Menjadi Negarawan, Belajar Kepemimpinan Politik pada Nabi Muhammad; Resensi buku oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Ulama Kritis Berjejak Manis dan sembilan judul lainnya
PWMU.CO – Menulis buku, apalagi tentang sejarah Muhammad Saw, prestasi yang harus diapresiasi. Hal ini karena dalam pandangan Islam, sejarah sangatlah penting.
Lihatlah fakta, bahwa lebih dari separo isi Al-Qur’an berisi sejarah atau kisah. Lalu, Al-Qur’an Surah ke-28 bernama Al-Qashash (Kisah). Kemudian, Al-Qur’an Surah Yusuf [12] ayat 111, isinya sangat menginspirasi kita: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal”.
Inspirasi dari Nabi-Nabi
Pustaka Al-Kautsar rajin menerbitkan buku-buku sejarah. Ada Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir dengan tebal 1050 halaman. Buku ini, tentu patut dimiliki oleh semua keluarga Muslim.
Ada judul Adam; Penciptaan Manusia Pertama. Karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi ini, tebalnya 854 halaman. Lalu, ada deretan buku dari Nabi-Nabi yang termasuk Ulul Azmi, seperti berikut ini.
1).vNuh; Peradaban Manusia Kedua. Karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi ini tebalnya 652. 2). Ibrahim Bapak Para Nabi dan Kekasih Allah. Karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi ini tebalnya 992 halaman. 3). Pelajaran Hidup dari Kisah-Kisah Musa. KaryaAbdullah bin Muhammad As-Saleh Al-Mu’taz ini tebalnya 436 halaman. 4). Isa: Dari Masa Kelahiran Sampai Akhir Zaman. Karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi ini tebalnya 648 halaman. 5). Sejarah Lengkap Rasulullah. Karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi ini tebalnya 1426 halaman.
Teladan di Semua
Di sekitar kita, buku-buku sejarah Nabi Muhammad Saw tersedia cukup banyak. Meski begitu, jika terbit buku baru tentang Nabi Saw tetap perlu kita sambut gembira dan lalu membacanya dengan tekun.
Langkah di atas perlu kita lakukan, sebab semua buku itu akan saling melengkapi. Hal ini antara lain karena setiap penulis punya sentuhan yang khas dalam menguraikan pribadi Muhammad Saw sebagai Teladan Paripurna.
Hal yang pasti, sikap kita yang selalu antusias terhadap informasi apapun tentang Nabi Muhammad Saw adalah sesuatu yang sangat baik. Sikap tersebut, bukti bahwa kita sangat menginsyafi firman Allah ini: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik” (al-Ahzab: 21).
Terkait ini, kita bersyukur atas kehadiran buku Muhammad Sang Negarawan; Belajar Kepemimpinan Politik dari Nabi Saw. Karya Tohir Bawazier (TB) ini turut memperkaya bacaan tentang Nabi Muhammad Saw terutama di aspek kepemimpinannya.
Buku ini diberi Kata Pengantar Asep Sobari Lc, pendiri Sirah Community Indonesia. Juga, diapresiasi sejumlah tokoh seperti Ustadz Zaitun Rasmin (Ketua DPP Wahdah Islamiyah) dan Dr. Tiar Anwar Bachtiar (peneliti Insists).
Buka dibuka dengan Pendahuluan. Di dalamnya ada: 1). Sekilas tentang Nabi Muhammad SAW 2). Pengakuan Pemimpin Besar di Masa Nabi Muhammad Saw. 3). Pengakuan tentang Muhammad Saw dari Orientalis Jujur. Setelah itu, ada limavbab sebagai inti kajian. Terakhir, ada Penutup.
Mari, nikmati Bab II. Judulnya, Kesuksesan Kebijakan Politik Nabi Muhammad Saw. Di sini ada 20 bahasan. Secara khusus, kita berkonsentrasi pada lima keutamaan Nabi Muhammad Saw di bawah ini.
Untuk Umat
Pertama, Senang Bermusyawarah dalam Pengambilan Keputusan. Bahwa, walaupun Nabi Saw adalah pribadi sempurna dan ma’shum tapi selalu bermusyawarah dengan para sahabatnya untuk setiap kebijakan politiknya. Misal, dalam hal strategi perang atau bernegosiasi. Selama tidak ada wahyu yang menjelaskan atas suatu peristiwa, Nabi Saw selalu mengedepankan musyawarah dengan para sahabatnya (h.85-86).
Kedua, Mendahulukan yang Prinsip untuk Tujuan Lebih Besar. Nabi Saw pemimpin yang mampu mendahulukan tujuan yang besar dalam perundingan dengan musuh. Ini, misalnya, terjadi di Perjanjian Hudaibiyah. Saat itu klausul kesepakatannya ditolak oleh hampir semua sahabat, yang belum mengerti. Sementara, Nabi Saw tetap istiqomah memegang kesepakatan tersebut (h.88).
Belakangan, terbukti, ada manfaat besar yang diperoleh Nabi Saw dan kaum Muslimin. Mereka berhasil memperoleh kesepakatan dan perdamaian dengan kaum Quraisy Mekkah selama 10 tahun. Umat Islam diterima secara de facto sebagai kekuatan politik dan agama yang harus dihormati dan tidak dituduh lagi sebagai pemberontak.
Dalam perkembangannya, sebagian dari buah manis perjanjian itu adalah: Agama Islam berkembang pesat. Bahkan tokoh-tokoh kafir Mekkah seperti Khalid bin Walid dan Amr bin Ash segera masuk Islam, bergabung ke barisan umat Islam (h.88-90).
