Apresiasi Tepat
Besar peran Ahmad Surkati dalam pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia. Dalam pandangan A.Hassan—salah satu tokoh utama Persis-dan seorang penulis yang produktif—pendiri Muhammadiyah Ahmad Dahlan dan pendiri Persis Haji Zamzam adalah murid-murid Ahmad Surkati.
“Mereka itu–Dahlan dan Zamzam-tidak menerima pelajaran dengan teratur. Namun, Ahmad Surkati membuka pikiran mereka sehingga berani membuang prinsip-prinsip lama. Mereka lalu menjadi pemimpin-pemimpin organisasi yang bergerak berdasarkan Al-Kitab dan Al-Sunnah,” kata A. Hassan.
Pujian terhadap Ahmad Surkati juga datang dari Dr. Abdul Karim Amrullah (ayah Hamka). Suatu ketika, Hamka bertanya kepada sang ayah tentang seseorang yang bisa dipandang sebagai ulama besar di Jawa.
“Hanya Ahmad Surkati,” jawab sang ayah.
“Tentang apanya,” tanya Hamka.
“Dialah yang teguh pendirian. Walaupun kedua belah matanya telah buta, masih tetap mempertahankan agama dan menyatakannya dengan terus terang, terutama terhadap pemerintah Jepang. Ilmunya amat dalam, pahamnya amat luas dan hatinya sangat tawaduk,” jelas sang ayah.
Sangat Indonesia
Tentang sisi keindonesiaan Ahmad Surkati. Pertama, dia bertekad hidup di Indonesia sampai akhir. Ini, kata-kata mengharukan yang pernah disampaikan langsung oleh Ahmad Surkati kepada Rasyidi, sang murid.
“Aku, merasa telah bertahun-tahun berkecimpung memimpin Al-Irsyad di Indonesia. Bahwa tiap-tiap zarah (atom) dari badanku telah berganti dengan unsur-unsur Indonesia. Aku akan tetap hidup di Indonesia sampai akhir hayatku,” tutur Ahmad Surkati.
Itulah getar-getar cinta Ahmad Surkati ke negeri ini. Selanjutnya, kedua, dia turut berupaya untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Lihatlah sebagian suasana Muktamar Islam I yang diadakan Syarikat Islam di Cirebon pada 1922. Jika melihat tahunnya, itu artinya, hanya sebelas tahun setelah Ahmad Surkati tinggal di Indonesia.
Kala itu ada debat antara Ahmad Surkati dari Al-Irsyad dengan Semaun yang mewakili Syarikat Islam Merah (berhaluan komunis). Tema debatnya, “Dengan apa Indonesia ini bisa merdeka, dengan Islamismekah ataukah dengan komunisme?”
Cermatilah, pada 1922, tema yang dibahas sudah mengenai kemerdekaan Indonesia. Sebuah tema sangat hangat kala itu bagi para pejuang, baik yang beragama Islam maupun yang lainnya. Debat berlangsung dua jam dan tidak ada titik temu.
Perhatikan fragmen lain, ketiga, Ahmad Surkati langsung melakukan aksi nyata membantu (keluarga) pejuang kemerdekaan. Ini terjadi saat para pejuang diasingkan ke Digul. Kala itu Ahmad Surkati memperhatikan kebutuhan istri yang ditinggalkan para pejuang itu. Di antaranya, dengan cara memberi sekarung beras melalui pintu belakang, dengan mengetuk rumah masing-masing sebelumnya.
Pekerjaan di atas, dilaksanakan oleh seseorang yang dimintai tolong oleh Ahmad Surkati. Hal menarik, Ahmad Surkati berpesan agar jangan sampai ada yang tahu kalau bantuan itu dari dia (Mahmud B Setiawan,https://hidayatullah.com/kajian/sejarah/2021/09/08/215334/syekh-surkati-al-irsyad-dalam-perjuangan-kemerdekaan-indonesia.html).
Terasa, perjuangan Ahmad Surkati di Indonesia bukan hanya di sisi dakwah saja. Dia, juga turut aktif berjuang dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia lewat keterlibatannya secara nyata.
Ahmad Surkati, ulama besar itu, wafat pada 6 September 1943 di Jakarta. Banyak jejak kebajikan yang telah ditorehkannya. Semangat dia, perjuangan dia, sungguh patut kita teladani dan lanjutkan.
Terus hidup-hidupkan dakwah meski banyak ujian, seperti tergambar dalam sajak karya AR Baswedan ini. “Jangan langkah kau patahkan// Oleh celaan dari khalayak// Biarpun mereka terus menyalak// Jangan kafilah hendak berhenti// Jangankan kau, sedangkan Nabi Utusan Allah dinista orang. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni