Bahasa Prajurit Memiting Itu Merangkul
Setelah mendapat reaksi keras dari masyarakat, Kapuspen TNI Julius Widjojono memberi penjelasan bahwa kata piting yang dimaksud adalah merangkul.
Menurutnya telah terjadi salah pemahaman dari masyarakat atas pernyataan tersebut, karena konteksnya berbeda. “Jika dilihat secara utuh dalam video tersebut, Panglima TNI sedang menjelaskan bahwa demo yang terjadi di Rempang sudah mengarah pada tindakan anarkisme yang dapat membahayakan baik aparat maupun masyarakat itu sendiri, sehingga meminta agar masing-masing pihak untuk manahan diri,” ujar Kapuspen TNI yang disampaikan di Ruang Balai Wartawan, Puspen TNI, Jumat (15/9/2023) seperti dikutip tvonenews.com.
Panglima TNI telah menginstruksikan kepada komandan satuan tidak menggunakan alat/senjata, dalam mengamankan aksi demo Rempang. Hal ini guna menghindari korban, sehingga lebih baik menurunkan prajurit lebih banyak dari pada menggunakan peralatan yang bisa mematikan.
“Panglima mengatakan, jangan memakai senjata, tapi turunkan personel untuk mengamankan demo itu,” ujarnya.
Menurutnya bahasa piting memiting itu adalah bahasa prajurit yang berarti setiap prajurit merangkul satu masyarakat agar terhindar dari bentrokan. “Kadang-kadang bahasa prajurit itu suka disalahartikan oleh masyarakat yang mungkin tidak terbiasa dengan gaya bicara prajurit,” sambungnya.
Kapuspen TNI Laksda TNI Julius Widjojono memahami terjadi salah tafsir ini. “Perlu diingat dengan konflik ini, maka kerugian pasti diterima oleh aparat dan masyarakat Indonesia sendiri,” ujarnya.
Pembelaan TNI?
Penjelasan bahwa memiting itu sama dengan merangkul sepertinya hanya pembelaan TNI. Sebab bila melihat konteks pernyataan Panglima TNI Yudi Margono dalam video itu, maka piting yang dimaksud itu lebih dekat dengan makna aslinya seperti dijelaskan KBBI. Apalagi jika kita perhatikan mimik dan gestur Yudo Margomo saat menyampaikan pernyataan yang lengkapnya sebagai beikut sepreti dikutip dari video ini:
“Orang sudah diam, terus diambil batu langsung dilemparkan (ke polisi). Ini kan sudah seperti orang yang lagi bunuh hewan gitu loh,” kata Yudo Margono. “Seperti bunuh hewan pakai batu gede langsung dilemparkan begitu.”
Kemudian, dia mengatakan, apalagi yang demo bukan lagi orang asli setempat melainkan orang luar yang datang. “Ini berarti sudah masuk ke ranah pidana. Ya kalau seperti itu, ya nanti kita berikan. Saya tidak memberikan itu, karena saya khawatir, karena anak-anak ini nanti mindsetnya berubah nanti, kembali lagi seperti Orde Baru,” katanya.
Dia menjelaskan, ini sebenarnya tugas kepolisian, namun bila kepolisian tidak mampu, baru TNI yang maju. “Saya melihat kemarin itu, mampu, tapi mampu kok diam saja digebuki, atau memang apa namanya. Karena saya lihat bertahan saja kan, saya lihat dengan anu yang di atas dan menumpuk jadi satu, dan sementara pendemonya ini bawa batu besar-besar itu, dilemparkan ke itu, kayak lempari itu,” terangnya.
“Ya kan TNI-nya umpamanya, masyarakatnya 1.000 ya kita keluarkan 1.000. Satu meting satu itu kan selesai. Nggak usah pakai alat, dipiting saja satu-satu. Tahu dipiting? Itu dipiting saja satu-satu,” sambungnya menjelaskan. Bahkan, Panglima TNI Yudo Margono katakan, pihaknya khawatir pakai alat, bila bertahan saja menggunakan alat, takutnya dilempari.
“Anak-anak berani maju terus untuk bertahan, tetapi kalau dilempari, ngamuk juga sampean itu. Ada itu alat di Babek. Kita punya itu alat-alat baru,” katanya. Dia menambahkan, apabila alat yang lama tidak dipakai di Babek (Badan Pembekalan). Panglima TNI Yudo Margono perintahkan kepala Babek untuk mengeluarkannya, agar dipakai dan keluar dari gudang.
Jadi makna yang tepat kata piting itu apa? Tergantung kita mau pilih KBBI atau ‘kamus’ prajurit. Atau bisa juga melakukan kompromi makna: memiting artinya merangkul dengan cara seperti yang dilakukan kepiting. Waduh! (*)