Mengapa Tak seperti STPDN atau Akademi Militer?
Jumlah angka kekurangan dokter sebesar 1.031.153 untuk mencapai rasio ideal tidak bisa diserahkan melalui jalur mandiri. Dengan jumlah FK saat ini yang hanya 92, proses menuju angka ideal masih panjang. Jika setiap tahun seluruh FK (92 fakultas) meluluskan 100 dokter, diperlukan waktu 112 tahun untuk memperoleh angka ideal (1 dokter: 1000 penduduk).Secara statistik jumlah penduduk meningkat setiap tahun, sehingga angka-angka acuan tersebut ikut berubah setiap tahun.
Profesi dokter secara kedudukan, pangkat dan posisi barangkali bisa disetarakan dengan jajaran perwira dalam militer dan kepolisian yang memimpin satuan peleton, kompi hingga batalion kesehatan. Untuk mencetak para perwira di tiga matra angkatan dan kepolisian, negara mempunyai jadwal penerimaan dan pendidikan demikian terstruktur termasuk anggarannya.
“Sektor Kesehatan tidak kalah strategis dengan sektor pertahanan keamanan, pemerintahan dalam negeri, dan keuangan.”
Demikian juga untuk mencetak para “perwira” pamong praja di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), pemerintah memiliki pola rekrutmen teratur. Juga Kementerian Keuangan telah sekian lama memiliki program rekrutmen dan pendidikan para calon penatalaksana keuangan negara di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).
Secara teratur pendidikan ikatan dinas militer dan kepolisian melalui Akademi Militer, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Kepolisian merekrut dan meluluskan ratusan perwira remaja. Dengan ikatan dinas, para perwira siap ditempatkan di seluruh Indonesia. Melalui ikatan dinas dan pembiayaan gratis selama menempuh pendidikan, tidak ada alasan bagi perwira lulusan akademi menolak atau memilih penugasan.
Hal yang sama diberlakukan pada para rekrutan dan lulusan ikatan dinas pendidikan keuangan. Para penata keuangan siap bekerja untuk negara di instansi perpajakan, perbendaharaan, pemeriksaan keuangan, bea cukai, anggaran dan lain-lain.
Sektor Kesehatan Strategis
Sektor Kesehatan tidak kalah strategis dengan sektor pertahanan keamanan, pemerintahan dalam negeri, dan keuangan. Ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas pada sektor kesehatan dan pendidikan menjadi tulang punggung peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) suatu bangsa.
Pandemi Covid-19 tahun 2020-2021 yang lalu menunjukkan peran para tenaga kesehatan dipimpin para dokter menjadi garda depan dalam perang melawan “musuh” yang tidak tampak. Pergeseran tren perang demikian semoga mengubah cara pandang pemerintah tentang perang yang mengandalkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa.
“Jumlah dokter yang masih jauh dari angka ideal setidaknya bisa menjadi prioritas pemberian beasiswa prestasi dan ikatan dinas untuk bisa dijangkau masyarakat lebih luas.”
Status negara berkembang yang dimiliki Indonesia bukan berarti negara terbelakang atau belum maju. Status berkembang terkandung potensi besar bagi putra putri Indonesia berkarya mengekplorasi segala bidang termasuk bidang kedokteran.
Keberpihakan pemerintah dalam hal anggaran keuangan untuk memajukan bidang kedokteran dan kesehatan melalui subsidi tepat guna, tepat sasaran akan mampu mengurai benang kusut bidang kedokteran juga kesehatan.
Prioritas anggaran untuk menambah jumlah infrastruktur, personil militer, kepolisian, keuangan dan kesehatan memerlukan kecermatan para pemangku kepentingan. Jumlah dokter yang masih jauh dari angka ideal setidaknya bisa menjadi prioritas pemberian beasiswa prestasi dan ikatan dinas untuk bisa dijangkau masyarakat lebih luas.
Jalur mandiri sudah pasti hanya bisa dimasuki golongan kaya, sedangkan jalur prestasi yang mensyaratkan ‘harus’ miskin tetapi berprestasi juga mempersempit peluang golongan rata-rata.
Bukan salah para pendiri bangsa mewariskan negara dengan wilayah demikian luas dan populasi penduduk besar. Keputusan Merdeka dari pendiri bangsa untuk wilayah Aceh sampai Papua sudah benar. Tantangan bagi para pemimpin bangsa berikutnya untuk memperluas cakrawala berpikir perihal peluang dan tantangan memimpin negara besar bernama Indonesia. Asal kerja … kerja … kerja saja tidak cukup, perlu kemampuan membangun dan menggerakkan visi, misi, narasi NKRI berdikari, bukan asal NKRI harga mati. Wallahualambishawab (*)
Editor Mohammad Nurfatoni