Mengawali tahun ajaran baru 2017/2018, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.Ap mengeluarkan kebijakan penyesuaian jam belajar siswa selama lima hari di sekolah. Kebijakan ini merupakan wujud dari implementasi Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dijalankan mulai tanggal 1 Juli 2017. Menanggapi kebijakan baru ini, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) melakukan serangkaian kajian dengan berbagai pertimbangan sebagai berikut:
1. IPM memandang pendidikan sebagai sektor strategis bagi pembangunan peradaban bangsa. Ketika sistem pendidikan yang dijalankan baik, maka baik pula kualitas manusia di dalamnya. Karena strategisnya sektor ini, sistem pendidikan yang dijalankan di Indonesia harus mampu mengembangkan manusianya menjadi insan yang cerdas, berakhlak mulia, kreatif, berbudi luhur, dan memiliki daya saing tinggi.
2. Modal yang penting agar mampu bersaing di ranah global adalah memiliki sumber daya manusia yang berkarakter dan berbudaya. Kita boleh menjulang ke atas langit, tapi juga harus mengakar kuat ke dalam bumi. Oleh karena itu, pendidikan karakter menjadi kerangka utama pengembangan manusia Indonesia yang salah satunya termanifestasikan melalui sistem pendidikan yang terstruktur dan sistematis.
(Baca juga: Sekolah 5 Hari Sepekan Justru Untungkan Madrasah Diniyah)
3. Urgensi pelaksanaan pendidikan karakter akhir-akhir ini dirasa penting di tengah menguatnya paham ekstremisme, sektarianisme, terorisme, dan penyebaran ideologi transnasionalis yang berpotensi melunturkan semangat dan nilai-nilai Pancasila di kalangan masyarakat. Menanamkan identitas ke-Indonesiaan sejak dini diharapkan menjadi bekal kemajuan bangsa di masa depan.
4. Agar pendidikan karakter ini bisa berjalan optimal, diperlukan sinergisitas berbagai pihak. Sekolah bekerjasama dengan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, pengusaha, hingga lembaga keagamaan sehingga memiliki pandangan dan kesadaran yang sama. Keterlibatan berbagai pihak ini memungkinkan para pelajar untuk belajar secara langsung bersama pihak luar sehingga tercipta proses dialog dan pembelajaran yang mencerahkan. Sekolah dengan demikian menjadi ruang diskursus yang dapat memantik nalar kritis dan apresiatif para siswa.
5. Dalam menyelenggarakan program ini, hak-hak pelajar tidak boleh dikesampingkan. Pelajar memiliki hak untuk dibimbing dan diarahkan sesuai minat, bakat, dan potensinya masing-masing yang belum tentu sama. Hak pelajar ini juga termasuk kesempatan untuk berkreasi dan mengembangkan minat dan bakat tersebut.
Kerangka diskusi yang disebutkan di atas kami gunakan untuk melihat kebijakan Kemendikbud sehingga menghasilkan beberapa poin penting sebagai berikut:
1. IPM mengapresiasi upaya pemerintah mengedepankan aspek pendidikan karakter bagi pelajar di Indonesia. Pada bagian ini, suksesnya pelajar memasuki jenjang pendidikan tidak sekadar diukur dari materi pelajaran yang disampaikan di kelas saja. Memberikan porsi 70% untuk pembentukan karakter dan 30% untuk ilmu pengetahuan memungkinkan pelajar mendapatkan materi yang aplikatif dan berguna dalam kehidupan secara langsung, meski tidak meninggalkan pengetahuan umum.
2. Jika dihitung berdasarkan proporsi yang disebut di atas, penyesuaian waktu sekolah menjadi 5 hari tidak serta merta dilihat sebagai penambahan waktu dan pemadatan belajar siswa. Delapan jam sehari tidak melulu dihabiskan di dalam kelas mendengarkan ceramah guru. Jika porsi pengetahuan umumnya 30 persen, maka dari delapan jam itu hanya 2,4 jam saja yang difokuskan untuk mengkaji ilmu pengetahuan secara khusus. Selebihnya, waktunya dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat dari praktik yang dibimbing oleh guru. Ilmu dari praktik di laboratorium atau di lingkungan secara langsung lebih memudahkan siswa mencerap materi dan merasakan kegunaan ia belajar materi.
