PWMU.CO – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera menerapkan kebijakan 8 jam belajar dengan lima hari sekolah di tahun ajaran 2017/2018. Terkait dengan kekhawatiran sebagian pihak jika kebijakan ini menggerus adanya madrasah diniyah, merupakan sesuatu yang tidak beralasan.
“Justru dengan semakin banyak waktu siswa belajar, maka madrasah diniyah dapat diintegrasikan dengan pembentukan karakter,” ungkap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy di kantor Kemendikbud, Jakarta, Ahad, (11/6)
Madrasah diniyah, kata Mendikbud, justru diuntungkan karena akan tumbuh dijadikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat bersinergi dengan sekolah dalam menguatkan nilai karakter religius.
(Baca juga: Klarifikasi: Tidak Benar Kemendikbud Akan Hapus Pelajaran Agama di Sekolah)
“Jangan dibayangkan siswa akan berada di kelas sepanjang hari. Nantinya guru akan mendorong siswa untuk belajar dengan berbagai metode seperti role playing, proyek; dan dari bermacam-macam sumber belajar, bisa dari seniman, petani, ustadz, pendeta. Banyak sumber yang bisa terlibat, tetapi guru harus tetap bertanggung jawab pada aktivitas siswanya,” ujar Mendikbud.
Guru menjadi faktor penting dalam penerapan PPK di sekolah. Disampaikan Mendikbud, guru bukan hanya instruktur atau pengajar, tetapi juga penghubung sumber-sumber belajar.
“Guru juga perlu menjadi gate keepers yang mampu membantu siswa menyaring pengaruh negatif seperti radikalisme dan narkoba. Dan guru juga harus menjadi katalisator yang bisa mengubah potensi anak didik,” terang Muhadjir.
Penerapan kebijakan delapan jam belajar dengan lima hari sekolah akan dilaksanakan secara bertahap, disesuaikan dengan kapasitas sekolah.
(Baca juga: Dengan 2 Cara Pelaksanaan, Sekolah 5 Hari Memperkuat Keberadaan Madrasah Diniyah)
Mendikbud mengimbau kepada para kepala sekolah yang tergabung dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) agar dapat berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan untuk segera memetakan sekolah-sekolah yang siap melaksanakan kebijakan ini. Selain itu, tugas guru maupun MKKS adalah memastikan bahwa potensi kekhasan di daerah terpelihara dengan baik.
“Misalnya bila di sebuah daerah ada tradisi anak mengaji di madrasah diniyah pada jam-jam sore, maka jam-jam tersebut harus dikonversi sebagai bagian dari delapan jam pelajaran itu. Di beberapa daerah sudah menerapkan seperti itu dan saya kira sangat baik,” jelas Mendikbud.
(Baca juga: Inilah Tanggapan Mendikbud Muhadjir Effendy pada Petisi Tolak Pendidikan “Full Day” di Indonesia)
Sebagaimana diketahui, kebijakan 8 jam belajar dalam 5 hari ini merupakan implementasi dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang menitik beratkan lima nilai utama, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas. “Peraturan terkait hal tersebut segera diterbitkan dan segera kita sosialisasikan,” ungkap Muhadjir Effendy.
Dijelaskannya, penguatan karakter tersebut tidak berarti siswa akan belajar selama delapan jam di kelas. Namun, siswa akan didorong melakukan aktivitas yang menumbuhkan budi pekerti serta keterampilan abad 21.
(Baca juga: Dituding Sektarian, Ternyata Mendikbud sudah Lama Praktikkan Sikap Multikultural)
Tak hanya di sekolah, lingkungan seperti surau, masjid, gereja, pura, lapangan sepak bola, musium, taman budaya, sanggar seni, dan tempat-tempat lainnya dapat menjadi sumber belajar.
“Proporsinya lebih banyak ke pembentukan karakter, sekitar 70% dan pengetahuan 30%,” terang Mendikbud. Untuk itu kegiatan guru ceramah di kelas harus dikurangi digantikan dengan aktivitas positif, termasuk mengikuti madrasah diniyah, bagi siswa muslim.
(Baca juga: Hikmah Dibalik Wacana FDS: Mendikbud Sukses Ingatkan Kita untuk Kembali Peduli Pendidikan)
Guru wajib mengetahui dan memastikan di mana dan bagaimana siswanya mengikuti pelajaran agama sebagai bagian dari penguatan nilai relijiusitas. Guru wajib memantau siswanya agar terhindar dari pengajaran sesat atau yang mengarah kepada intoleransi. (abqaraya)