Ketiga, Cerdas Berkomunikasi dengan Umat. Rasulullah Saw dikenal sebagai komunikator andal dan orator ulung. Cara bertutur Beliau Saw sangatlah beradab, bahasanya tersusun indah dan mudah dipahami semua orang. Setiap perkataannya mengandung kebenaran, tepat sasaran, dan tidak berlebihan. Kalimatnya ringkas dan padat namun sarat makna.
Kata-kata Nabi Saw berasal dari hati yang bersih sepenuh kasih-sayang sehingga memiliki kekuatan yang dapat melembutkan hati yang keras sekalipun. Di pemilihan kata (diksi) selalu tepat sesuai dengan audiens yang diajak bicara. Ini, membuat setiap yang disampaikan Nabi Saw sangat berpengaruh ke jiwa-jiwa yang mendengar (h.96-97).
Keempat, Tidak Suka Memperberat Urusan Umat. Di h.111-112 tergambarkan bahwa kehidupan dan kebijakan Nabi Saw bersemangatkan kepada usaha mempermudah urusan umat. Beliau tidak pernah memilih untuk umatnya kecuali yang termudah, baik di aspek kebijakan, perkataan maupun perbuatannya. Sabda Nabi Saw, “Permudahlah dan jangan persulit. Berilah mereka kabar gembira dan jangan buat mereka lari” (HR Bukhari).
Dikisahkan, ada seorang lelaki menemui Rasulullah Saw dan berkata, “Sesungguhnya aku (sengaja) datang terlambat shalat subuh karena Fulan (imam shalat) terbiasa memanjangkan bacaan shalatnya. Atas hal ini Nabi SAW marah.
Beliau bersabda, “Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya ada di antara kalian yang menjadikan orang lari dari agama ini. Maka barangsiapa di antara kalian yang mengimami shalat, hendaklah ia memendekkan bacaannya sebab di belakangnya ada orang yang sudah tua, orang lemah, dan orang-orang yang sedang ada hajat/keperluan (HR Muslim).
Kelima, Pembangun Kader. Selama 23 tahun Nabi Saw berdakwah, memimpin, dan membentuk umatnya. Terutama para sahabat Nabi Saw, menjadilah mereka sebagai kader-kader yang luar biasa militan. Mereka berakhlak mulia dan menjadi pemimpin andal.
Lihatlah, satu di antara kader itu di saat Nabi Saw wafat. Kala itu Madinah menjadi kacau. Pada situasi genting itu tampil kader bernama Abu Bakar Ash-Shiddiq Ra. Dia berbicara di hadapan masyarakat.
Setelah memuji Allah, Abu Bakar Ra berkata: “Barangsiapa menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Barangsiapa menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup, tidak akan mati.”
Setelah itu beliau membaca Ali ‘Imraan: 144, ini: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
Atas penjelasan Abu Bakar Ra itu, masyarakat Madinah yang sempat terguncang kembali menjadi tenang. Mereka tersadarkan (h.118).
Aktiflah, Berperanlah!
Buku ini bagian dari ikhtiar dan kontribusi TB dalam memberikan gambaran sedemikian rupa di saat kita akan memilih pemimpin, kita punya pegangan. Bahwa, kriteria pemimpin yang baik itu seperti (setidaknya mendekati) Nabi Muhammad Saw.
Kecuali isinya yang bermanfaat, pembaca diperkaya dengan daftar rujukan buku untuk pendalaman lebih lanjut atas tema kepemimpinan. Di Daftar Pustaka, ada 47 buku yang bisa kita simak lebih lanjut. Juga, ada halaman index yang akan lebih memudahkan kita dalam mempelajari buku ini.
Alhamdulillah! “Kehadiran buku baru yang mengangkat isu-isu politik Islam selalu dinantikan, setidaknya sebagai pengingat dan bahan diskusi yang dapat digunakan untuk terus menggali dan mengembangkan seputar isu politik, kekuasaan, dan pemerintahan dalam Islam,” tutur Asep Sobari di Kata Pengantar-nya (h.xix).
Benar, kita harus selalu peduli dengan isu-isu kepemimpinan. Hal ini karena peran pemimpin sangat strategis. Dia akan sangat mewarnai masyarakat yang dipimpinnya.
Maka, sungguh tepat saat TB menutup bukunya dengan refleksi ini: “Masyarakat harus terlibat aktif untuk memilih dan mendukung calon pemimpin yang berakhlak mulia dan memiliki karakter seperti Nabi Saw serta tidak cukup hanya berdoa saja. Tanpa keterlibatan aktif masyarakat yang beriman, akan sulit cita-cita ideal dapat terwujud” (h.201).
Jadi, ketika di negeri ini akan ada momentum memilih presiden, maka: Pertama, mereka yang maju sebagai calon pemimpin, sudahkah mematut-matut diri sebagai pribadi yang punya karakter (mendekati) seperti Nabi Saw? Kedua, sudah siapkah para warganya dengan pilihan pemimpin terbaik?
Data Buku
- Judul buku: Muhammad Sang Negarawan; Belajar Kepemimpinan Politik dari Nabi SAW
- Penulis: Tohir Bawazir
- Terbit: September 2023
- Penerbit: Pustaka Al-Kautsar
- Tebal: xxiv + 212 halaman.
(*)
Editor Mohammad Nurfatoni