Berbuah Kader
Ahmad Sanusi, sebagai pendidik, berhasil. Banyak santrinya yang menjadi Ulama Besar dan berpengaruh. Tak hanya di skala Jawa Barat, tetapi juga berpengaruh di tingkat nasional.
Ketika mengajar di Pesantren Cantayan, Ahmad Sanusi mendidik santri angkatan pertama yang kemudian menjadi ulama-ulama besar. Mereka, antara lain: Ajengan Nakhrowi (Pendiri Pesantren Yasmida Cibatu Cisaat, Sukabumi), Ajengan Masturo (Pendiri Pesantren al-Masthuriyyah Cisaat, Sukabumi), Ajengan Uci Sanusi (Pendiri Pesantren Sunanul Huda Cikaroya Cisaat,m Sukabumi), dan Ajengan Afandi (Pimpinan Pesantren Tarbiyatul Falah Sadamukti, Cicurug, Sukabumi).
Saat Ahmad Sanusi mengajar di Pesantren Syamsul Ulum Gunungpuyuh, mendidik santri angkatan ketiga yang kemudian menjadi ulama-ulama besar. Mereka, antara lain: Ajengan Dadun Abdul Qohhar (Pendiri Pesantren Ad-Dakwah Cibadak, Sukabumi), Ajengan Khoer Apandi (Pendiri Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Tasikmalaya), Ajengan Maksum (Pendiri Pesantren Bondongan, Bogor), Ajengan Rukhyat (Pendiri Pesantren Cipasung, Tasikmalaya), dan Ajengan Soleh Iskandar (tokoh militer).
Tercatat juga, sebagai murid Ahmad Sanusi yang lain. Mereka adalah Dr. KH EZ Muttaqin (pendiri Unisba Bandung) dan Prof. KH Ibrahim Hosen, LML (pendiri dan rektor pertama IIQ serta pernah menjadi Ketua Majelis Fatwa MUI Pusat).
Catatan Panjang
Ahmad Sanusi, di tiap langkah kehidupannya, terasa selalu dalam bingkai perjuangan dan kebaikan. Pemikiran dan pergerakannya semua untuk kepentingan agama, bangsa, dan negara. Dia aktif di berbagai kegiatan, baik sebagai pribadi maupun bersama lembaga.
Jejak peran positif Ahmad Sanusi tak sedikit. Dia bersama KH Abdul Halim dan Mr. R. Syamsuddinmendirikan perhimpunan yang diberi nama Persatuan Umat Islam (PUI) pada 21 Desember 1917. Latar belakangnya, berupa rasa peduli terhadap nasib bangsa agar lepas dari belenggu penjajahan.
Di belakang hari, sekadar menyebut salah satu kontribusinya, PUI adalah salah satu organisasi yang menjadi penyokong utama pendirian Sekolah Tinggi Islam (STI) pada 8 Juli 1945 di Jakarta. Turut mendukung kala itu, sejumlah tokoh Islam serta tokoh nasionalis bangsa Indonesia. STI merupakan cikal-bakal Universitas Islam Indonesia (UII).
Jejak Ahmad Sanusi yang lain, sekilas telah disebut di atas, ada di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yaitu sebagai anggota. Juga, dia sebagai pengurus Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Ahmad Sanusi turut membidani kelahiran tentara Pembela Tanah Air (PETA). Juga, mendirikan Gabungan Usaha-usaha Perbaikan Pendidikan Islam (GUPPI), dan lain-lain.
Kenangan dan Penanda
Pada 31 Juli 1950, Ahmad Sanusi wafat di Pesantren Syamsul Ulum Gunungpuyuh, Sukabumi. Sebagai bagian dari penghormatan, nama almarhum diabadikan menjadi nama Museum di Sukabumi, yaitu Museum KH Ahmad Sanusi. Kemudian, nama almarhum bersama nama rekannya, KH Abdul Halim, dijadikan nama kampus di Bandung yaitu Universitas Halim Sanusi (UHS).
Penghargaan kepada almarhum, ada lagi. Karya Ahmad Sanusi yang popular di wilayah Jawa Barat, Banten, dan Jakarta adalah Tafsir Raudlatul Irfan. Nama itu lalu dijadikan nama Masjid Raya Provinsi Jawa Barat yang berlokasi di jalan jalur lingkar selatan Cibolang, Sukabumi.
Terakhir, negeri ini tak lupa kepada berbagai jasa Ahmad Sanusi. Almarhum pun dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2022. Kini, tugas kita, merawat semangat kebaikannya sekaligus melanjutkannya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni