sehingga saat menjadi pejabat publik mereka sudah siap,” ujar Sutiaji dalam Sarasehan Kebangsaan, salah satu sesi acara Sekolah Kebangsaan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Daerah Muhammadiyah (LHKP PDM) Kota Malang, Ahad (28/5).
(Berita terkait: Sekolah Kebangsaan untuk Cetak Politisi dan Pejabat yang Muhammadiyah)
Sutiaji menegaskan jika tiga komponen tersebut terpenuhi, maka seorang pemimpin akan bisa menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Karena mereka akan bertindak dengan penuh empati dan dengan analisa yang akurat sesuai dengan fakta, serta mengedepankan moralitas maupun problem solving.
”Menjadi seorang pemimpin adalah menjadi abdi yang baik bagi masyarakatnya. Karena itu pemimpin harus lebih mengedepankan masyarakat yang dipimpinnya ketimbang kepentingan pribadi atau golongannya,” paparnya.
Di sisi lain, Rektor Universitas Muhammdiyah Malang (UMM) Ahmad Fauzan menyoroti munculnya fenomena kebangsaan dan persoalan psikologis masyarakat yang kini menjadi trend, yakni fenomena anak bangsa yang saling mempertanyakan dan mempersoalkan komitmen berbangsa dan bernegara.
(Baca juga: Inilah Sejarah Sesungguhnya: Kiai Dahlan Dirikan Sekolah Nasionalis 11 Tahun Sebelum Ki Hajar Dewantara)
Fauzan lantas memaparkan beberapa contoh kasus. Salah satunya munculnya isu bernuansa SARA saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Fauzan mengungkapkan ketika isu sara itu dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk melakukan suksesi kepemimpinan, maka itu bisa mengancam kesatuan bangsa.
Selanjutnya, Fauzan mencontohkan proses pemilihan pemimpin partai yang acap kali dipenuhi dengan fitnah dan sebagainya. ”Sudah jelas satu partai, tapi masih ada saja yang menggunakan sentimen terhadap calon lainnya dengan jalan mengumbar kejelekan dan kekurangannya,” terangnya.
Persoalan yang terjadi di Indonesia saat ini sebut Fauzan adalah krisis instrumen kebangsaan. Untuk itu, Muhammadiyah harus hadir sebagai solusi bagi bangsa Indonesia.”Kader-kader Muhammadiyah harus bisa dan mampu bergaul dengan siapa pun, dimana pun, dan kapan pun. Sebab, Muhammadiyah adalah bagian dari bangsa Indonesia yang berkomitmen kuat untuk terus menjaga kesatuan bangsa dan negara ini. Ber-Muhammadiyah juga berbangsa, dan berbangsa juga ber-Muhammadiyah,” pungkasnya. (izzudin/aan)