3. Di luar porsi 30 persen untuk pengetahuan umum, pelajar dimungkinkan untuk mengembangkan minat dan bakatnya di luar kelas. Kegiatan ekstrakulikuler seperti olahraga, kesenian, PMR, jurnalistik, kegiatan keagamaan, organisasi siswa, dan komunitas kreatif lainnya memungkinkan untuk dibentuk di sekolah. Pemberian porsi yang besar pada kegiatan pengembangan ini dan diberikannya hak penilaian atas kegiatan yang dilakukan menjawab harapan masyarakat umum yang selama ini menganggap bahwa penilaian siswa berpusat pada pengetahuan kognitif, beban belajar (ilmu pengetahuan) yang terlalu berat, dan kurang bermuatan karakter.
4. Proses belajar di sekolah yang menjadi lima hari jika dilihat konsepnya lebih dalam tidak serta merta mengalienasi pelajar dari lingkungan sekitar. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang disusun oleh Kemendikbud melibatkan keluarga dan masyarakat sebagai pembimbing secara kolaboratif bersama pihak sekolah. Melibatkan keluarga dan masyarakat dalam proses pendidikan di sekolah mampu meningkatkan kesadaran bahwa pendidikan tidak sekadar tanggung jawab guru dan sekolah, melainkan tanggung jawab bersama. Bentuknya, proses pendidikan bisa dilakukan di tengah-tengah kampung, masjid, gereja, taman, dan tempat-tempat umum lainnya.
5. Waktu libur Sabtu-Ahad secara penuh yang didapatkan pelajar menjadi waktu yang panjang untuk berkreativitas secara lebih luas. Waktu libur yang panjang ini dapat menjadi waktu senggang yang panjang untuk mengembalikan semangat beraktivitas di hari Senin. Mengembalikan mood agar lebih segar setelah beraktivitas bermanfaat untuk menjaga proses belajar mengajar berjalan efektif.
(Baca juga: Dengan 2 Cara Pelaksanaan, Sekolah 5 Hari Memperkuat Keberadaan Madrasah Diniyah)
Berdasarkan hasil diskusi yang panjang tersebut, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mengapresiasi kebijakan Kemendikbud yang fokus pada pengembangan pendidikan karakter serta mendukung penyesuaian waktu belajar lima hari agar proses dan hasilnya efektif mendukung jargon Revolusi Mental yang digagas Presiden Jokowi di mana revolusi membutuhkan perubahan sosial-kebudayaan yang berlangsung cepat dan menyangkut dasar serta pokok kehidupan masyarakat.
2. Karena ini berkaitan dengan kebijakan nasional, penerapannya membutuhkan penyesuaian di berbagai daerah. Untuk itu, kami mendorong Kemendikbud untuk melakukan sosialisasi lebih luas mengenai hal ini agar semua pihak mengerti apa yang direncanakan. Agar tidak miskomunikasi dan terjebak pada perdebatan istilah-istilah tertentu yang tidak masuk pada substansinya. Sosialisasi ini juga penting agar pada tataran aplikasi, sekolah tidak sekadar menambah jam pelajaran sehingga malah justru memberatkan para siswa. Penyesuaian ini dilakukan tentu saja diterapkan dengan mempertimbangkan bobot capaian yang telah dimaksud sesuai dengan rencana program.
(Baca juga: Sangat Aneh jika Penolakan Sekolah 5 Hari Dikaitkan dengan Full Day School. Karena Memang Tidak Ada Hubungannya!)
3. Dalam penerapannya di awal ajaran baru nanti, IPM mengharap pada sekolah sepenuhnya memperhatikan hak-hak pelajar untuk berkembang sesuai dengan minat, bakat, dan potensi para peserta didik. Mari jadikan sekolah sebagai rumah kedua yang menyenangkan bagi pelajar untuk berkarya nyata bagi bangsa dan negara.
Demikian pernyataan sikap Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini dibuat. Semoga kita semua bisa bersinergi dalam upaya mewujudkan cita-cita besar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga Allah SWT. selalu meridhoi setiap langkah perjuangan kita.
Amiin.
Jakarta, 12 Juni 2017/ 17 Ramadhan 1438 H
Velandani Prakoso
Ketua Umum PP IPM