Biaya Kuliah di Fakultas Kedokteran ‘Cuma’ Rp 1 Miliar, Pemerintah Harusnya Bisa ; Kolom oleh Prima Mari Kristanto, Akuntan Publik
PWMU.CO – Memasuki HUT Ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia, ternyata jumlah dokter di Indonesia masih belum ideal jika dibandingkan jumlah penduduknya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, jumlah penduduk di Indonesia pada pertengahan 2023 telah mencapai 278,69 juta jiwa. Kemudian menurut Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada 2022—dengan membandingkan data jumlah dokter dan total jumlah penduduk Indonesia terbaru—angka rasionya sekitar 0,63 dokter per 1.000 penduduk.
Dari rasio tersebut jumlah dokter di Indonesia kurang lebih ada 1.755.747, masih ada kekurangan sekitar 1.031.153 dokter jika menggunakan standar WHO: 1 dokter per 1000 penduduk.
Bagaimana bisa bersaing menggunakan sumber daya manusia berkualitas jika sektor kesehatan dengan dokter sebagai ujung tombak peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih jauh dari angka ideal.
“Keputusan instan pemerintah memberi izin dokter asing praktik di Indonesia bukan jalan keluar yang bijaksana.”
Keputusan instan pemerintah memberi izin dokter asing praktik di Indonesia bukan jalan keluar yang bijaksana. Jika dibiarkan, kebijakan demikian dalam jangka panjang bisa menutup peluang anak-anak Indonesia untuk berpraktik memberi layanan kesehatan untuk anak-anak bangsanya sendiri.
Indonesia bisa hanya menjadi pasar dari pasar bebas yang semakin liberal. Jika negara menyerah dengan pasar, fungsi negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia seperti tidak ada artinya.
Dalih pemerintah memberi izin pendirian sejumlah Fakultas Kedokteran (FK) baru untuk mengejar jumlah dokter ideal di Indonesia kurang pas ditinjau dari keberpihakan anggaran negara. Fakultas kedokteran yang baru dibuka di perguruan tinggi negeri (PTN) hanya membuka jalur mandiri (mahasiswa menanggung pendanaan sendiri). Sebut saja di ITS Surabaya dan UPN Veteran Jakarta. Di PTN lainnya yang telah lama memiliki FK dibuka jalur prestasi dan mandiri atau negeri ‘rasa’ swasta.
Beasiswa Rp 1 Miliar PTM
Sementara dua perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) mampu memberikan beasiswa penuh alias gratis untuk kader-kader Persyarikatan yang berprestasi dengan keterbatasan ekonomi. PTM yang dimaksud yaitu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Dari laman kampus tertulis UMY memberi beasiswa Rp 6 miliar kepada lima mahasiswa FK untuk studi delapan semester program sarjana dan empat semester program profesi. Artinya biaya menghasilkan seorang dokter relatif ‘murah’ hanya Rp 1 miliar tiap orang sudah termasuk biaya hidup.
“Biaya kereta cepat Rp 114,24 triliun jika dialokasikan untuk pendidikan dokter Rp 1 miliar setiap orang bisa memberi beasiswa kepada 114 ribu mahasiswa calon dokter.”
Sekiranya nilai tersebut dipakai acuan oleh pemerintah akan jauh lebih mudah dan murah untuk mengejar rasio 1 dokter untuk setiap 1000 penduduk sesuai standar WHO. Anggaran yang sangat murah dibandingkan subsidi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang memakai dana APBN.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung awalnya diperkirakan menelan biaya Rp 86,67 triliun, setelah terjadi cost overrun (kelebihan biaya) menjadi Rp 114,24 triliun pada tahun 2021. Biaya kereta cepat tersebut jika dialokasikan untuk pendidikan dokter Rp 1 miliar setiap orang bisa memberi beasiswa kepada 114 ribu mahasiswa calon dokter.
Sementara itu problem dunia kedokteran selain ketersediaan dokter yang kurang dari jumlah ideal juga sebaran yang kurang merata untuk seluruh wilayah Indonesia. Pulau Jawa dan kota-kota besarnya masih menjadi tujuan praktik para dokter. Problem sebaran dokter hanya bisa diatasi dengan program ikatan dinas sebagaimana diberlakukan pada lulusan akademi militer, angkatan laut, angkatan udara, kepolisian, keuangan, dan lain-lain.
Baca sambungan di halaman 2: Mengapa Tak seperti STPDN atau Akademi Militer?