
PWMU.CO – Desain arsitektur media Muhammadiyah menjadi bahasan menarik dalam Program Inklusi Pimpinan Pusat Aisyiyah ‘Aktivasi Influencer dan Penulis Kampanye GEDSI untuk Peningkatan Awarness Generasi Muda’.
Acara berlangsung Selasa (5/9/2023) pagi hingga sore secara daring melalui Zoom dan luring di SM Tower Jalan Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Anggota Majelis Pustaka dan Informasi Bidang Media Sosial Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Nabhan Mudrik Alyaum Ssi menyuguhkan materi Desain Arsitektur Media Muhammadiyah. Sebelum memaparkan materi dia mengungkapkan berita survei dari LSI Denny JA bahwa orang merasa terafiliasi dengan Muhammadiyah turun lagi. Sedangkan orang-orang yang terafiliasi dengan NU meningkat.
“Orang-orang Muhammadiyah akan menjawab ya wajar, karena yang tahlilan, qunut menganggap dirinya NU. Sedangkan belum tentu nih yang kuliah di Muhammadiyah ( UMY, UAD, UMS, UMM) per tahun ribuan gak dihitung sebagai Muhammadiyah,” ujarnya.
Entah data itu benar atau tidak, lanjut dia, intinya orang malu-malu mengakui sebagai bagian dari Muhammadiyah. Orang yang sekolah di Muhammadiyah akan ditanya apakah aktif IPM, IMM.
“Jika aktif IPM dan IMM apakah ikut BA (Baitul Arqam) gak? Bahkan yang menjadi pimpinan apakah aktif pengajian atau tidak. Sehingga tidak diperhitungkan sebagai anggota Muhammadiyah. Jadi sebenarnya menyamai saja jumlahnya,” ungkapnya.
“Sedangkan di luar Muhammadiyah hanya berfoto ketika ada acara tertentu sudah diklsim sebagai orang NU kalau misal dibandingkan dengan NU. Ini yang menjadi kegelisahan MPI untuk mendesain arsitektur media Muhammadiyah,” ungkapnya.
Dia menerangkan, analisis lebih jauh, ternyata kita kurang memenej media-media kita. Ada media internal (warga Muhammadiyah, majelis/lembaga) dan ekternal (masyarakat, lembaga mitra, negara). Primer dan sekunder. Aplikasi dan web Muhammadiyah. NU dan Muhammadiyah beda banget. Rangking eeb nu.or.id peringkat global pada posisi 8 ribu. Sedangkan Muhammadiyah.or.id berada di posisi 67 ribu.
“Perbandingan ini kurang menggembirakan.Perlu kerja keras untuk itu,” tekannya. Dia memperlihatkan di Twitter Muhammadiyah.or.id menang. Tapi di platform lain tidak seperti itu. Ini PR (pekerjaan rumah) kita untuk memperbanyak konten, lebih baik lagi dalam perencaanaan,” ujarnya.
Gen Z dan Milenial
Kemudian Nabhan bertanya bagaimana meremajakan Muhammadiyah. Ada 277 juta jiwa penduduk Indonesia di tahun 2020 didominasi oleh gen Z dan milenial. Generasi Alfa tidak sebanyak generasi Z. Maka, jata dia, bahasa harus disesuaikan dengan mereka.
Menurutnya, Tanfidz hasil keputusan Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Solo tahun 2022 lalu menyebutkan bahwa dakwah Muhammadiyah harus bisa masuk ke generasi Z dan generasi Alfa. Tapi baru narasi. Belum ada yang eksekusi.
“Ketika aku melihat anak-anak kampus Muhammadiyah (UMS, UMM, dan lain-lain) mulai muncul aku senang. Walaupun tidak diperintah dan dibina secara struktur langsung oleh Muhammadiyah. Itu penyambung lidah antara Muhammadiyah dengan anak-anak muda. Karena bahasa-bahasa GEDSI tidak ada yang tahu,” ujarnya.
“Tapi istilah detailnya orang-orang tahu. Apa itu KDRT, gender, bahkan bisa membedakan gender dan seks, isu kekerasan seksual sangat familiar. Mereka bisa menjadi influencer mengkampanyekan isu GEDSI—yakni gender equality (kesetaraan gender), disability (disabilitas), social inclusion (inklusi sosial)—tentu dengan bahasa gen Z dan milenial,” imbuhnya.
“Orang-orang mulai berani speak up untuk itu. Yang semacam itu perlu dipertegas. Dan jangan takut. Media kita juga pernah mengalami kegelisahan kekurangan followers. Tetapi makin ke sini media kita (Lensamu, Suara Aisyiyah. Dan lain-lain) followernya semakin meningkat. Kalau gak kita mulai, keresahan dan kegelisahan kita gak terjawab. Muhammadiyah akan semakin jauh dari generasi Z dan milenial,” ujarnya.
Senada juga yang disampaikan oleh Ismail Fahmi PhD Founder of Drone Emprit and Media Kernels Indonesia pada resepsi Milad PWMU Ke-7 pada Sabtu (26/8/2023) lalu, bahwa dakwah Muhammadiyah masih terlalu berat dan serius.
“Kita mempunyai Prof Dr Abdul Mu’ti MEd yang memiliki julukan Muhammadiyah garis lucu, tapi ujungnya serius juga,” ujarnya disambut tawa peserta milad di Kantor Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur. (*)
Penulis Izza El Mila Editor Mohammad Nurfatoni