Deretan Murid
Murid Ahmad Surkati tak sedikit, sekali lagi, baik yang berguru langsung atau tak langsung. Banyak pemuka Islam yang selain merupakan sahabat erat Ahmad Surkati, juga sempat menimba ilmu darinya.
Fachrodin dan Mas Mansur (pemuka Muhammadiyah) adalah murid Ahmad Surkati. Begitu pula Abdul Halim, pendiri Persatuan Umat Islam (PUI).
Berikut ini contoh lain. Sejumlah aktivis Jong Islamieten Bond (JIB) seperti Natsir dan Kasman Singodimedjo sering belajar kepada Ahmad Surkati.
Banyak hasil didikan Al-Irsyad, baik dari kalangan keturunan Arab maupun non-Arab, yang telah berperan penting di berbagai bidang. Mereka yang turut berperan penting dalam modernisme Islam di Indonesia antara lain, seperti di bawah ini.
Yunus Anis, dia dikenal sebagai salah seorang pemimpin Muhammadiyah yang cemerlang. Juga, Prof Dr T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy – seorang penulis terkemuka banyak buku di berbagai tema keislaman. Pun, Prof Kahar Muzakkir yang sangat aktif berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dan termasuk penandatangan Piagam Jakarta 22 Juni 1945.
Ada lagi! Dia adalah Prof Farid Ma’ruf, salah satu tokoh Muhammadiyah di awal-awal berdirinya. Juga, Al-Ustadz Umar Hubeis, yang pernah menjadi anggota DPR mewakili Masyumi dan profesor di Universitas Airlangga serta penulis beberapa buku termasuk yang terkenal adalah Kitab Fatawa.
Termasuk murid, AR Baswedan, seorang pejuang kemerdekaan dan pernah menjadi Wakil Menteri Penerangan. Juga, Muhammad Rasyidi – Menteri Agama yang pertama dan penulis banyak buku.
Masih ada lagi! Dia adalah Said bin Abdullah bin Thalib al-Hamdani, yang sangat menguasai fikih dan menjadi profesor di Fakultas Syariah IAIN (sekarang UIN) Yogyakarta. Dia menulis buku-buku fikih. Di kalangan kaum terpelajar, dia dijuluki Faqih Al-Irsyadiyin (cendekiawan terkemuka di bidang hukum Islam dari Al-Irsyad).
Juga Menulis
Ahmad Surkati, kecuali aktif mengajar juga menulis. Inilah sebagian dari judul-judul karya tulisnya, yaitu Surat al-Jawab (1915). Ini, sebuah risalah yang merupakan jawaban Ahmad Surkati terhadap permintaan pemimpin koran Suluh India, yaitu HOS Cokroaminoto, sehubungan dengan makin luasnya pembicaraan tentang kafaah.
Ada lagi, Risalah Tawjih Al-Qur’an ila Adab Al-Qur’an (1917). Karya ini lebih menajamkan isi yang terkandung dalam Surat al-Jawab. Intinya antara lain: Kedekatan seseorang pada Muhammad Saw sebagai Rasulullah bukan didasarkan atas keturunan, namun atas dasar ketekunan dan kesungguhan dalam mengikuti jejak dan dakwahnya.
Juga, judul ini: Al-Masa’il Ats-Tshalats (1925). Ini berisi pandangan Ahmad Surkati tentang ijtihad dan taqlid, sunnah dan bid’ah, tawasul dan ziarah kubur.
Dalam catatan Artawijaya, Ahmad Surkati banyak menghabiskan waktu untuk mengajar sedemikian hingga tak terlalu banyak buku yang dia tulis. Di antara buku karyanya yang terkenal, telah disebut di atas, adalah Al-Masa’il Ats-Tshalats. Naskah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tiga Persoalan Penting. Buku ini membahas tentang ijtihad dan taklid, sunah dan bid’ah, serta tawasul dan ziarah kubur.
Kitab tersebut berasal dari makalah yang Ahmad Surkati tulis untuk memenuhi tantangan debat terbuka dari seorang pemuka kaum Alawi, Syaikh Ali Ath-Thayyib. Materi perdebatan adalah tiga persoalan penting (yang disebut di judul buku). Sayang, perdebatan itu tak pernah terjadi, sebab meski telah ditunda dua kali sang penantang tak kunjung datang (https://hidayatullah.com/kajian/sejarah/2021/07/08/211603/asal-usul-kitab-al-masail-ats-tshalats-karya-syeikh-ahmad-as-surkati.html).
Karya tulis Ahmad Surkati juga dalam bentuk artikel. Itu, dia muat di majalah bulanan Al-Dhakhirah al-Islamiyah. Majalah ini dikelola Ahmad Surkati bersama saudaranya, Muhammad Nur al-Anshari. Melalui majalah ini Ahmad Surkati membongkar praktik-praktik beragama yang keliru, menulis tentang Islam yang cocok untuk segala bangsa dan di segala waktu, dan tentang persatuan umat.
Baca sambungan di halaman 3: Apresiasi Tepat