Gara-gara Menulis, Dakwah Mereka Eksis Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Ulama Kritis Berjejak Manis dan semilan judul lainnya
PWMU.CO – Boleh jadi, ulama yang sepandai Imam Al-Ghazali (1058-1111) banyak. Tapi, mereka segera dilupakan orang setelah beberapa tahun wafat. Berbeda dengan Imam Al-Ghazali. Meski telah meninggal lebih dari seribu tahun lalu, nama ulama asal Ghaza – Palestina itu masih akrab kita dengar sampai kini.
Bukan tak mungkin nama Imam Al-Ghazali akan terus disebut-sebut sampai di Hari Akhir. Ini, karena dia mewariskan banyak buku berharga dan salah satunya adalah “Ihya Ulumiddin”.
Dengan terutama karena keberadaan kitab “Ihya Ulumiddin”, nama Imam Al-Ghzali masih akan terus disebut-sebut saat pendapatnya dikutip di berbagai kesempatan dan forum. Bisa di pengajian, di khutbah (Jum’at dan Id), di seminar, di buku-buku karya cendekiawan, dan di berbagai kesempatan lain.
Terus Disebut
Demikianlah, contoh tentang fenomena seperti yang dialami Imam Al-Ghazali juga dapat dilihat pada semua ulama yang punya karya tulis terutama dalam bentuk buku. Perhatikan, sekadar menyebut beberapa contoh popular berikut ini. 1).Ibnu Khaldun (1332-1406) dengan “Mukaddimah”-nya. 2).Ibnu Taimiyah (1263-1328) dengan “Majmu’ Fatawa”-nya. 3).Sayyid Quthb (1906-1966) dengan “Tafsir Fi Zilalil Qur’an”-nya.
Nama-nama di atas terus disebut-sebut. Di berbagai penjuru dunia, buku/kitab “Ihya Ulumiddin”, “Mukaddimah”, dan “Tafsir Fi Zilalil Qur’an” terus dicetak ulang dan dibaca orang. Pendapat-pendapat para penulisnya terus dikaji lewat berbagai kertas kerja. Ada dalam format makalah, skripsi, tesis, dan disertasi.
Contoh-contoh di atas berskala dunia. Bagimana dengan di lingkup Indonesia? Sama! Hanya ulama yang pernah menulis (terutama buku/kitab) saja yang berpotensi lebih lama berada dalam ingatan masyarakat.
Ada hal yang sangat menarik, jika kita cermati. Ternyata, bisa dibilang semua Pemimpin Umat Islam peduli dengan aktivitas membaca dan menulis! Mereka aktif berkampanye untuk suka menulis sekaligus memberi contoh.
Berikut ini sebagian contoh ulama-penulis, berdasarkan urutan usia tokoh dan/atau usia organisasi. Ahmad Dahlan (1868-1923) – Pendiri Muhammadiyah, 1912. Ahmad Surkati (1875-1943) – Pendiri Al-Irsyad, 1914. Ahmad Sanusi (1888-1950) – Pendiri PUI, 1917. A. Hassan (1887-1958) – Tokoh dan Guru Utama Persis yang berdiri pada 1923, dan Hasyim Asy’ari (1871-1967) – Pendiri NU, 1926. Juga, Natsir (1908-1993) – Pendiri Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, 1967. Pun, Abdullah Said (1945-1998) – pendiri Hidayatullah, 1973.
Baca sambungan di halaman: Mereka “Abadi”
Discussion about this post