Antara Putusan, Fatwa, dan Wacana
Ustadz Syam, spaannya, lalu menjelaskan bahwa di Majelis Tarjih dan Tajidi ada tiga produk: putusan, fatwa, dan wacana.
Dia menjelaskan, putusan melibatkan ulama Muhammadiyah seluruh Indonesia, karena hal itu hasil munas atau muktamar. Putusan merupakan keputusan resmi Muhammadiyah dalam bidang keagamaan mengikat organisasi secara formal.
“Ini harus diketahui seluruh warga Muhammadiyah, jika tidak tahu yang salah ya bidang tablig,” kata dia.
Putusan-putusan resmi Majelis Tarjih dan tajdid harus dimuat dalam berita resmi Muhammadiyah, contohnya; Tanfidz Keputusan dan Himpunan Putusan Tarjih (HPT).
Berikutnya fatwa adalah jawaban Majelis Tarjih dan tajdid terhadap pertanyaan masyarakat mengenai masalah-masalah yang memerlukan penjelasan dari segi hukum syariah.
Sesuai dengan sifatnya, fatwa tidak mengikat organisasi dan pribadi. Tapi menjadi acuan bagi pertimbangan-pertimbangan hukum. Kalau dipakai majelis hakim, maka putusan hakim mengikat. Fatwa biasanya dimuat dalam Suara Muhammadiyah, majalah Matan dalam kolom Tanya Jawab Agama.
“Fatwa tidak sama dengan putusan. Fatwa tidak mengikat misalnya rokok haram, itu fatwa karena putusannya belum ada,” jelasnya.
Contoh fatwa, buku Tanya Jawab Agama Jilid 1-8. Semua pimpinan Muhammadiyah daerah wajib punya, bukan hanya di kantor tapi di rumah juga ada. “Kalau Jenengan ditanya orang, gak usah buka kitab satu-satu, kesuwen, langsung merujuk di sini,” harapnya.
Terakhir yakni wacana yakni gagasan atau pemikiran yang dilontarkan dalam rangka memancing dan menumbuhkan semangat dalam berijtihad, yang kritis dan memunculkan ide berbagai masalah aktual dalam masyarakat.
“Wacana memang sengaja dilontarkan ke masyarakat agar didiskusikan, seperti; fikih perempuan, fikih antikorupsi, dan lain-lain,” katanya. (*)
Penulis Muhammad Syaifudin Zuhri Editor Mohammad Nurfatoni